PEKANBARU (CAKAPLAH) - Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPRD Riau Markarius Anwar menyebut sudah ada keluarga di Riau yang makan hanya satu kali sehari. Kondisi itu akibat dampak kebijakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
Begitu disampaikan Markarius saat menjadi narasumber pada Focus Group Discusion (FGD) yang ditaja oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Akbar Riau, Senin (12/9/2022).
Ia menyebut, dampak kenaikkan BBM ini ia saksikan langsung di tengah-tengah masyarakat. Markarius menceritakan beberapa pekan yang lalu ia ditelpon oleh tim di Dapilnya, mengabarkan di pinggiran Sungai Siak ada beberapa keluarga yang sudah dua hari tidak punya beras untuk dimakan, terpaksa makan ubi seadanya.
“Banyak juga keluarga yang saya temui cuma mampu makan satu kali sehari. Karena gaji kepala keluarga dari perusahaan tidak naik. Sementara pengeluaran rumah tangga untuk membeli bahan pokok naik akibat dampak kenaikkan BBM, sehingga gajinya tidak mencukupi kebutuhan keluarga," ungkap Markarius.
Ia mengaku, kejadian seperti ini baru Ia temui di periode ini. Sebelumnya ia tidak pernah temukan. "Sangat terasa dampak kenaikkan BBM ini, ekonomi masyarakat semakin sulit, yang sebenarnya itu adalah tanggung jawab pemerintah,” kata dia.
Melihat kondisi di lapangan tersebut, Markarius mengaku langsung ambil inisiatif membuat program Sembako Darurat khusus di Dapilnya. Memang,kata dia, bantuan tidak banyak, tapi sedikit mengurangi beban.
"Ibarat gunung es, yang terlihat sedikit, tapi sesungguhnya masih banyak lagi masyarakat yang mengalami nasib serupa. Semoga pemerintah bisa segera mengentaskan permasalahan ini,” lanjutnya.
Markarius Anwar juga menyampaikan bahwa sikap PKS jelas, satu-satunya partai yang tegas menolak kenaikkan BBM bersubsidi. “Sikap PKS ini bukan tiba-tiba, tapi saat wacana kenaikkan saja sudah kami tolak, bahkan saat era Presiden SBY PKS juga menolak, walau saat itu tergabung dalam kabinet,” kata Ketua Komisi III DPRD Riau tersebut.
Kata dia, banyak faktor yang menjadi pertimbangan mengapa Partai PKS menolak kenaikkan harga BBM. Diantaranya ialah, saat ini harga minyak dunia turun, tapi pemerintah malah menaikkan harga BBM.
Kemudian, secara umum tingkat kemiskinan masyarakat masih tinggi, inflasi dari tahun ke tahun luar biasa naiknya, dan salah satu yang memicu inflasi adalah naiknya harga BBM. Hasil kajian PKS, kata dia, setiap Rp1.000 rupiah kenaikkan BBM maka akan terjadi inflasi sebesar 1,3 persen.
"Misal, sebelumnya dexlite harganya Rp9.500 hari ini naik sampai Rp17.900, kenaikkannya hampir Rp10.000, berarti ada 13 persen ancaman kenaikkan inflasi tahun ini. Itu satu contoh saja yang kita hitung dari BBM non subsidi, kalau kita hitung lagi dari yang subsidi berapa persen lagi kenaikkannya,” jelasnya.
Apalagi, lanjut dia, dua tahun rakyat terpukul pandemi, ekonomi mereka tertatih-tatih untuk bangkit kembali. Beberapa waktu yang lalu, rakyat terpukul akibat kenaikan harga minyak goreng. Belum selesai harga minyak goreng melonjak, harga telur ikut meroket. Rumah tangga di seluruh Indonesia akan semakin sulit jika harga BBM bersubsidi naik. Kalau BBM bersubsidi ikut naik, harga secara keseluruhan akan naik secara signifikan. Sangat mungkin akan terjadi efek domino di sektor lainnya.
“Dari itu, PKS memandang, kebijakan menaikkan BBM hari ini tidak tepat dilakukan. kemandirian ekonomi masyarakat belum stabil, sehingga efeknya terlalu besar,” kata Markarius.
Penulis | : | Delvi Adri |
Editor | : | Yusni |
Kategori | : | Serantau |