PEKANBARU (CAKAPLAH) - Jaksa eksekutor telah melakukan eksekusi terhadap mantan Bupati Indragiri Hilir (Inhil), Indra Muchlis Adnan. Indra telah dikeluarkan dari Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas I Pekanbaru, satu bulan setelah putusan Mahkamah Agung (MA) yang menyatakan penuntutan Penuntut Umum daluwarsa.
Kepala Seksi (Kasi) Penerangan Hukum dan Humas Kejati Riau, Bambang Heripurwanto mengatakan, Indra Muchlis dikeluarkan setelah Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendapatkan tembusan petikan putusan dari pengadilan.
"Kita terima, Selasa tanggal 16 Januari," ujar Bambang, Senin (29/01/2024).
Berdasarkan surat tersebut, JPU membuat laporan segera terhadap putusan atau P44. Dilanjutkan dengan P45 atau pelaksanaan putusan. Laporan itu segera dikirim ke Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Riau.
"Rabu, 17 Januari, dilakukan eksekusi dengan cara mengeluarkan tahanan atas nama Indra Muchlis Adnan dari Rutan Kelas I Pekanbaru," jelas Bambang.
Terpisah, Suhendo selaku pengacara Indra Muchlis juga membenarkan kalau kliennya telah dikeluarkan dari penjara. Hal itu berdasarkan vonis MA yang melepaskan Indra Muchlis dari tuntutan hukum.
"Vonisnya dilepas dari tuntutan hukum, alasannya sudah daluwarsa. Sudah dieksekusi oleh jaksa tanggal 17 Januari (2024)," kata Suhendro.
Putusan kasasi MA tertanggal 14 Desember 2023. Namun menurut Suhendro pemberitahuan putusan diterima tanggal 17 Januari 2024. "Kami terima relaas (pemberitahuan putusan) tanggal 17 (Januari). Tanggal itu juga dieksekusi oleh jaksa," jelas Suhendro.
Saat ini, Suhendro tidak mengetahui pasti keberadaan Indra Muchlis karena dirinya hanya mendapingi sampai proses kasasi di MA. Namun berdasarkan informasi yang ia terima, Bupati Inhil dua periode tersebut telah berada di Tembilahan. "Kita dengan sudah di Tembilahan," kata Suhendro.
Suhendro menyebut, penahanan sempat membuat kliennya sakit dan jatuh pingsan. "Waktu di dalam (tahanan) sempat pingsan, karena beliau sakit. Sekarang saya kurang tahu kondisinya setelah diobati," pungkasnya.
Untuk diketahui, sebelumnya JPU menuntut Indra Muchlis dengan pidana penjara selama 8 tahun, denda Rp300 juta atau subsidair 4 bulan kurungan. Ia juga dituntut membayar uang pengganti kerugian negara Rp797.955.695 atau subsidair 4 bulan kurungan.
Atas tuntutan itu, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru pada Senin, (29/5/2023), menghukum Indra Muchlis dengan pidana penjara selama 7 tahun dan denda Rp200 juta atau subsidair 2 bulan kurungan badan.
Dalam putusan peradilan tingkat pertama itu, majelis hakim yang dipimpin Salomo Ginting, tidak membebankan Indra Muchlis tidak membayar uang pengganti kerugian negara, sebagaimana dalam tuntutan JPU.
Tidak terima, Indra Muchlis mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Riau. Namun hakim tinggi menolak banding dan menguatkan putusan pengadilan tingkat pertama.
Indra Muchlis tidak putus asa. Ia mengajukan kasasi ke MA, begitu juga dengan JPU. Kali ini, permohonan Indra Muchlis dikabulkan, dan permohonan JPU ditolak. Ia diperintahkan dibebaskan dari penjara.
Putusan dibacakan majelis hakim MA yang diketuai Desnayeti dengan hakim anggota Agustinus Purnomo Hadi dan Yohanes Priyana pada Kamis, 14 Desember 2023. Hakim membatalkan putusan PT Riau yang menguatkan putusan Pengadilan Tipikor pada PN Pekanbaru.
"Menyatakan penuntutan Penuntut Umum tidak dapat diterima karena daluwarsa. Melepaskan terdakwa Indra Muchlis Adnan tersebut oleh karena itu dari segala tuntutan hukum," isi putusan kasasi yang dikutip dari https://sipp.pn-pekanbaru.go.id.
Hakim MA dalam vonis kasasi itu juga meminta untuk memulihkan hak Indra Muchlis dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya, serta memerintahkan agar Indra Muchlis dikeluarkan dari tahanan.
"Menetapkan agar seluruh barang bukti yang disita dalam perkara ini dikembalikan kepada orang atau kepada mereka dari siapa benda itu disita dan membebankan biaya perkara pada seluruh tingkat peradilan dan pada tingkat kasasi kepada negara," perintah hakim MA.
Sebelumnya, JPU dalam dakwaannya mengatakan perbuatan korupsi dilakukan Indra Muchlis bersama-sama dengan Zainul Ikhwan selaku Direktur Utama PT Gemilang Citra Mandiri. "Perbuatan terdakwa telah merugikan negara sebesar Rp1.157.280.695," kata JPU.
Kerugian negara tersebut berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif Badan Pemeriksaan Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) Dalam Rangka Penghitungan Kerugian Negara Atas Penyertaan Modal Pada BUMD Kabupaten Indragiri Hilir PT GCM Tahun 2004 sampai 2007 Nomor: 42/LHP/XXI/11/2022 tanggal 29 November 2022.
Dijelaskan, perbuatan berawal pada tahun 2004. Ketika itu Indra Muchlis yang menjabat sebagai Bupati Inhil menunjuk Zainul Ikhwan sebagai Direktur Utama PT GCM periode 2004 sampai 2008 berdasarkan Surat Keputusan Bupati Kabupaten Indragiri Hilir Nomor: KPTS.250/XI/HK-2004 tanggal 30 November 2004.
Dalam mengelola keuangan PT GCM, saksi Zainul tidak berdasarkan pada rencana kegiatan yang dibuat oleh PT GCM. Pengelolaan dilakukan berdasarkan arahan Indra Muchlis selaku Bupati Kabupaten Inhil sekaligus selaku pemegang saham terbesar PT GCM dengan melakukan kerja sama pihak ketiga.
Dari hasil kerja sama tersebut PT GCM tidak memperoleh manfaat sama sekali. Hal ini bertentangan dengan Pasal 12 Perda Nomor 26 Tahun 2004 tentang Pendirian Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kabupaten Indragiri Hilir dan Kemendagri Nomo 20 Tahun 2000 tentang pedoman kerja sama perusahaan daerah dengan pihak ketiga.
Penyertaan modal yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Inhil ke PT GCM tidak sesuai dengan mekanisme investasi oleh pemerintah daerah yang mengatur bahwa penyertaan modal pemerintah daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Hal ini bertentangan dengan Pasal 41 ayat (3) UU No.1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
Pada Desember 2005, Zainul diperkenalkan oleh Indra Muchlis dengan saksi Kemas Ibnu A Sanjaya selaku Direktur CV Ram Jaya Industri di rumah dinas Bupati Kabupaten Inhil.
Perusahaan ini bekerja sama dengan PT GCM dalam mengembangkan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) berupa pengolahan batang kelapa atau penggergajian batang kelapa untuk diambil kayunya.
Kerja sama itu tanpa adanya studi awal SWOT (analysis/atau Analisa lain terhadap kekuatan, ancaman, kelemahan), tanpa ada proposal dan pra-studi kelayakan tentang prospek usaha yang menjadi objek kerja samanya. Kerja sama juga tidak melalui persetujuan Komisaris dan tanpa diikat kontrak pembiayaan menimbulkan kerugian negara.**
Penulis | : | Ck2 |
Editor | : | Delvi Adri |
Kategori | : | Hukum, Riau, Kabupaten Indragiri Hilir |