ROHUL (CAKAPLAH) - Aliansi Masyarakat Adat (AMA) Melayu Riau mengapresiasi putusan Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang menjatuhkan vonis 12 tahun penjara kepada mantan Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Riau, Muhammad Syahrir.
Meski demikian, AMA Riau meminta pengusutan kasus tersebut tidak berhenti pada M. Syahril selaku penerima suap, melainkan juga harus menjerat korporasi pemberi suap yang terungkap jelas dalam persidangan.
Ketua AMA Riau, Heri Ismanto, menyebutkan bahwa berdasarkan fakta persidangan suap dan TPPU terdakwa Eks Kanwil BPN Riau, terungkap bahwa perkara tersebut erat kaitannya dengan pengaruh Jabatan Kanwil ATR BPN Riau dalam penerbitan dan perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) sejumlah perusahaan perkebunan sawit di Riau.
Beberapa korporasi yang disebut-sebut dalam persidangan memberi suap untuk proses penerbitan dan perpanjangan HGU tersebut antara lain PT Adimulia Agrolestari, PT Eka Dura Indonesia, PT Sekarbumi, PT Riau Agung Karya Abadi, dan Grup First Resource seperti PT Perdana Inti Sawit Perkasa, PT Surya Intisari Raya, PT Meridan Sejati Surya Plantation.
"Sejumlah perusahaan yang disebut memberikan suap pada eks Kanwil ATR BPN Riau tersebut permohonan perpanjangan HGU-nya bahkan sudah diteruskan ke Kementerian ATR/BPN, salah satunya PT Surya Intisari Raya (PT SIR), yang menjadi salah satu fokus investigasi AMA Riau," jelas Heri.
Dikatakan Heri, proses perpanjangan HGU PT SIR terkesan "kilat" dan dinilai janggal, patut diduga erat kaitannya dengan pemberian suap kepada Eks Kanwil ATR BPN Riau seperti yang terungkap dalam persidangan.
Indikasi itu juga tak lepas dari banyaknya kejanggalan dalam proses perpanjangan HGU PT SIR, seperti ketidaktransparan Kanwil ATR BPN Riau selaku Ketua Panitia B dan pemerintah daerah selaku anggota Panitia B dalam mensosialisasikan dan memvalidasi syarat pemenuhan hak kebun plasma 20 persen, hingga data CPP yang diduga diakali dan sarat manipulasi data.
“Dari 500 lebih kepala keluarga di Kelurahan Tebing Tinggi Okura, ada 432 kepala keluarga (KK) yang sudah menyerahkan keberatan dan pernyataan tidak pernah menerima hak 20 persen kemitraan plasma dari PT SIR tersebut,” tegas Heri.
Namun anehnya, lanjut Heri, saat Audiensi AMA Riau dan Masyarakat Okura dengan ATR BPN Riau beberapa waktu lalu, salah seorang pejabat ATR BPN Riau bahkan "pasang badan" menyatakan syarat kebun plasma 20 persen untuk Masyarakat Okura itu sudah terpenuhi, sehingga Kanwil ATR BPN Riau memproses perpanjangan HGU PT SIR ke Kementrian ATR BPN Pusat.
“Masih ada penolakan warga, ditambah lagi ada dugaan PT SIR ini menggarap lahan melebihi luasan HGU-nya, tapi kok dibuat seakan-akan tidak ada masalah dan diterima masyarakat. Ketika kami meminta data CPP penerima 20 persen itu ke Kanwil ATR BPN Riau waktu itu mereka tidak mau memberikan dan berdalih itu bukan kewenangan mereka. Ini tidak logis, katanya sudah terpenuhi, tapi 98 persen masyarakat Okura mengaku belum mendapatkan, jangan-jangan nama di CPP itu fiktif?" cakap Heri.
Menurut Heri, pengusutan tuntas skandal suap penerbitan dan perpanjangan HGU ini penting dilakukan untuk membongkar "kotak Pandora" kejahatan pertanahan yang terstruktur dengan melibatkan oknum-oknum lembaga negara hingga pemerintah daerah sehingga menyebabkan hak-hak masyarakat adat mendapatkan kesejahteraan dari perusahaan menjadi dikorbankan.
“Ingat, proses perpanjangan HGU itu tidak hanya melibatkan ATR BPN, namun juga pemerintah daerah mulai dari tingkat terbawah (lurah) hingga kepala daerah. Kami menduga manipulasi data CPP itu dilakukan secara sistematis dan kami minta agar KPK mengusut tuntas siapa-siapa saja yang terlibat dalam mafia pertanahan ini,” tutup Heri.
Penulis | : | Ari |
Editor | : | Yusni |
Kategori | : | Serantau |