Di awal semester lalu, ada seeorang mahasiswa semester akhir yang mengulang mata kuliah di lokal saya. Mahasiswa ini punya kebiasaan yang sangat membuat saya kesal. Selalu datang terlambat, gayanya selalu terkesan “urakan”. Parahnya ketika belajar ia sering terlihat menguap, bahkan sering tidur di kelas.
Sebagai dosen pengampu mata kuliah, tadinya saya ingin memberi pelajaran untuknya. Tak akan meluluskannya dimata kuliah itu. Meski ia mengulang, dan sudah memasuki semester akhir.
Hingga suatu pagi, saya berniat singgah ke pasar Selasa untuk mencari sesuatu. Kebetulan pasar tradisional ini tak jauh dari kampus tempat saya mengajar. Sampai di pasar, tiba-tiba saya melihat sekilas mahasiswa yang tadinya saya juluki Si Raja Telat dan tidur di kelas. Ia tengah memanggul karung besar berisi sayuran. Karena penasaran, sayapun coba mengikutinya hingga ke dalam pasar.
Betapa terkejutnya saya. ketika menemukan fakta yang membuat saya begitu tergugah. Menyadarkan saya, bahwa yang terlihat kadang tak selalu seperti yang kita kira.
Ternyata sebelum berangkat kuliah, sang mahasiswa ini menyempatkan membuka lapak berjualan sayur di pasar tersebut. Baru setelah menjelang siang, ia gantian dengan adek perempuannya yang kebetulan sekolah masuk siang. Saat itulah ia kekampus mengikuti kuliah saya, menggunakan angkutan umum pula. Sampai di gerbang kampus, mahasiswa ini harus berjalan kaki menuju lokal, yang ternyata menyebabkan ia selama ini sering terlambat.
Saya pun memutuskan untuk memberikan tumpangan padanya pagi itu menuju lokal. Meski canggung dan sedikit kikuk, akhirnya ia menerima tawaran saya. Dalam kendaraan setelah saya tanyakan, barulah ia menceritakan mengapa ia selalu terlambat masuk lokal. Berjualan sayur di pasar pagi Selasa, terpaksa ia lakoni, demi memenuhi memenuhi kebutuhan hidup termasuk biaya kuliah. Semester lalu, ia terpaksa mengambil masa langkau.
Ibunya yang biasanya berjualan sayur di pasar pasca ayahnya meninggal setahun lalu, terkena stroke. Sebagai sulung, ia terpaksa mengambil alih peran itu. Menjadi tulang punggung keluarga, bagi ibunya yang sedang sakit dan tiga orang adiknya.
Subuh-subuh buta, ia harus berjubel berebutan dengan pedagang sayur lainnya. Memilih dan memilah sayur-sayur untuk dijual paginya di pasar. Dari mobil-mobil pengangkut sayuran dari Sumatera Barat.
“Kalau tak subuh-subuh dan rebutan, kita hanya kebagian sayur-sayur kualitas jelek Pak” ungkapnya.
Semester ini ia terpaksa mengulang beberapa mata kuliah, termasuk mata kuliah saya. Karena dulu ia dapat nilai jelek dari sang dosen. “Mau berhenti, rasanya sayang Pak. Saya lebih memilih untuk tidak menyerah pada nasib dan keadaan,” ujarnya.
Sejak itu, saya pun tak keberatan kalau ia datang terlambat. Adakalanya, kadang kita bisa salah dalam menilai buruk seseorang. Akan lebih bijak, jika kita mau mencari tahu fakta yang sebenarnya. Mendengar, mengerti dan merasakan yang dirasakan orang lain.
Semoga hal ini bisa menjadi pelajaran juga bagi kita semua. Begitupun dalam kehidupan sehari-hari kita. Janganlah terlalu cepat menilai dan menjustifikasi saudara-saudara kita. Karena sesuatu yang tampak dengan kasat mata, kadang tak seperti dugaan kita.
Penulis | : | Suardi (Dosen Prodi Komunikasi FDK UIN Suska Riau) |
Editor | : | Ali |
Kategori | : | Kampus |