

BANGKINANG (CAKAPLAH) - Upaya penurunan prevalensi stunting bukan hanya persoalan penambahan gizi, perbaikan sanitasi, tetapi yang sangat penting bagaimana mengubah perilaku dan kebiasaan masyarakat. Perilaku dan kebiasaan masyarakat hendaknya agar mereka bisa berperilaku hidup sehat.
Hal itu disampaikan Sekretaris Tim Percepatan Penurunan Stunting Provinsi Riau Hj Fariza pada kegiatan Lokakarya Konsultasi Dokumen Strategi Komunikasi Perubahan Perilaku untuk Percepatan Penurunan Stunting dan Regulasi Pendukungnya di Kabupaten Kampar yang digelar di ruang rapat kantor Bupati Kampar, Selasa (22/8/2023).
Kegiatan ini dihadiri Ketua Tim TPPS Kabupaten Kampar yang diwakili Sekretaris TPPS Kabupaten Kampar Edi Afrizal, perwakilan Tanoto Foundation, perwakilan Yayasan Cipta Lora Egaratri, perwakilan manajemen PT RAPP, sejumlah perwakilan organisasi perangkat daerah (OPD) terkait, perwakilan organisasi vertikal dan dari beberapa perwakilan organisasi.
Fariza yang juga menjabat Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk Dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi Riau itu mengatakan, penurunan prevalensi stunting di Provinsi Riau cukup signifikan, dari 23 persen hingga sekarang menjadi 17 persen saat ini. Penurunan ini tak terlepas dari kerjasama pemerintah kabupaten/kota. “Kita harus optimis untuk 2024 kita menurunkan menjadi 14 persen, karena Kampar ingin zero. Apalagi Ketua TP PKK sangat semangat,” beber Fariza.
Ia juga mengungkapkan keheranannya karena masih ada beberapa desa di Kabupaten Kampar yang statusnya masih lokus stunting meskipun desa ini sejak tahun 2019 sudah ditetapkan sebagai lokus stunting. Seperti Desa Bangun Sari, Kecamatan Kampar Kiri Hilir dan Desa Bukit Betung, Kecamatan Kampar Kiri Hulu.
“Sejak 2019, sampai sekarang Desa Bangun Sari masih masuk lokus. Di situ saja sederhana kita lihat masih belum keluar. Itu salah satu cara keberhasilan bapak ibu dilihat. Ini menjadi suatu persoalan,” bebernya.
Ia menyarankan agar TPPS melakukan intervensi dan pemetaan terhadap desa lokus stunting. “Berapa anak yang terpapar stunting, berapa orang tua berisiko stunting dan lain sebagainya,” ulasnya.
Fariza dalam kesempatan ini juga mengapresiasi Kabupaten Kampar karena dari 12 kabupaten/kota, Kampar telah punya strategi komunikasi (strakom) karena strakom merupakan panduan penanganan stunting dengan cara merubah pola perilaku masyarakat. “Strakom harus dibuat detail dan menjangkau seluruh desa/kelurahan,” pungkasnya.
Sekretaris TPPS Kabupaten Kampar Edi Afrizal menyampaikan, penurunan stunting adalah salah satu program prioritas pemerintah. Ia mengungkapkan, angka prevalansi stunting di Kabupaten Kampar turun sangat drastis sekali dari 25,7 jadi 14,5 persen. Capaian ini tak terlepas dari kolaborasi dari berbagai pihak.
Dalam rangka perubahan perilaku dalam percepatan penurunan stunting , Pemkab Kampar telah melakukan kerjasama dengan berbagai pihak termasuk dengan Tanoto Foundation, Yayasan Cipta dan perusahaan. Beberapa kegiatan telah dilakukan, diantara lokakarya, pra rembuk dan perumusan Peraturan Bupati dan penyusunan Strategi Komunikasi Perubahan Perilaku Dalam Percepatan Penurunan Stunting (SKPP).
Kepala Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPKBP3A) Kabupaten Kampar ini berharap SKPP dan Perbup bisa segera rampung sehingga pada tahun 2024 SKPP dan Perbup bisa menjadi pedoman dalam percepatan stunting.
Edi mengungkapkan, saat ini ada 662 anak terpapar stunting di Kabupaten Kampar dan sebanyak 300 anak ditangani oleh Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Kabupaten Kampar. “Tinggal 300 anak sensitif yang perlu ditangani, mudah-mudahan pihak perusahaan bisa ikut menangani,” cakap Edi.
Penulis | : | Akhir Yani |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Serantau |






















01
02
03
04
05




