PEKANBARU (CAKAPLAH) - Fakta baru terungkap dalam sidang kasus suap auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Riau di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru, Kamis (21/9/2023). Selain uang Rp700 juta, juga diberikan hadiah dan fasilitas lain untuk auditor BPK.
Pada persidangan ini, duduk sebagai terdakwa Bupati Kepulauan Meranti nonaktif, Muhammad Adil, dan Ketua Tim Auditor BPK, Muhammad Fahmi Aressa. Untuk Fahmi masih mengikuti persidangan dari Rutan KPK di Jakarta.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan 6 orang saksi. Mereka adalah Plt Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kepulauan Meranti, Fitria Nengsih, dan staf BPKAD, Dita Anggoro.
Kemudian, Kepala Bidang (Kabid) Umum BPKAD Kepulauan Meranti Dahliawati, Kabid Akuntasi BPKAD Kepulauan Meranti, Ery Yoserizal Kabid Anggaran BPKAD, Dodi Kurniawan dan Plt Sekretaris Dinas Kominfo, Ahmad Syafii.
Saksi Dita Anggoro menjelaskan pada 29 Januari 2023, dirinya ditugaskan menjemput kedatangan Fahmi Aressa yang akan bertugas melakukan pemeriksaan keuangan di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kepulauan Meranti. Selain itu, dia juga bertugas melayani kebutuhan Fahmi lainnya.
Beberapa minggu kemudian, tepatnya pada pertengahan Februari 2023, Anggoro bersama Ery Yoserizal dipanggil Fitria Nengsih untuk datang ke rumah dinas bupati, Jalan Dorak, Selatpanjang. Ketika itu juga ada bupati, hanya saja ia duduk berjauhan dengan Anggoro, Ery dan Fitria.
Mereka berbicara terkait adanya Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang belum memberikan data ke BPK. Kemudian Fitria Nengsih meminta Anggoro agar menulis OPD apa saja yang bisa dimintai sumbangan untuk diberikan kepada auditor BPK.
Anggoro mencatat apa saja OPD yang memberikan uang. Akhirnya Fitria Nengsih meminta Anggoro
untuk menyerahkam Rp 700 juta ke Fahmi Aressa. "Buk Fitia Nengsih suruh saya, dek sampaikan ke
Fahmi ada Rp 700 juta," kata Anggoro.
Anggoro yang ditugaskan memberi ke Fahmi Aressa karena dia sudah dekat dengan orang BPK. Beda dengan Ery yang mengaku tidak berani berurusan dengan uang, dan dia juga pernah menolak melakukan hal tersebut.
Pemberian uang pertama sebesar Rp200 juta pada 22 Februari 2023. Uang itu diterimanya dari Bendahara Bidang Umum di BPKAD Kepulauan Meranti, Dahliawati, di rumah Dahlia di Jalan Pertanian. "Ketika itu (Fahmi Aressa) mau pulang (ke Pekanbaru). Kita sama-sama ke Pekanbaru," kata Anggoro.
Setelah uang diterima Anggoro. Selanjutnya uang serahkan Anggoro ketika mengantar Fahmi Aressa
di Pekanbaru. Uang itu dibungkus dengan plastik warna hitam, pecahan Rp50 ribu dan Rp100 ribu itu diserahkan di parkiran Plaza Senapelan.
"Saya serahkan dalam mobil Fortuner. Saya sampaikan, bang aku sampaikan pesan bang dri Kak Neng (Fitria Nengsih). Ni mau bantu-bantu Rp700 juta. Ketika itu dijawab, ya oke, terima kasih. Tidak ada ngomong lainnya," jelas Anggoro di hadapan majelis hakim yang diketuai Muhamaad Arif
Nurhayat, dibantu hakim anggota Salomo Ginting dan Adrian HB Hutagalung.
Penyerahan uang kedua dilakukan pada akhir Maret 2023 sebesar Rp 500 juta. Uang itu dikumpulkan dari beberapa OPD, seperti RSUD Kepulauan Meranti sebesar Rp 60 juta, Dinas Perikanan Rp 45 juta, Dinas Peternakan Rp 45 juta, Dinas Perkim Rp 60 juta dan BKPSDM Rp 40 juta, dan lainnya.
Awalnya uang yang terkumpul pada Anggoro sebesar Rp330 juta. Anggoro kemudian melaporkannya ke Fitria Ningsih. "Kak tung-tung 330 juta. Saya melaporkan karena dia (Fitria Nengsih) yang menyuruh mengumpulkan," ucap Anggoro.
Mendengar laporan itu, Fitria Nengsih yang ketika itu tidak berada di kantor meminta agar Anggoro datang ke Kantor BPKAD Kepulauan Meranti. Kemudian Fitria Nengsih memberikan tambahan Rp170 juta. Uang itu digabungkan Anggora dan dimasukkan ke tas dengan total Rp500 juta. "Uang itu saya gabung, masukkan ke atas dan dibawa pulang," ucap Anggoro.
Seperti biasanya, Anggoro menggantar Fahmi Aressa ke Pekanbaru, untuk selanjutkan ke Kantor BPK perwakilan Riau. Dari sana, Fahmi Aressa mengambil mobil Toyota Fortumer dan mengantar Anggoro ke hotel. "Pak Fahmi antara saya ke Grand Zuri. Di sana saya kasih, juga di dalam mobil (Fortuner)," ungkap Anggoro.
Terkait hal itu, Fitria Nengsih menyebut kalau bukan dirinya yang memberikan rincian soal uang yang akan diberikan ke BPK melainkan Anggoro. "Saya dapat catatan dari Dita (Anggoro)," ucapnya.
Fitria Nengsih mengaku awalnya uang yang disodorkan sebesar Rp1,2 miliar. Melihat besarnya jumlah uang, Fitria Nengsih mengaku kaget. "Saya tak mau ambil keputusan, atasan saya bupati," ucap Fitria.
Setelah Anggoro dan Ery pulang dari rumah dinas, Fitria Nengsih melapor ke M Adil. Tak kalah kaget, suami Fitria Nengsih itu juga menyebut kalau uang yang diberikan terlalu besar. "Pak Bupati sempat mengomel, kalau memberi orang sebesar itu. Kenapa, intinya kenapa tidak bekerja dengan baik saja," tutur Fitria Nengsih.
"Setahu saya tak pernah diminta sebesar ini. Ketika saya dinas (Pariwisata), hanya diminta sumbangan Rp 10 juga," tutur Fitria Nengsih mengungkapkan pengalamannya.
Namun, Anggoro menyatakan kalau tidak ada permintaan dari BPK tapi atas suruhan Fitria Nengsih. "BPK tidak ada minta. Saya memang disuruh buat catatan-catatan tentang OPD, tapi catatan itu saya ambil lagi," tutur Anggoro.
Untuk diketahui, JPU mendakwa M Adil dengan 3 dakwaan tindak pidana korupsi. Perbuatan itu dilakukan bersama-sama Fitria Nengsih selaku Kepala BPKAD Kepulauan Meanti dan dan auditor BPK perwakilan Riau, M Fahmi Aressa.
Dakwaan pertama tetang pemotongan sebesar 10 persen setiap pembayaran Uang Persedian (UP) dan Ganti Uang (GU) kepada kepala organisasi Perangkat daerah (OPD) di lingkungan Pemkab Kepulauan Meranti. Total yang diterima terdakwa sebesar Rp17.280.222.003,8.
Dakwaan kedua, M Adil menerima suap dari Fitria Nengsih selaku kepala perwakilan PT Tanur Muthmainnah Tour (TMT) di Kabupaten Kepulauan Meranti sebesar Rp 750 juta. PT TMT merupakan perusahaan travel haji dan umrah yang memberangkatkan jemaah umrah program Pemkab
Kepulauan Meranti.
Dakwaan ketiga, M Adil dan Fitria Nengsih pada Januari hingga April 2023, memberikan suap kepada
auditor BPK perwakilan Riau, M Fahmi Aressa sebedar Rp 1 miliar. Uang itu untuk pengondisian penilaian laporan keuangan Pemkab Kepulauan Meranti agar mendapatkan opini Wajar Tanpa
Pengecualian (WTP).
Penulis | : | CK2 |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Hukum, Kabupaten Kepulauan Meranti |