PEKANBARU (CAKAPLAH) - Rinarni, istri tua Bupati Kepulauan Meranti Muhammad Adil menjadi saksi pada persidangan perkara suap Rp750 juta yang diterima suaminya dari terdakwa Fitria Nengsih di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru, Jumat (21/7/2023).
Rinarni di hadapan majelis hakim yang diketuai Mardison mengatakan dirinya kerap melihat Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Kepulauan Meranti itu datang ke rumah dinas bupati di Jalan Dorak Nomor 1, Selatpanjang.
Mantan Ketua Tim Penggerak PKK Pemkab Meranti itu menyebut, Fitri Nengsih yang akrab disapa Neneng itu sering berkunjung satu bulan pasca Adil dilantik sebagai Bupati Kepulauan Meranti pada 26 Februari 2021.
"Terdakwa rutin datang ke rumah dinas. Mungkin karena orang dinas, masalah apa saya nggak tahu dan tidak ikut campur," ujsr Rinarni yang dihadirkan sebagai saksi oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hakim anggota Yosi Astuti menanyakan ke Rinarni apakah pernah mempertanyakan siapa terdakwa kepada suaminya itu. Menurut saksi pernah tapi diakui oleh Adil sebagai petugas yang mengurus perjalanan umrah.
"Pernah saya tanyakan ke suami. Bapak (Adil, red) ngomong kalau itu orang yang urus perjalanan umrah, karena dia punya travel," tutur Rinarni.
Kendati terdakwa sering berkunjung ke rumah dinas bupati tapi Rinarni menyebut tidak pernah berbincang dengan terdakwa. Di suatu waktu, saksi pernah melihat terdakwa berduaan di ruang kerja bupati pada pukul 21.00 WIB malam.
Menurut Rinarni, dirinya tidak mengetahui apa yang dibahas oleh suami dan terdakwa pada malam itu. "Pada saat ibu masuk ke rumah dinas itu, ibu melihat siapa di ruang kerja Bupati itu?" tanya hakim anggota Adrian HB Butagalung.
"Cuma beliau berdua," kata Rinarni.
"Beliau itu siapa?" tanya hakim Adrian lagi.
"Pak Adil dan terdakwa," ucap Rinarni.
Untuk meyakinkan jawaban saksi itu, hakim meminta Rinarni melihat wajah Fitria Nengsih dari layar monitor. "Coba lihat di kamera, apakah benar itu orangnya?" tanya hakim.
"Benar Yang Mulia," singkat Rinarni yang mengaku tidak pernah diajak perjalanan dinas ke luar kota oleh Bupati Adil.
Hakim Ketua Mardison menanyakan keberadaan saksi saat operasi tangkap tangan (OTT) Bupati Adil dan terdakwa di rumah dinas. Rinarni mengaku saat itu dia sedang menemani anaknya di rumah sakit yang sedang operasi.
"Saya tidak ada. Karena saya ada di Bandung, anak lagi dioperasi," tutur Riharni.
Begitu juga saat penggeledahan yang dilakukan KPK di rumah dinas, Rinarni juga tidak mengetahuinya. Termasuk apa saja dokumen dan barang bukti yang disita KPK.
Atas keterangan Rinarni itu, terdakwa Fitria protes. Dia menyangkal datang sendirian ke rumah dinas menemui Bupati Adil.
"Saya datang berdua bersama pegawai lain, bukan sendirian. Saya datang sekitar pukul 7 malam dan bukan jam 9 malam," bantah Fitria Nengsih.
Hakim ketua Mardison pun kembali menegaskan ke terdakwa, apakah saat di ruang kerja itu hanya mereka dua saja. "Iya Yang Mulia," kata Fitria Nengsih.
"Ya, sudah. Saksikan hanya menjelaskan di dalam ruang kerja itukan terdakwa dan bupati," tegas hakim yang langsung diamini oleh terdakwa.
Pada sidang, Kamis (20/7/2023), Adil dengan terang-terangan mengakui kalau Fitria Nengsih adalah istrinya yang dinikahinya sejak tahun 2021 lalu. Pada kesempatan itu, Adil juga mengucapkan selamat ulang tahun kepada istri mudanya itu.
Fitria Nengsih didakwa memberikan suap kepada Adil sebesar Rp750 juta. Uang itu sebagai fee kegiatan Penyediaan Perjalanan Ibadah Umrah Bagian Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah (Setda) Kabupaten Kepulauan Meranti Tahun Anggaran (TA) 2022 sebanyak 250 orang.
Disebutkan, Adil mendapatkan fee dari Fitria Nengsih Rp3 juta dari dikali 250 orang yang berangkat. Fee diberikan, karena Adil menunjuk PT Tabur Muthmainnah Tour (TMT) sebagai pelaksana kegiatan. Di travel itu, terdakwa selaku Kepala Cabang (Kacab) PT TMT di Meranti.
Program perjalanan ibadah umrah gratis ini diperuntukkan bagi guru mengaji, imam masjid dan pegawai berprestasi. Sesuai rencana, sebanyak 2.000 orang akan dilakukan secara bertahap.
Atas perbuatannya itu, Fitria Nengsih
diancam dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Penulis | : | CK2 |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Hukum, Kabupaten Kepulauan Meranti |