SIAK (CAKAPLAH) - Managemen PT Kimia Tirta Utama (KTU) angkat bicara soal tudingan bahwa perusahaan tak penuhi janji dan mengabaikan kepentingan masyarakat di Kecamatan Koto Gasib, Kabupaten Siak, Riau.
Community Development Area Manager PT KTU wilayah Riau, Dede Putra Kurniawan menegaskan sejak awal beroperasi, kehadiran perusahaan perkebunan kelapa sawit ini tidak semata mengejar keuntungan, tapi juga ingin memberi dampak bagi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat. Perusahaan ingin masyarakat ikut tumbuh dan berkembang dengan cara memberi perhatian dan peduli pada lingkungan sekitar.
"Itu sebabnya kami bekerjasama dengan masyarakat maupun pemerintah," kata Dede dalam keterangan persnya, Kamis (26/10/2023).
Pernyataan tersebut disampaikan Dede untuk menjawab unjuk rasa yang mengatasnamakan kelompok pecahan 117 KK. Mereka menuding perusahaan belum memenuhi janji berupa ganti rugi lahan. Tudingan itu disampaikan saat aksi unjuk rasa yang diikuti puluhan orang, Kamis (26/10/2023).
"Secara konseptual, tidak mungkin hal yang dituduhkan itu dilakukan PT KTU," kata Dede.
Lanjutnya, perusahaan memiliki semangat membangun, PT KTU juga sudah berulangkali menegaskan bahwa urusan perusahaan dengan orang-orang yang menyebut sebagai kelompok pecahan 117 KK sudah ditunaikan sejak dulu.
Kewajiban perusahaan terkait lahan yang diklaim masyarakat yang menyebut diri sebagai pecahan kelompok 117 KK sebenarnya sudah tuntas. Dede menyebut perusahaan sudah menunaikan kesepakatan dengan memberikan hak-hak masyarakat.
Kesepakatan tersebut, kata Dede, telah dituangkan ke dalam akta notaris Neni Sanitra SH, berbentuk dokumen yang ditandatangani 7 April 2010 berjudul Akta Pelepasan Hak. Di dalamnya disepakati bahwa 117 KK melepaskan hak dan menerima ganti rugi. Menurut Dede, kesepatan tersebut menegaskan juga bahwa dikemudian hari 117 KK tidak bisa menuntut atau menggugat kembali hak yang telah dilepaskan.
Terkait dengan kerja sama PT KTU dan Koperasi Produsen Sentra Madani, perusahaan mengaku heran. Terutama mengapa kelompok 117 KK menghubung-hubungkan klaim mereka dengan keberadaan lembaga tersebut. Yang jelas, menurutnya, sebelum sertifikat HGU PT KTU dan sertifikat Produsen Sentra Madani terbit pada 2020, ada proses pengecekan lapangan melalui Panitia B. Selain itu, pada 2019 juga ada pernyataan bahwa tanah tidak bersengketa dari Penghulu (Kepala Desa) setempat.
"Proses penerbitan itu membutuhkan waktu yang lama dan tidak ada gugatan dari pihak masyarakat. Kenapa di 2023 ini baru muncul klaim lahan seluas 80 ha. Jadi kami rasa masalah kelompok 117 KK itu sudah selesai," kata Dede.
Penulis | : | Wahyu |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Serantau |