PEKANBARU (CAKAPLAH) - Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) mendesak Kementerian dan Lembaga terkait untuk segera mengatasi masalah kelangkaan minyak goreng curah yang telah berlangsung selama delapan bulan terakhir di beberapa wilayah di Riau, terutama di Kabupaten Rokan Hilir.
Kelangkaan minyak goreng curah menjadi fokus utama pertemuan antara Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) dengan pejabat lokal. Dalam pertemuan yang diadakan di Kantor Perwakilan Dewan Pimpinan Pusat APKASINDO di Pekanbaru, Riau, Delta Norantika, Kabid Disperindagsar Rokan Hilir, melaporkan situasi mendesak yang dihadapi masyarakat akibat kelangkaan ini kepada Apkasindo, Rabu (21/2/2024).
“Kali ini saya lebih terbentur lagi karena suplai maupun distributor besar yang selalu saya andalkan selama ini melayani masyarakat umum tidak lagi mendapatkan pasokan minyak curah lagi. Di mana biasanya saya selalu menghubungi itu untuk mensuplai ke kecamatan-kecamatan," ucap Delta.
Delta menekankan bahwa masyarakat di daerahnya terpaksa membeli minyak goreng dengan jumlah yang sangat kecil, menggunakan uang sisa belanja, yang nilainya berkisar antara dua ribu hingga lima ribu rupiah.
Ini menunjukkan tingkat kebutuhan yang sangat tinggi untuk produk ini di kalangan masyarakat berpenghasilan rendah.
Kelangkaan ini diperparah oleh hilangnya pasokan dari distributor besar, yang sebelumnya diandalkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakat.
“Penghasilan dari masyarakat menengah kebawah tidak menentu dan beragam, ada yang kadang diberi suaminya Rp15.000 sampai Rp20.000 per dua sampai tiga hari sudah termasuk segala kebutuhan dapur. Oleh karena itu kebanyakan masyarakat menengah kebawah tidak membeli minyak perliter tetapi dari hasil sisa belanja dapur, yang terkadang sisanya Rp2.000 atau Rp3.000 untuk membeli minyak goreng curah. Jadi Mak-Mak belinya adalah per dua sampai lima ribu rupiah, jadi volumenya menyesuaikan," Cakapnya.
"Keadaan minyak curah yang langka terkadang minyak kemasan sampai digunting kemudian ditimbang per 100-250 gram (menyesuaikan) oleh pedagangnya agar pembeli bisa membeli minyak seharga 2.000 sampai 5.000," imbuhnya.
Terkait hal itu, Ketua Umum Apkasindo Gulat ME Manurung mengatakan masalah yang dihadapi Riau juga terjadi di 22 provinsi lain di Indonesia.
APKASINDO sendiri telah mengambil langkah cepat dengan meminta Sekretaris Jenderal DPP Apkasindo untuk menangani isu ini di tingkat nasional.
Gulat juga mengkritik lambannya respons Kementerian Pertanian yang memiliki teknologi Pabrik Mini Minyak Goreng (PAMIGO) yang belum dimanfaatkan secara efektif untuk mengatasi masalah kelangkaan ini.
"Jadi jangan dulu berpikir 100% minyak kemasasan sederhana per liter untuk masyarakat, karena faktanya beda dilapangan. Saya terus terang kecewa dengan kecepatan Kementan mengatasi problematika ini. Padahal Kementan sudah punya teknologi PAMIGO (Pabrik Mini Minyak Goreng) yang diperuntukkan untuk dikelola Koperas Petani Sawiti dan UMKM dan sudah berkali-kali dipamerkan diberbagai acara nasional," ulasnya.
Padahal Presiden Jokowi sudah mengatakan bahwa per 1.000 ha kebun sawit rakyat supaya didirikan Pabrik ini, termasuk Pabrik Minyak Makan Merah (M3) dari Program Kementerian Koperasi UMKM, tapi entah dimana sumbatnya.
"Memang saya dengar salah satu permasalahannya adalah terganjal Kepdirjendbun 62 tahun 2023, yaitu terkait persyaratan yang dibuat mengenai Koperasi wajib memiliki modal 30% dari total biaya membangun pabrik dan uang 30% tersebut sudah harus mengendap selama setahun. tentu ini persyaratan yang melambung tinggi dan sulit digapai koperasi atau UMKM. Persyaratan ini berlaku jika ingin menggunakan dana BPDPKS," cakap Gulat.
Harusnya PAMIGO dan M3 bisa melayani kebutuhan minyak curah masyarakat dan korporasi produsen migor hanya mengurusi minyak kelas kemasan, kelas premium dan ekspor "dengan konsep ini semua akan happy".
Tapi Kementerian terkait (Kemendag, Kementan, Kemen Perindustrian, Kementerian Koperasi dan Kemenkeu) tidak menganggap hal ini penting makanya selalu terulang kelangkaan migor curah yang memang sangat cocok dimasyarakat menengah ke bawah.
"Menyelesaikan masalah migor rakyat harus dengan cara terobosan dan cara-cara yang tidak biasa, jangan hanya bermain di retorika dan regulasi itu semua nostalgia," tutur Gulat.
Penulis | : | Satria Yonela |
Editor | : | Unik Susanti |
Kategori | : | Riau, Pemerintahan, Ekonomi |