(CAKAPLAH) - Kita salut dengan penyanyi papan atas Indonesia, Krisdayanti, yang buka-bukaan soal gaji dan tunjangan setiap bulan sebagai anggota DPR RI. Dimana beliau membeberkan total gaji, tunjangan, dan dana reses yang diterimanya selaku anggota Dewan mencapai ratusan juta rupiah bahkan miliaran dalam satu tahun.
Kridayanti berani membuka pendapatannya, dimana setiap tangal 1 dirinya mendapatkan Rp16 juta. Kemudian setiap tanggal 5 menerima Rp 59 juta. Krisdayanti juga mengungkapkan perihal dana aspirasi, dimana ia menerima sebesar Rp450 juta untuk 5 kali kegiatan dalam satu tahun.
Tak sampai di situ, beliau juga mengaku menerima uang untuk kunjungan ke daerah pemilihan (dapil), yang dilakukan saat masa reses. Uang kunjungan ke dapil ini berjumlah Rp 140 juta yang diterimanya 8 kali setiap tahun.
Salut saya dengan pernyataan Krisdayanti itu. Selama ini tabu bagi orang yang mau membuka penghasilannya, apalagi bagi seorang wakil rakyat yang berani jujur. Berani jujur itu hebat.
Nah, seharusnya sikap KD ini menjadi contoh bagi para pejabat negara lainnya. Kita berharap juga dari presiden sampai camat pun, wakil rakyat dari DPR RI sampai DPRD Kabupaten berani jika ada misalnya yang bertanya terkait penghasilannya.
Bagaimanapun rakyat butuh tahu berapa gaji para pejabat negara. Transparansi dengan rakyat adalah hal yang perlu dilakukan agar rakyat percaya pejabat. Berani jujur hebat.
Makanya rakyat juga kadang merasa heran sudah begitu besar gaji diterima dewan dll masih juga ada yamg korupsi, apa tidak cukup penghasilan yang diterima itu. Harusnya kita sadar itu semua berasal dari pajak pajak rakyat.
Bahkan untuk dewan sendiri banyak juga setelah jadi tak pernah lagi kembali ke masyarakatnya. Baik itu reses maupun kunjungan ke dapil. Tapi nanti mau Pemilu baru nampak kembali balik ke daerahnya, bahkan pura pura sibuk memperjuangkan aspirasi rakyat.
Apa yang disampaikan Krisdayanti itu juga pejabat lainnya mudah - mudahan tercatat di Laporan harta kekayaan pejabat negara (LHKPN) ke KPK. Perlu diingat juga, negara kita ini sudah banyak utang untuk menjalankan kegiatan, jangan sampai duit itu terbuang percuma tidak digunakan sesuai fungsinya seperti reses dan lainnya.
Coba bayangkan, satu orang DPR RI hampir menerima anggaran karena fungsinya Rp2 miliar lebih satu tahun, jika dikalikan hampir 500 anggota DPR RI, belum lagi di dewan provinsi dan kabupaten/ kota.
Belum lagi anggaran yang dititip dalam kegiatan di APBN, kalau di DPRD provinsi, kabupaten/kota namanya Pokir atau pokok pikiran yaitu anggaran aspirasi untuk dapil dari hasil aspirasi yang dititip di OPD dalam APBD.
Ini baru di legislator saja, belum lagi di instansi lainnya, berapa beban biaya negara untuk itu tapi fungsinya selama ini tak juga jalan di masyarakat. Wajar juga kalau kita lihat laporan di media tentang LHKPN pejabat di masa pandemi covid-19 hampir 70 persen naik.
Sementara, kita tahu ekonomi rata - rata masyarakat di masa pandemi hancur, bahkan ada yang bangkrut, juga di PHK, maka dari itu, mari berubah, jujur itu hebat, korupsi dengan penghasilan yang begitu besar itu dosa dan tidak sesuai ketentuan & budaya kita.***
Penulis | : | Zulkarnain Kadir, Pensiunan ASN |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Serantau |