(CAKAPLAH) - Pasca alih kelola Blok Rokan tanggal 9 Agustus 2021 dari PT Chevron Pasific Indonesia kepada PT Pertamina (Persero) melalui Pertamina Hulu Rokan (PHR) sudah dua kali terjadi kekurangan atau “Kelangkaan BBM” di Wilayah Riau, bahkan sejumlah daerah di seluruh Indonesia.
Pertama, Pada Bulan Oktober 2021, kekurangan atau “kelangkaan BBM” terjadi akibat peningkatan konsumsi BBM di Pekanbaru sejak diturunkannya PPKM level 4 menjadi level 2, sehingga meningkatkan aktivitas perekonomian masyarakat. Menurut Manager Communication, Relations & CSR Regional Sumbagut PT Pertamina Patra Niaga, Taufikurachman mengatakan, "Tidak ada kelangkaan, kami tetap menyalurkan BBM sesuai kebutuhan masyarakat Riau. Produk apa yang kehabisan mungkin masih dalam pengiriman ke SPBU tersebut. Salah satu penyebab peningkatan konsumsi BBM di Pekanbaru sejak diturunkannya PPKM level 4 menjadi level 2 beberapa waktu lalu, animo masyarakat untuk berpergian bertambah (detikcom, Selasa 12/10/2021).
Kedua, Pada awal Maret 2022, penyebab utama dari kekurangan atau “kelangkaan BBM” adalah dipotongnya kuota BBM (Bio Solar) untuk Riau berkurang hingga 9 persen oleh BPH Migas. Menurut Section Head Communication dan Relation PT. Pertamina Patra Niaga Regional Sumbagut Agustiawan mengatakan, "Untuk kuota Solar tahun 2022 adalah 794.787 kiloliter. Sedangkan realisasi 2021 sekitar 824 ribu kiloliter. Kuota tahun ini lebih kecil 4 persen dibandingkan realisasi 2021. Plus ditambahkan rata-rata growth biosolar pertahun 3-5 persen. Jadi kuota berkurang 7-9 persen," (Cakaplah.com, Sabtu 26/2/2022).
Apapun alasannya, PT Pertamina (Persero) dan subholdingnya harus bersyukur dan berterima kasih kepada masyarakat Riau, bahwa masyarakat Riau dengan tulus hati memberikan hadiah Blok Rokan melalui Pemerintah pada tanggal 31 Juli 2018 dengan menetapkan PT Pertamina (Persero) sebagai pengelola Blok Rokan dari tahun 2021 sampai 2041. Dimana, tanggal 6 Agustus 2018 diterbitkan Surat Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1923K/10/MEM/2018 tentang Persetujuan Pengelolaan Penetapan Bentuk dan Ketentuan-Ketentuan Pokok (Term and Conditions) Kontrak Kerja Sama Pada Wilayah Kerja Rokan.
Blok Rokan
Pada hari ulang tahun Provinsi Riau ke 64, masyarakat Riau memberikan kado terindah kepada PT. Pertamina (Persero) c.q PT. Pertamina Hulu Rokan (PHR) berupa lapangan migas, yaitu Blok Rokan. Blok Rokan adalah salah satu blok migas terbesar di Indonesia dengan luas wilayah kerja 6.629,0 Km² terletak pada 7 kabupaten dan 2 kota di Riau, yaitu 5 kabupaten yang memiliki pelamparan reservoir (Oil Field), antara lain Kabupaten Siak, Bengkalis, Rokan Hilir, Rokan Hulu, dan Kampar serta 2 kota sebagai daerah penunjang migas, yakni Kota Dumai (Shiiping Line) dan Kota Pekanbaru (Main Office and control).
Blok Rokan memiliki 109 lapangan yang terdiri dari 96 lapangan primary, 11 lapangan secondary dan 1 lapangan tertiary recovery serta 24 lapangan tidak beroperasi. Dimana lapangan giant (besar) terdapat di Minas, Duri, Kota Batak, Bekasap dan Bangko, dengan potensi cadangan awal Oil Original In Place (OOIP) Blok Rokan sekitar 27,3 miliar barrel. Sejak diproduksi pertama tanggal 20 Mei 1952 hingga 08 Agustus 2021 total produksi minyak di Blok Rokan sudah mencapai ±11,75 miliar barel. Pada saat ini cadangan sisa diprakirakan lebih kurang 500 juta hingga 1,5 miliar barrel oil equivalent (BOE).
Dalam catatan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan nilai Barang Milik Negara (BMN) Hulu Migas Blok Rokan sebesar Rp 97,78 triliun atau setara dengan 20 persen dari total nilai BMN Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) Nasional yaitu Rp 497,62 triliun (berdasarkan LKKP 2019). Secara rinci, besaran nilai aset Blok Rokan berupa harta benda modal senilai Rp96,08 triliun, material persediaan senilai Rp1,6 triliun, tanah senilai Rp 71,74 miliar dan harta benda inventaris senilai Rp15,94 miliar.
Besarnya sisa cadangan migas dan nilai aset BMN pada Blok Rokan yang dikelola oleh PHR tersebut harus bermanfaat untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat Indonesia, terlebih khusus rakyat Riau dimana tempat keberadaan Blok Rokan. Sewajarnya, bila masyarakat Riau merasakan nikmatnya sebagai daerah penghasil minyak, yaitu BBM banyak, tersedia di SPBU dengan layak seperti itulah harapan yang tersirat dalam makna tunjuk ajar Melayu.
Pada tahun 2022 ini, pragnosa lifting minyak Blok Rokan dalam Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor : 208 K/82/MEM/2021 tanggal: 22 Oktober 2021 Tentang Penetapan Daerah Penghasil dan Dasar Penghitungan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Minyak Dan Gas Bumi Untuk Tahun 2022, ditetapkan sebesar 65,75 juta barel atau 86,8% dari pragnosa total lifting minyak Riau tahun 2022 sebesar 75,78 juta barel dan blok migas lainya sebesar 10,03 juta barel. Padahal konsumsi BBM Jenis Bahan Bakar Tentu (Biosolar) di Provinsi Riau tahun 2021 hanya sebesar 8% dari target lifting minyak Blok Rokan tahun 2022. Sementara itu, PHR juga harus memastikan dan mengawasi seluruh mitra atau subkontraktor yang terlibat dalam aktifitas pengelolaan Blok Rokan tidak menggunakan Biosolar.
Apabila komunikasi dan koordinasi diinternal korporat PT. Pertamina (Persero) antara Upstream Subholding dengan Commercial and Trading Subholding terjalin harmonis dan baik, maka kekurangan atau “kelangkaan BBM” di Wilayah Riau mungkin tidak akan terjadi. Kejadian ini merupakan aib yang “memalukan” bagi segenap perwira Pertamina, sebagai perwujudan rasa terima kasih kepada seluruh masyarakat Riau. Wakil Ketua DPRD Riau Hardianto mengatakan, bahwa “Pertamina harus menjadi penanggung jawab terkait hal yang terjadi di lapangan. Kita berharap, Pertamina bisa segera mengclearkan, kalau soal produksi, atau kendalanya didistribusi, Pertamina juga yang bisa selesaikan dari hilir dan hulu. Kan tak lucu, Riau ini salah satu penghasil minyak terbesar, masa warga Riau pula yang kesusahan mencari BBM," (cakaplah.com, 12/10/2021). Perlu diingat, kepentingan bisnis PT. Pertamina (Persero) di Riau meliputi pada kegiatan hulu migas atau Upstream Subholding antara lain Blok Rokan, Blok Siak, Blok Kampar dan Blok Lirik. Sedangkan pada kegiatan hilir migas seperti Refining and Petrochemical Subholding (Refinery Unit II Dumai) dan Gas Subholding antara lain transmisi gas (dari perbatasan Jambi sampai ke Dumai) dan minyak bumi (pipa migas Blok Rokan), niaga gas bumi, pemasaran Natural Gas, Liquefied Natural Gas (LNG) dan Compressed Natural Gas (CNG) serta Commercial and Trading Subholding seperti pendistribusian dan pemasaran Bahan Bakar Minyak (BBM), pelumas, LPG, aspal dan produk petrokimia.
“Kelangkaan BBM”
Permasalahan kekurangan atau “Kelangkaan BBM” di wilayah Riau paling parah terjadi pada bulan Maret Tahun 2011. Mengapa hal ini sekarang terjadi lagi..?”. Padahal sudah sering diingatkan saat rapat-rapat koordinasi, baik kepada Direktorat Hilir-Ditjen Migas, KESDM, BPH Migas dan PT. Pertamina (Persero) bahwa permasalahan kekurangan atau “Kelangkaan BBM” tidak boleh lagi terjadi di Wilayah Riau. Sangat “memalukan” bila hal ini berulang kali terjadi kembali, apalagi disaat Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Provinsi Riau dan Pemerintah Kabupaten/Kota Se-Riau) sedang melakukan pemulihan ekonomi nasional dan daerah, akibat pandemi Covid-19. Terganggu dengan kekurangan atau “Kelangkaan BBM” yang menyebabkan antrian panjang masyarakat untuk mengisi Biosolar di beberapa SPBU. Bahkan pada tanggal 2 Maret 2022 menyebabkan kemacetan total selama 12 jam dari jam 23:00 sampai dengan 10:00 Wib di Bagan Sinembah (Kabupaten Rokan Hilir) sampai perbatasan Sumatera Utara berlanjut hingga hari berikutnya. Rupanya kekurangan atau “Kelangkaan BBM” ini juga terjadi di sejumlah daerah di Indonesia seperti Sumatera Barat, Bengkulu, Wilayah Kalimantan hingga Papua dan Papua Barat. Kondisi ini sepertinya sudah biasa menjadi pemandangan keseharian, tanpa ada rencana aksi, solusi dan eksekusi.
Beberapa hal yang menyebabkan kekurangan atau “kelangkaan BBM” antara lain disparitas harga akibat lonjakan harga minyak dunia, kuota BBM Bersubsidi terbatas dan kebijakan pembatasan BBM Bersubsidi. Eskalasi ketegangan Rusia-Ukraina dan dimulainya invasi Rusia di area Timur Ukraina menambah kekhawatiran akan semakin terganggunya pasokan energi global mendorong kenaikan harga minyak dunia termasuk rata-rata ICP minyak mentah Indonesia menjadi US$95,72 per barel naik sebesar US$9,83 dari US$85,89 per barel pada Januari 2022 (Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 18.K/MG.03/DJM/ 2022 tanggal 1 Maret 2022 tentang Harga Minyak Mentah Indonesia Bulan Februari 2022). Kenaikan rata-rata ICP berpengaruh terhadap harga keekonomian BBM non subsidi, karena asumsi rata-rata ICP pada APBN 2022 ditetapkan sebesar US$ 63 per barel.
Seperti diketahui, saat disparitas harga Biosolar dan Solar non subsidi berbeda sangat jauh, Biosolar hanya dijual dengan harga Rp 5.150 per liter dengan besaran subsidi tetap Rp 500 per liter (UU APBN tahun 2022). Sementara harga Solar non subsidi berdasarkan data Pertamina, yakni HSD Solar Industri periode (15-28 Februari 2022) harga Rp. 14.850 untuk area pemasaran wilayah 1 meliputi Sumatera, Jawa, Bali, Madura. Harga tersebut belum termasuk PPn, PPh dan PBBKB. Sedangkan Dexlite Rp 13.550 per liter dan Pertamina Dex Rp 14.300 per liter berlaku di Provinsi Riau. Sehingga ada perbedaan harga yang terjadi sangat besar atau sekitar Rp 8.400-9.700 per liter. Kondisi ini mendorong terjadinya aksi penyelundupan dan penyelewengan penyaluran Biosolar, sehingga BBM tersebut digunakan oleh pihak yang tidak berhak mendapat susbidi. Selain itu, juga terjadi peningkatan aktivitas perkebunan dan pertambangan di Riau ditengah harga sejumlah komoditas yang melambung tinggi seperti sawit dan batu bara.
Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Pelalawan Abdul Nasib, SE, sudah mulai geram terhadap perilaku para pengusaha yang armadanya ikut berebut membeli Biosolar di sejumlah SPBU yang ada di Pelalawan. Kondisi ini membuat stok Biosolar di SPBU sulit didapat dan antrean panjang mengganggu arus lalu lintas dan membahayakan. "Kita mengingatkan kepada para pengusaha, transportasinya untuk tidak membeli minyak Solar bersubsidi di seluruh SPBU yang ada di Kabupaten Pelalawan. Minyak solar di SPBU itu bukan untuk para pengusaha, tolong jangan ikut mengantre berebut membeli solar” (Cakaplah.com, 6/3/2022).
Penulis | : | Rudy H. Saleh, Kepala Seksi Pengujian UPT Laboratorium, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Riau |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Serantau |