CAKAPLAH - Sejak mulainya peradaban pada masa kerajaan, Indonesia telah dikenal oleh bangsa luar sebagai negara yang berlimpah sumber daya alamnya. Bahkan, ada satu masa dimana nilai ekonomi pala jauh lebih tinggi dari harga emas. Hal tersebut dapat terjadi karena hanya di Indonesia saja pala itu bisa ditemukan. Sehingga tidaklah heran Tanah Air kita sempat jadi rebutan bangsa lain.

Akibat faktor kekayaan dan ketersediaan sumber daya alam yang berlimpah dan langka itulah, Indonesia jadi lokasi yang kerap dilalui kapal-kapal bangsa asing dan Indonesia yang berada di lokasi strategis secara tidak langsung jadi tempat persinggahan kapal-kapal. Hingga terjadilah kegiatan jual dan beli di Indonesia, yang juga menjadi titik awal pertukaran budaya dan secara tidak langsung mempengaruhi kebudayaan serta kebiasaan yang ada di dalam masyarkat Indonesia.

Salah satu kebiasaan yang akhirnya diadopsi oleh masyarakat Indonesia dari bangsa luar ialah minum kopi. Biji kopi ternyata juga memiliki sejarah yang cukup panjang di Indonesia.

Hal tersebut diceritakan oleh seorang budayawan H. Drs. K. Ng. Agus Sunyoto. Ia menceritakan banyak hal soal kopi dan sisi kleniknya yang seringkali juga mengisi wadah sajen, serta menjadi bagian dari tradisi zaman kuno masyarakat Indonesia.

“Sesaji itu sebenarnya berasal dari tradisi kuno dan salah satu minuman yang dipersembahkan tadinya bukanlah kopi, melainkan tuak. Sajen dipersembahkan oleh para orang tua atau masyarakat untuk menyambut roh para leluhur yang diyakini kerap mengunjungi anak cucunya setiap Kamis, malam jumat,” ucap Agus.

Ia pun menjelaskan, kemudian tuak pun diganti sejak diajarkannya agama Islam kepada masyarakat Indonesia dan masyarakat banyak yang akhirnya beragama Islam. Tuak diganti dengan kopi sejak biji kopi tersebut dibawa oleh bangsa Belanda, melalui VOC. Jadi, kopi itu sebenarnya, bukanlah minuman asli Indonesia dan kebiasaan minum kopi baru dimulai sejak Belanda masuk ke Indonesia.

“Kopi bukan minuman asli Indonesia dan kebiasaan minum kopi itu baru muncul setelah VOC yang membawa biji kopi ke Indonesia. Jadi, kebiasaan minum kopi pun baru ada sejak zaman Belanda,” tambahnya.

Sejak masuknya biji kopi di Indonesia, maka secara langsung mempengaruhi pula isi dari sajen yang berasal dari tradisi kuno tersebut. Jika semula sajen berisi tuak sebagai jenis minuman yang dipersembahkan bagi roh para leluhur, maka minuman tersebut pun diganti menjadi kopi. Alasannya karena umat Islam dilarang untuk menyajikan hal yang dilarang atau diharamkan.

“Saat zaman kuno, salah satu minuman yang dipersembahkan untuk roh para leluhur itu kan tuak. Nah, umat Islam kan dilarang untuk meminum tuak dan diharamkan, lalu minuman yang boleh disajikan sebagai gantinya ialah kopi,” tandas Agus, yang juga merupakan ketua PP Lembaga Seniman Budayawan Muslimin Indonesia (Lesbumi PBNU).