PEKANBARU (CAKAPLAH) - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau melaksanakan Focus Group Discussion (FGD) bersama stakeholder terkait, Selasa (17/10/2023). Dalam FGD itu, disepakati bahwa Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 1 Tahun 2018 harus direvisi.
FGD itu merupakan bagian dari Proyek Perubahan Dr Supardi, Kepala Kejati Riau yang saat ini tengah melaksanakan Pendidikan dan Latihan (Diklat) PIM I. Kegiatan mengangkat tema, "Kebijakan Penegakan Hukum Kolaboratif dalam Mendukung Investasi dan Peningkatan Perekonomian Masyarakat di Sektor Perkebunan Sawit".
FGH itu menghadirkan Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidum) Kejaksaan Agung RI, Kuntadi yang ikut diskusi secara virtual. Sementara di Aula Kejati Riau, terlihat hadir Gubernur Syamsuar, Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Riau ISF Hariyanto, dan sejumlah Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau.
Juga hadir Direktur Tanaman Kelapa Sawit dan Aneka Palma Lainnya pada Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian RI Ardi Praptono, Guru Besar Universitas Riau Dalmasdi Syahza, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) Gulat ME Manurung, Ketua Umum Gabungan Kelapa Sawit Indonesia R Aziz Hidayat, akademisi serta para tamu undangan lainnya.
Supardi mengatakan harga kelapa sawit di Bumi Lancang Kuning tertinggi di Indonesia. Hal itu tidak lepas dari Progam Jaga Zona Pertanian, Perekomian dan Perindustrian atau Jaga Zapin yang diprakarsai Supardi sejak 2022 lalu.
Program Jaga Zapin ini berhasil mendukung pengawasan dan pelaksanaan regulasi harga Tandan Buah Segar (TBS) sawit milik petani di tingkat provinsi dan pusat. Program ini merupakan kolaborasi pemerintah daerah dengan penegakan hukum.
Supardi menyebut, Program Jaga Zapin bertujuan untuk peningkatan ekonomi di bidang kelapa sawit, plasma dan petani agar harga sawit tetap stabil dan naik. "Alhamdulillah dengan program ini, harga sawit sayap atau TBS (plasma) selalu naik dan ini tertinggi di Indonesia. Dan untuk harga swadaya kita sudah bikin juga tahapan harganya," ujar Supardi usai acara FGD di aula Kejati Riau.
Keberhasilan itu, kata Supardi, kembali ditindaklanjuti dengan program perubahan di pelarihan pimpinan atau PIM 1, berupa kolaborasi dalam rangka menciptakan aturan yang ideal dalam penentuan TBS.
"Aturan yang diatur dalam Permentan Nomor 1 Tahun 2018 dirasa tidak memadai dan belum memberikan rasa keadilan bagi para petani dan pengusaha. Nanti kita (usulkan) revisi jadi sebuah peraturan yang adil," tutur Supardi.
"Dan bisa menjaga iklim jadi lebih baik. Masyarakat merasa terlindungi dan pengusaha merasa tidak dirugikan. Nanti kita usulkan (direvisi)," sambung mantan Direktur Penyidikan pada JAMPidsus Kejaksaaan Agung itu.
Dalam FGD ini, pihaknya sengaja mengundang para pihak terkait untuk membicarakan masalah tentang sawit, termasuk regulasinya. Apalagi, Provinsi Riau merupakan daerah yang memiliki kebun kelapa sawit terluas di Indonesia.
"Ini langkah yang maju dalam rangka meningkatkan kehidupan petani sawit karena petani sawit di Indonesia itu hampir sepertiga. Sekitar 15 juta hektare sawit di Indonesia, sepertiganya ada di Riau. Kalau petani sawit maju maka pergerakannya sampai ke usaha lain juga akan maju," tutur Supardi.
Dari FGD yang diadakan, ungkap Supardi, semua pihak yang hadir sepakat bahwa Permentan Nomor 1 Tahun 2018 harus direvisi. "Semua sepakat bahwa Permentan itu ada masalah dan memang harus direvisi," pungkas Supardi.
Penulis | : | CK2 |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Riau, Pemerintahan, Ekonomi |