(CAKAPLAH) - Setelah berhasil dalam KTT ASEAN ke-42 di Labuan Bajo di Nusa Tenggara Timur (NTT), Indonesia kembali menjadi Ketua ASEAN ke-43 yang diselenggarakan di Jakarta. Di tahun 2023 ini, Indonesia telah ditunjuk menjadi Ketua ASEAN dengan tema “ASEAN Matters: Epicentrum of Growth" yang dimaknai bahwa Indonesia ingin menjadikan ASEAN tetap penting dan relevan bagi masyarakat ASEAN khususnya dan dunia umumnya. Indonesia ingin membawa ASEAN menjadi kawasan yang memiliki peran penting bagi negara kawasan Asia khususnya dan dunia umumnya. Peran Indonesia juga yang akan menjadikan ASEAN sebagai pusat pertumbuhan ekonomi kawasan Asia Tenggara khususnya dan dunia umumnya. Selain kerjasama sesama anggota, ASEAN juga akan melakukan dialog dan kerjasaama dengan mitra luarnya.
Konferensi Tingkat Tinggi ke-43 ASEAN juga akan diisi dengan KTT antara ASEAN dengan sejumlah negara mitra. Mitra ASEAN tersebut adalah KTT ke-26 ASEAN-Tiongkok, KTT ke-24 ASEAN-Korea Selatan, KTT ke-26 ASEAN-Jepang, dan KTT ke-11 ASEAN-Amerika Serikat. Pertemuan lainnya adalah KTT ASEAN-Kanada, KTT ke-26 ASEAN Plus Three, KTT ke-20 ASEAN-India, KTT ke-3 ASEAN-Australia, KTT ke-18 Asia Timur (EAS), dan KTT ke-13 ASEAN-Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Isu HAM dan Kemanusiaan masih menjadi agenda utama dalam KTT ASEAN ke-43 di Jakarta Indonesia. Myanmar sebagai anggota ASEAN tidak mengirim utusannya dan menjadi satu-satunya negara yang tidak berpartisipasi dalam KTT ASEAN ke-43 yang mana Indonesia menjadi Ketua ASEAN.
Dalam beberapa pertemuan regional ASEAN, Myanmar tidak diundang disebabkan komitmen Negara tersebut yang masih melakukan pelanggaran HAM dan Kemanusiaan. Myanmar tak diundang karena dianggap tak menunjukkan iktikad baik untuk meredakan konflik di negaranya, sesuai dengan lima poin konsensus yang disepakati ASEAN di Jakarta pada April 2021, beberapa bulan setelah kudeta pecah. Sejak rezim militer Myanmar melakukan kudeta pada 1 Februari 2021 terhadap pemerintahan sipil yang sah di bawah pemerintahan Daw Aung Saan Suu Kyi. Akibat kudeta militer tersebut 2 tokoh yaitu Suu Kyi dan Presiden Win Myint menjadi tahanan rumah. Jenderal Min Aung Hlaing telah mengambil kuasa atas pemerintahan sipil yang telah berjalan selama hampir 10 tahun. Dengan kudeta militer tersebut runtuhlah demokrasi di Myanmar yang telah memulai pemerintahan sipil yang secara de facto dipimpin oleh Daw Aung San Suu Kyi. Dewan Keamanan PBB pun sudah menekan militer Myanmar untuk membebaskan Aung San Suu Kyi yang sejak kudeta militer di jadikan sebagai tahanan rumah dan beberapa anggota parlemen dari partai Liga Nasional untuk demokrasi pimpinan Suu Kyi.
ASEAN sebagai organisasi regional di kawasan Asia Tenggara tidak akan mengintervensi politik dalam negeri Myanmar. Hal tersebut sudah menjadi tujuan dari organisasi ini yang telah berdiri semenjak tahun 1967, tepatnya ASEAN yang didirikan pada 8 Agustus 1967 di Bangkok, Thailand oleh 5 negara yaitu Indonesia, Thailand, Filipina, Malaysia dan Singapura. Yang mana pada waktu itu, tujuannya adalah bagaimana kerjasama di antara negara-negara anggota ASEAN dapat berkontribusi terhadap perdamaian dan keadilan di kawasan Asia Tenggara. Dapat dikatakan bahwa, Myanmar menjadi ‘duri” bagi negara-negara ASEAN terutama dalam hal penegakan HAM dan demokrasi. Semenjak kemerdekaan, Myanmar selalu dihantui oleh kudeta militer. Myanmar bergabung dalam ASEAN pada 23 Juli 1997.
Myanmar termasuk negara yang sering melakukan kudeta terhadap pemerintahan sipil. Pada Pemilu tahun 1990 yang dimenangkan oleh NLD pimpinan Daw Aung San Suu Kyi juga dibatalkan oleh militer. Tradisi kudeta tidak terlepas dari peran militer yang ikut campur terhadap pemerintahan sipil. Hasil pemilu tahun 1990 yang dimenangkan oleh Partai NLD, secara sepihak dibatalkan oleh Junta Militer Myanmar, yang ketika itu menguasai dihampir semua elit politik. Hampir 90% suara dimenangkan oleh Partai NLD pimpinan.Aung San Suu Kyi. Pasca Pemilu tahun 1990, tokoh oposisi pro demokrasi tersebut dikenakan penjara hingga menjadi tahanan rumah selama lebih kurang 20 tahun.
Dalam KTT ASEAN ke-43 di Jakarta, Indonesia Myanmar sama sekali tidak mengirimkan utusannya dan Myanmar secara politik telah terkucilkan dalam ASEAN. ASEAN telah berupaya dan melakukan diplomasi dengan Junta militer Myanmar. Negara-negara ASEAN sangat prihatin dengan situasi demokrasi di negara tersebut dan telah banyak menimbulkan korban di pihak sipil semenjak militer melakukan kudeta. Junta Militer Myanmar tidak hanya berhadapan dengan para demontran, juga berhadapan dengan kekuatan para pemberontak dari negara-negara bagian di Myanmar seperti kelompok minoritas Karen, Mon dan Shan yang sejak tahun 2010 melakukan perlawanan terhadap militer Myanmar diperbatasan Thailand-Myanmar. Terbaru pasca kudeta militer, etnis minoritas yang menentang militer telah melakukan perlawanan terhadap kekuatan militer.
Oleh sebab itu, ASEAN akan terus mendorong agar Myanmar terus melakukan rekonsiliasi tidak saja terhadap pemerintahan sipil juga terhadap etnis-etnis yang memberontak terhadap pemerintahan pusat. Rezim militer Myanmar mesti belajar dengan militer Thailand yang telah meninggalkan wajah militernya dan dapat menerima pemerintahan sipil. Oleh sebab itu pula, junta militer Myanmar mesti membuka dialog dan melakukan rekonsiliasi dengan pemerintahan sipil yang sah dan melakukan kerjasama dengan kelompok-kelompok minoritas agar perdamaian dapat diwujudkan dengan selalu mengedepankan rekonsiliasi nasional.***
Penulis | : | Hasrul Sani Siregar MA: ASN Pemprov Riau |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Internasional, Cakap Rakyat |