PEKANBARU (CAKAPLAH) - Wakil Ketua DPRD Riau Hardianto menilai terjadinya antrean panjang di Stasiun Pengisian Bahan Bakan Umum (SPBU) di Provinsi Riau disebabkan karena adanya pengurangan kuota biosolar.
Politisi Partai Gerindra itu mengatakan, ada pengurangan stok biosolar sebanyak 4 persen untuk Riau dibanding tahun sebelumnya, sementara konsumsi bahan bakar minyak (BBM) jenis solar ini mengalami kenaikan sebanyak 5 persen.
"Secara matematika kita ini lose sebanyak 9 persen, jadi sudah pasti di tahun ini kita mengalami kelangkaan BBM terutama jenis solar bersubsidi," kata Hardianto, Kamis (10/3/2022).
Mantan calon wakil gubernur Riau ini menilai, hal ini pasti berdampak bagi perekonomian masyarakat dikarenakan kelangkaan solar bersubsidi dihadapkan dengan non subsidi yang lebih mahal.
"Perbedaan harga yang sangat jauh ini membuat masyarakat tidak punya pilihan, dan akhirnya harus mengantre," cakapnya lagi.
Untuk itu, ia mengimbau Pemerintah Provinsi Riau untuk melakukan koordinasi dengan BPH Migas dan DPR RI.
"Bagaimana pun proses penetapan itu ada di DPR RI, dan kita juga berharap abang-abang kita di DPR RI membantu supaya kuota kita ditambah bukan dikurangi," tukasnya.
Diberitakan sebelumnya, Pengurangan kuota Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi bio solar untuk wilayah Riau tahun 2022 sebesar 7-9 persen dibandingkan tahun sebelumnya, berdampak antrean panjang di sejumlah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Provinsi Riau.
Kondisi tersebut diakui Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Riau, Evarefita kepada CAKAPLAH.com, Kamis (3/3/2022) di Pekanbaru.
"Kalau dikatakan kelangkahan itu memang terjadi hampir di seluruh provinsi. Karena kuota BBM bio solar kita tahun ini memang berkurang tahun 2022 ini dibanding tahun 2021," katanya.
Lebih lanjut Evarefita mengatakan, kuota bio solar untuk Riau tahun 2022 berkurang sekitar 7-9 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
"Untuk tahun 2022 kuota kita kan sebanyak 794.787 kiloliter. Sedangkan realisasi 2021 sampai Desember, itu sekitar 824 ribu kiloliter. Artinya kuota tahun ini lebih kecil 4 persen dibandingkan realisasi 2021," terangnya.
Karena itu, pihaknya menyarankan agar pendistribusian bio solar ini harus ada pengawasannya. Artinya ketika BBM berada di SPBU, maka mereka yang harus memilah kendaraan yang pantas mendapatkan subsidi bio solar tersebut.
"Itu yang kita ingin sampaikan, dan surat edaran Gubernur terkait hal itu sudah ada. Cuma implementasi di SPBU-SPBU yang belum maksimal, dan kita sudah minta PT Pertamina melalui satuan tugasnya harus turun," harapnya.
Eva mengakui, kelangkahan bio solar sering terjadi di SPBU-SPBU perbatasan provinsi Riau. Hal itu dikarenakan kendaraan yang mengisi bio solar dari plat BM, namun juga kendaraan plat dari provinsi tetangga.
"Yang tidak tepat sasaran ini yang menyebabkan salah satu kelangkahan bio solar itu. Makanya untuk mengantisipasi ini kita akan lakukan koordinasi dengan instansi terkait Pemprov Riau, setelah itu kita akan melakukan langkah selanjutnya," ujarnya.
"Kita juga sebetulnya sudah akan membuat surat ke BPH Migas untuk permintaan penambahan kuota bio solar itu," pungkasnya.
Penulis | : | Satria Yonela Putra |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Peristiwa, Pemerintahan, Riau |