Sejak matahari bersinar hingga matahari kembali menyembunyikan cahayanya, Eva terus menjalankan kewajibannya dengan senang hati. Mulai mengurus dua jagoan kecilnya, membersihkan rumah, hingga menjalankan usahanya. Wanita berumur 33 tahun ini terus bekerja tanpa kenal kata lelah.
“Taman Ulya Green”, nama indah ini merupakan nama usaha tanaman miliknya yang terletak di Jalan Kusuma Bakti Pekanbaru. Usaha ini dirintis oleh Eva dan suaminya karena rasa cinta yang teramat dalam terhadap tanaman. Rasa cintanya terhadap tanaman inilah yang menjadi
alasan utama usaha ini bisa tetap berdiri tegak hingga saat ini.
“Saat melihat tanaman yang hidup bersama kita tumbuh dengan baik, membuat rasa putus asa, rasa terpuruk, rasa kurang bersyukur dan juga sikap lalai kita terhadap perintah Tuhan, perlahan akan terkikis dan memunculkan semangat baru untuk melakukan hal-hal baik kembali,” kata Eva dengan tersenyum.
Usaha tanaman ini menjadi cara yang dapat dilakukan oleh Eva untuk mengisi kekosongan dan juga untuk mengais rezeki lebih yang mungkin dititipkan Tuhan.
Menurut wanita yang selalu bertutur kata lembut ini, sebagai manusia kadang kita kurang bersyukur dan selalu merasa ingin lebih dan lebih di saat Tuhan sebenarnya telah mencukupkan apa yang kita butuhkan.
Eva merasa saat dia merawat tanamannya, berarti saat itu pula dia sedang berusaha untuk mensyukuri apa yang telah Tuhan berikan kepadanya.
Dalam perjalanannya, usaha yang dibangun Eva dan suami sejak bertahun silam ini tidak selalu berjalan mulus. Kegagalan, kepahitan dan juga kesedihan yang dirasakannya. Namun tidak membuatnya menyerah pada keadaan. Dia bahkan pernah terpuruk saat usahanya terancam gagal, namun dia selalu meyakinkan diri bahwa apa yang dijalaninya, semua usaha yang dilakukannya dan semua peluh yang telah menetes akan menghasilkan hal-hal baik di kemudian hari.
Dia mencoba membangun kekuatannya kembali, melakukan berbagai cara dan kemudian bersama suaminya memutuskan untuk kembali menata usaha yang telah dijalaninya dari bawah lagi.
"Ternyata hasil jerih payah tidak sia-sia karena pada tahun-tahun berikutnya usaha kami dapat kembali berjalan dengan baik dan tentunya turut mendatangkan hasil yang baik pula," sebutnya.
Meskipun Eva selalu berada di tengah tanaman, namun rasa jenuh terhadap tanaman tidak pernah menghampirinya. Rasa jenuh itu terkadang datang bukan karena dia bosan terhadap tanaman, namun ketika tubuh tegapnya mulai dihampiri rasa lelah untuk menyusun kembali ratusan pot yang di dalamnya terdapat makhluk hidup baru yang menunggu untuk dirawat.
"Saat banyak orang yang mulai mengalihkan kejenuhan dengan melakukan kegiatan bertanam, maka pada saat itu tentu akan semakin banyak manusia yang belajar untuk lebih menghargai ciptaan Tuhan yang lain. Tidak hanya sesama manusia, namun juga menghargai tanaman yang hidup berdampingan dengannya. Dengan harapan ribuan benih yang ditanam itu dapat memberikan jutaan hal baik untuk diri sendiri dan juga untuk lingkungan sekitar di kemudian hari," jelasnya.
Di akhir percakapan, Eva berpesan bahwa jika manusia memang menyayangi diri sendiri dan juga pada jiwa-jiwa yang nantinya akan melanjutkan kehidupan di bumi, maka harus menghadiahkan bumi dan alam semesta yang lebih baik.
“Pada dasarnya dunia ini akan berputar dan waktu akan terus bergerak maju. Sebagai manusia, jika memang kita menyayangi diri kita
sendiri dan juga sayang pada jiwa-jiwa yang nantinya akan melanjutkan kehidupan yang telah kita jalani pada masa ini, tentu kita ingin menghadiahkan bumi dan alam semesta yang aman, tentram, dan damai untuk mereka. Karena itulah kita perlu untuk bersikap lebih peduli
pada makhluk-makhluk yang ikut tumbuh bersama kita,” tutupnya.
Penulis | : | Nurul Annisa, Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Riau. |
Editor | : | Yusni |
Kategori | : | Gaya Hidup |