Pekanbaru (CAKAPLAH) - Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) UIN Suska Riau menyelenggarakan Open Mic Webinar Refleksi Peringatan Hari Kartini dengan tema “Perempuan dalam Perspektif Multimedimensi” secara online.
Acara ini dihadiri Ketua LPPM UIN Suska Prof Dr Lenny Nofianti, dosen, anggota DPD RI, DPRD Riau, Bawaslu Riau, mahasiswa dan masyarakat luas, di seluruh Indonesia.
Kepala PSGA Dr Mustiqowati Ummul Fithriyyah, menyampaikan bahwa acara ini sengaja digelar dalam rangka peringatan hari Kartini di UIN Suska Riau. Konsep acara sengaja dibuat open mic agar lebih luwes sehingga bisa mencurahkan pikiran bernas untuk membangun kehidupan perempuan yang lebih baik.
Ia berharap dengan adanya ruang diskusi ini bisa memberikan kontribusi bagi UIN Suska menuju universitas yang responsif gender.
Sementara itu, Anggota KPU Riau Nugroho Noto Susanto dalam presentasinya menyampaikan bahwa partisipasi perempuan dalam pemilu 2019 lebih tinggi dari laki-laki, termasuk dalam pilkada 2020 lalu, meskipun pemilih laki-laki lebih banyak dari perempuan. Namun keterwakilan perempuan justru menurun di lembaga legislatif di Riau.
Hal yang sama juga terjadi di keterwakilan perempuan di penyelengara pemilu masih lebih kecil dibandingkan dengan laki-laki.
Nugroho menilai sejatinya kehadiran atau representasi perempuan di jabatan publik akan mendirikan kebijakan yang ramah terhadap perempuan.
"Walaupun masih jauh tapi itu harus terus digelorakan agar perempuan aktif dan terlibat dalam pengambilan keputusan penting di negeri ini," ujarnya.
Sedangkan akademisi UIN Suska Sukma Erni berpendapat Kartini adalah citra seorang perempuan yang cerdas dan berani. Bukan hanya berani bicara tapi dia berani untuk berubah.
Sukma menilai saat ini banyak kebijakan yang belum responsif gender, seperti pengaturan waktu untuk rapat di lembaga legislatif yang berlangsung hingga larut malam. Menurutnya hal itu tidak responsif gender. Karena bagaimanapun perempuan tidak bisa lepas dari keluarganya, baik suami maupun anaknya.
Akademisi Unpad Benazir Bona Pratamawati menyampaikan bahwa perempuan menjadi korban perdagangan orang paling besar di Indonesia. Perdagangan orang meliputi tiga hal yakni perekrutan, penjualan, dan eksploitasi.
"Kejahatan ini tumbuh karena terjadi pergeseran budaya yang dinormalisasi sehingga banyak perekrutan dilakukan oleh keluarga korban dianggap sebagai suatu yang wajar. Misalnya ada modus uang air susu ibu dan janji akan dinikahi keluarga kemudian memberikan izin anaknya dibawa ke kota padahal aslinya dijual," katanya.
Anggota Bawaslu Riau Hasan menyinggung soal perempuan merupakan anggota yang rentan dengan politik uang. Karena mereka suka berkumpul dan sering didekati kandidat dalam pemilu. Oleh karena itu perlu edukasi politik yang baik sehingga perempuan bisa menjadi pemilih yang rasional.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Dumai Maini Asna menyoroti bagaimana maraknya kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh anggota keluarga kepada perempuan.
Menurutnya perlu pemahaman dan penguatan kepada perempuan tentang apa saja yang termasuk KDRT sehingga jika ada kejadian mereka bisa bertindak.
ST Infirohah dari Jaringan Radio Komunitas Indonesia menilai bahwa media penyiaran saat ini banyak yang membentuk budaya yang kurang baik bagi perempuan. Oleh karena itu kehadiran radio komunitas diharapkan mampu menjawab kebutuhan komunitas dan menjadi filter bagi masyarakat dalam sebuah komunitas termasuk perempuan.
Utari Nelpiandi dari Rumah Perempuan dan Anak menilai kesenjangan yang terjadi antara laki-laki dan perempuan disebabkan faktor budaya patriarki yang melembaga di seluruh sektor kehidupan. Perlu terobosan luar biasa untuk keluar dari budaya tersebut, karena terkadang perempuan menentang perubahan yang terjadi.
Hardianto Wakil Ketua DPRD Riau menilai jika kita bicara Kartini maka seharusnya nilai-nilai yang dianut oleh Kartini harus ditularkan kepada generasi kini. Seperti bagaimana rajin membaca, rajin menulis, suka berdiskusi atau berdialog. Jika nilai-nilai itu tertanam dengan baik maka perempuan akan setara dengan laki-laki karena punya pengetahuan, punya kemampuan, dan tahu mana yang baik dan tidak baik.
Penulis | : | Rilis |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Kampus |