


Banyak diantara kita yang masih mendikotomikan ilmu. Seperti halnya Ilmu dunia, ilmu akhirat. Ilmu baik dan ilmu buruk. Seperti diungkapkan Prof Dr Munzir Hitami, MA, pada dasarnya ilmu itu dari Allah. Inilah yang menjadi dasar penuntun kita, dimana ilmu itu sebenarnya nilai. Namun kadang ada juga yang memisahkan ilmu dengan nilai. Sehingga ia tercerabut tak ubahnya laksana mata pisau, tergantung siapa yang mengendalikannya.
Tahun 2015 lalu, tiba-tiba sebuah lokal di lantai dua gedung Fakultas Dakwah Komunikasi UIN Suska Riau mendadak heboh. Pasalnya, sang dosen pengampu mata kuliah Retorika saat itu, menawarkan mahasiswanya cara membobol kunci motor dalam dua menit.
Hal itu sebenarnya ternyata bukan tanpa alasan. Mengingat maraknya kasus pencurian sepeda motor yang menimpa mahasiswa UIN Suska Riau saat itu. Apalagi salah satu korbannya mahasiswa di lokal itu.
Disamping juga untuk mendudukkan terkait stigma negatif Retorika, yang menjadi diskusi saat itu.
Sontak saja, hal ini kemudian memicu munculnya kontroversi di kalangan mahasiswa kala itu. Disamping banyak yang antusias ingin tahu, ternyata ada juga yang justru tak setuju.
Alasannya, tentu Anda tau. Anggapan buruk terkait pengetahuan itu. Mana pantas seorang dosen mengajarkan pengetahuan itu di tengah forum kuliah seperti itu. Berbagai argumen pun beradu.
Padahal cara membobol kunci motor yang hendak diajarkan itu, sebenarnya lebih kepada penerapan ilmu kimia biasa. Dimana, bahan utama yang digunakan berupa bubuk zat kimia yang banyak dijual diberbagai toko bangunan dimana saja.
Bubuk zat kimia itulah yang kemudian diaduk dengan air panas. Ditaruh dalam semprotan pengharum strika atau alat semprot lainnya.
Ketika cairan itu disemprotkan ke lubang kunci apa saja, biasanya tak butuh waktu lama untuk membuka. Karena perangkat besi dan per dalam kunci itu akan rontok semua.
Kehebohan semakin menggila, ketika ada salah satu mahasiswa iseng bertanya. Apakah sang dosen pernah mempraktekkannya?? Dijawab pernah. Dua kali, dan berhasil semua.
Tapi mungkin konteksnya lah yang berbeda. Jika penjahat, kebanyakan menggunakannya untuk mencuri, tapi sang dosen mengaku menggunakannya untuk menolong tetangganya yang kehilangan kunci. Begitu juga ketika seorang bapak-bapak terpaksa meninggalkan motornya di kebun, karena kunci motor yang tadinya disimpan disaku celana, hilang tak tau kemana. Akhirnya satu-satunya cara untuk membawa motornya pulang, terpaksa dengan membobol kuncinya.
Lagi pula, ternyata setelah para mahasiswa mengetahui cara membobol kuncinya, mereka juga akhirnya juga bisa mengetahui cara mengantisipasinya.
Dari sini ternyata telah menimbulkan kesadaran pada kita, tak ada yang salah dengan ilmu pengetahuan. Melainkan, kita lah yang seringkali men-dikotomikannya. Dengan memilah antara ilmu baik dan ilmu buruk. Ilmu Agama dan Ilmu Dunia.
Padahal jika kita mau jujur, betapa banyak ilmu Agama yang disalahgunakan tak semestinya. Seperti menjual ayat-ayat suci demi kepentingan diri dan kelompoknya.
Sebaliknya, betapa banyak orang yang mendapat hidayah dari ilmu pengetahuan dunia. Bahkan dari sesuatu yang tadinya dianggap najis dan kotor, juga pekerjaan yang tadinya diangap rendah dan hina. Bahkan dari cerita salah satu teman saya yang memutuskan hijrah, bermula dari cerita seorang pelacur yang ditidurinya.
Jadi, berhentilah buru-buru menganggap sesuatu itu rendah dan hina. Buruk dan tercela. Karena siapa tahu disitu tersimpan kebaikan dan hikmah. Allah lah yang mengetahui segalanya. Allah pun tak akan sia-sia menciptakan sesuatu yang dikehendaki-Nya.
Salam Mengikat Himah; mengutip remah-remah hikmah di sekitar kita.
Penulis | : | Suardi (Dosen Tetap Prodi Komunikasi UIN Suska Riau) |
Editor | : | Ali |
Kategori | : | Kampus |























01
02
03
04
05


















