PEKANBARU (CAKAPLAH) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Riau mengikuti kegiatan kick off kolaborasi percepatan penurunan stunting, Senin (8/8/2022) di Kantor BKKBN Riau, Jalan Terubuk. Acara dilaksanakan melalui zoom meeting dari BKKBN.
"Kegiatan ini hari ini kan kolaborasi penanganan stunting. Kembali kami sampaikan, kalau berbicara penurunan stunting kita harus menggaet semua mitra. Hari ini ibu Panglima kita sudah melakukan penandatanganan MoU, artinya keterlibatan organisasi wanita dalam penurunan stunting," ujar Kepala BKKBN Perwakilan Riau, Mardalena Wati Yulia kepada CAKAPLAH.COM, Senin (8/8/2022).
"Untuk itu dalam hal ini dilaksanakan lah kick off sebagai langkah awal dalam rangka percepatan penurunan stunting," imbuhnya
Dijelaskan Mardalena, adanya MoU antara Ketua Umum Dharma Pertiwi dengan BKKBN, maka bakal ada keterlibatan organisasi istri-istri TNI dalam penanganan stunting. Di Riau, juga akan ada aksi bersama. Salah satunya, kesediaan Dharma Pertiwi menjadi bunda asuh anak stunting.
"Kedepan kita tentu akan bergerak bersama dan melakukan aksi dalam hal ini bersama-sama dalam upaya percepatan stunting. Dan hari ini sudah dimulai dengan pemberian paket untuk anak yang beresiko stunting yang diwakili oleh Kasrem dan juga Irwasda, ada 15 paket yang diserahkan. Harapannya ini akan terus berlanjut kedepannya," sebutnya.
Kepala BKKBN, DR (HC) dr Hasto Wardoyo, Sp.OG (K) dalam sambutannya saat acara mengatakan angka stunting nasional saat ini masih sebesar 24,4 persen. Tiap tahun ada 4,8 juta ibu hamil dan melahirkan. Praktis sekitar 1,2 juta anak stunting lahir tiap tahun jika tidak berbuat apa-apa untuk mengatasinya.
"Bangsa kita saat ini menghadapi situasi dimana penduduk usia produktif jauh lebih banyak dibanding yang tidak produktif. Setiap 100 penduduk hanya menanggung kurang dari 46 yang tidak produktif. Sehingga, kalau bangsa kita mau maju dan naik pendapatannya, sekaranglah masanya," uajr Hasto.
Hal ini penting dicapai. Karena jika tidak, generasi muda yang berikutnya harus mampu menanggung beban besar jika Indonesia sudah masuk the ageing population atau era penduduk berusia tua nanti.
Karenanya, upaya menurunkan kasus stunting memang perlu dilakukan jika ingin memajukan bangsa. Apalagi, stunting memang merugikan bagi sumber daya manusia. Karena anak stunting ini ada tiga cirinya. Yaitu anak stunting pasti pendek sehingga tidak bisa jadi TNI, Polri dan lain sebagainya.
"Tapi pendek belum tentu stunting," tutur Hasto meluruskan.
Lalu, kemampuan intelektual anak stunting rendah. Dengan demikian, kemampuan akademik anak stunting tentu tidak optimal. Kerugian ketiga, belum masuk hari tua, anak stunting biasanya sudah mengalami banyak permasalahan akibat central obesity atau gemuk di bagian tengah tubuh. Ini membuat mereka makin mudah terkena obesitas, sakit jantung dan diabetes.
Hasto juga membeberkan ada beberapa hal yang menyebabkan stunting. Yaitu, kurang mendapatkan makanan bergizi. Khususnya protein hewani. "Sekecil apapun protein hewani ini sangat penting," tuturnya.
Penyebab kedua adalah suboptimal health. Penyebab ketiga adalah suboptimal parenting. Karenanya BKKBN berkolaborasi dengan banyak pihak. Baik dengan Polri, TNI maupun sektor swasta dalam melaksanakan program bapak asuh anak stunting.
"Peran TNI dan Polri maupun tokoh masyarakat sangat strategis dalam percepatan penurunan stunting ini," tutur Hasto.
Panglima TNI, Jenderal Andika Perkasa menegaskan siap mendukung upaya penurunan kasus stunting.
"TNI punya anggaran bakti sosial yang sebagian besar akan kita alihkan untuk penuruan stunting," pungkasnya.
Penulis | : | Unik Susanti |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Serantau |