

PEKANBARU (CAKAPLAH) - Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Panel Barus, meyakinkan petani kelapa sawit kalau pasangan capres dan cawapres yang mereka usung pada Pemilihan Presiden 2024 mendatang peduli terhadap sektor kelapa sawit. Terlebih lagi Riau memiliki 4,1 juta hektare perkebunan sawit terluas di negeri ini.
Hal tersebut disampaikan Panel Barus saat melakukan pertemuan dengan Ketua Umum DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Dr Gulat Medali Emas Manurung, beberapa waktu lalu.
"Saya pastikan pak Prabowo-Gibran memiliki concern terhadap petani sawit. Karena ini yang akan mendorong Indonesia menjadi lebih maju. Tidak hanya karena pendapatan yang diterima negara.Tetapi juga di situ ada nasib para petani sawit," kata Panel Barus saat bertemu dengan Ketum DPP Apkasindo Dr Gulat ME Manurung di Pekanbaru.
Lebih jauh calon anggota DPR RI dari Partai Golkar untuk Riau 1 ini menjelaskan, efek multiplier dari perkebunan sawit sangat bisa dirasakan ketika nilai jual Tandan Buah Segar (TBS) sawit turun terhadap sektor jasa dan perdagangan lainnya. Berbeda ketika penjualan TBS naik, ikut menjadi lokomotif putaran uang.
Tidak dipungkiri, Riau telah mengalami dua hal permasalahan tersebut. Karena itu menurut pasangan Prabowo-Gibran berjanji memberikan perhatian terhadap keberlangsungan nasib petani dan nilai komoditas menjadi lebih baik lagi.
"Karena sektor ini sangat strategis dalam segala hal. Karena menjadi lokomotof perekonomian, Prabowo-Gibran memperjuangkan nasib petani sawit. Kita tahu multiplier efek sawit yang sangat berdampak pada perekonomian," ungkapnya.
Sementara itu, Ketua Umum DPP Apkasindo Dr Gulat Medali Emas Manurung mengatakan di Indonesia ada sebanyak 17 juta petani sawit. "Jika jumlah itu dikali tiga maka jumlahnya sama dengan provinsi Jawa Timur dan Jawa Barat. Makanya kami meminta calon presiden dalam konteks ini Prabowo-Gibran melihat sawit itu lebih jauh ke dalam,"ujarnya.
Gulat mengatakan sawit itu multiplier efek kuat karena ada petani sawit. Berbeda dengan batu bara yang umumnya dikuasai korporasi. "Tapi sawit mulai satu hektare sampai luasan lebih banyak di situ ada petani sawit sebagai penggerak ekonomi. Khusus di Riau 4,1 juta hektare, 68 persen petani sawit," jelasnya.
Gulat sendiri sempat mengulas bagaimana Presiden Joko Widodo selama ini sudah memaksakan pendirian bursa sawit, sebagai acuan harga. Menurutnya ini salah satu bentuk keberpihakan yang mesti diestapetkan oleh pemimpin negara ini nantinya.
Gulat juga memuji Pemerintah Provinsi Riau yang telah mengeluarkan Peraturan Gubernur (Pergub) Riau atas penentuan harga. Dampaknya bisa dirasakan karena nilai jual TBS sawit di Riau lebih tinggi dibandingkan daerah lain di Indonesia.***
Penulis | : | Satria Yonela Putra |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Serantau |






















01
02
03
04
05




