SIAK (CAKAPLAH) - Pusat penelitian kehutanan internasional (CIFOR-Center for International Forestry Research) bersama Pusat Studi Bencana (PSB) Universitas Riau (UR) dan Sedagho Siak memaparkan hasil riset aksi partisipatif yang dilakukan setahun belakangan di dua kampung yang ada di Kecamatan Sungai Apit dalam mencegah Karhutla serta merestorasi gambut kepada Pemkab Siak di Sekretariat Siak Hijau, Kantor Bappeda Siak, Selasa (29/11/2022).
Dua Kampung yang menjadi fokus arena aksi yaitu Kampung Kayu Ara Permai dan Kampung Penyengat, sebab di sana bekas daerah penyumbang titik api terbesar di Siak.
Projek Leader Tim Peneliti CIFOR, Prof Dr Harry Purnomo mengatakan CIFOR telah bekerjasama dengan PSB UR sejak tahun 2018 dengan dukungan dari Temasek Foundation Singapura dan Singapore Cooperation Enterprise (SCE) dan. Pihaknya bersama mitra sejak 2021 secara intens melakukan riset aksi partisipatif melalui pendekatan langsung ke masyarakat, mengembangkan dan menguji praktik pembuka lahan tanpa membakar.
"Kelompok masyarakat difasilitasi untuk pembangunan sekat kanal, pembuatan embung, pengembangan kebun bibit dan penanaman komoditi yang bernilai ekonomis. Dan kita memang konsennya lebih kepada sosiopolitik terhadap perubahan prilaku masyarakat," cakap Harry dalam diskusi yang bertema "Mengapa Masyarakat Penting dalam Pencegahan Kebakaran dan Restorasi Lahan Gambut: Menuju FOLU Net Sink 2030 dan Pemulihan Ekonomi Pasca Covid-19" di Sekretariat Siak Hijau.
Peneliti Senior CIFOR ini menegaskan bahwa pihaknya bukanlah penyuluh untuk menentukan tanaman apa yang baik ditanam selain sawit. Namun solusi didiskusikan bersama-sama apa yang bagus untuk perubahan iklim.
Sementara itu, Koordinator PSB UR, Sigit Sutikno menyampaikan pihaknya dengan CIFOR sudah lama berkegiatan bersama. Sebelumnya di Kabupaten Bengkalis dalam kebakaran lahan berbasis masyarakat.
"Untuk di Siak, Kampung Kayu Ara Permai dan Penyengat kebakarannya sama dengan daerah di Riau lainnya. Tahun 2016 turun drastis, 2019 pada pulau-pulau yang banyak terbakar karena kanal cepat kering. Kampung Penyengat lebih rawan karena gambut dalam 12 meter belum ketemu tanah, dan Kayu Ara Permai 6 meter," ungkapnya.
Anggota PSB UR, Ahmad Muhammad, menambahkan dua kampung ini berdasarkan keputusan bersama setelah dikaji beberapa aspek. Dari arealnya 12 kandidat di Siak sampai akhirnya mengerucut pada dua kampung ini.
"Kesamaannya harus gambut, bekas kebakaran dan persamaan 'Landscape' budidaya Nanas. Selain itu kita juga ingin mencakup suku Anak rawa dan melayu di sana," sebutnya.
Sementata itu, Kepala Badan Perencanan Pembangunan Daerah (Bappeda) Siak, M Yunus yang juga menjabat Sekretarias Siak hijau menyampaikan Pemkab Siak berkomitmen dalam pelestarian lingkungan yang berkelanjutan. Program Siak Hijau lahir sejak 2017 masa kepemimpinan Bupati Siak, Syamsuar sebagai langkah konkrit menjaga lingkungan termasuk antisipasi Karhutla.
Awalnya Siak Hijau dipatenkan melalui Peraturan Bupati (Perbup) tentang bagaimana menjadikan Siak lestari dan bebas api, kemudian setelah penyusunan draf bersama pemangku kepentingan jadilah Perda Siak Hijau sehingga lebih menguatkan regulasinya.
"Kita tahu secara geografis wilayah kabupaten Siak lebih dari 50 persen adalah gambut, maka itu Siak konsen menjaga gambut secara berkelanjutan. Dengan melibatkan berbagai unsur dari pemerintah, NGO dan tokoh-tokoh masyarakat," katanya.
Penulis | : | Wahyu |
Editor | : | Yusni |
Kategori | : | Serantau |