PEKANBARU (CAKAPLAH) - Perhimpunan Pemilih Indonesia (PPI) atau Indonesian Voters Association Provinsi Riau menyoroti soal rekening khusus dana kampanye (RKDK) Pemilu. RKDK ini harus diawasi serius lantaran bisa menjadi penyebab peserta didiskualifikasi.
Koordinator Sosialisasi PPI Riau, Fitri Heriyanti, mengatakan bahwa dalam Pemilu banyak orang perorangan memberikan sumbangan dalam bentuk barang atau jasa, tidak dalam bentuk uang yang lebih dahulu masuk ke rekening khusus dana kampanye (RKDK).
Kuitansi dengan nominal tertentu itulah yang akan lampirkan dalam laporan dana kampanye. Pada Pemilu 2014 lalu, ditemukan RKDK hanya berjumlah saldo minimal pembukaan rekening.
"Kita berharap, pada Pemilu 2024 para peserta Pemilu memanage dengan baik metode kampanye yang dilaksanakan yang dikorelasikan dengan dana kampanye yang rasional," kata Fitri, Rabu (18/10/2023).
Divisi Partisipasi Masyarakat PPI Riau, Witra Yeni, menyebutkan ketika melakukan pengawasan dana kampanye saat masih bertugas sebagai anggota Bawaslu Kampar pada periode 2018-2023 lalu, lebih kepada pengawasan administratif.
"Misalnya adanya RKDK, pelaporan yang tepat waktu, kesesuaian besaran sumbangan berdasarkan aturan yang ada dan lain sebagainya. Sedangkan audit yang mendalam nantinya akan dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik yang ditunjuk oleh KPU," kata Witra.
Sementara itu, Kordiv Pekanbaru Siti Syamsiah mengatakan, pengawasan terhadap dana kampanye semestinya dilakukan dengan serius. Sebab, bisa berkonsekwensi terhadap diskualifikasi calon.
“Pengawasan terhadap dana kampanye semestinya dilakukan dengan serius karena bisa berkonsekwensi terhadap diskualifikasi calon," kata Siti.
Sebelumnya, PPI Riau yang dipimpin Hasan menyambangi kantor Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Wilayah Riau. Kedua organisasi ini diskusi tentang kepemiluan, khususnya dana kampanye.
Direktur Eksekutif FITRA Riau, Triono Hadi, membeberkan beberapa temuan ketika melakukan penelusuran berkaitan daftar penyumbang dari daftar Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye (LPPDK) salah satu peserta Pemilu. Dan ternyata ada yang fiktif karena tidak bisa ditemukan alamatnya.
Kemudian ada yang ditemukan tetapi tidak wajar antara besaran sumbangan dengan kondisi ekonomi penyumbang, ada juga yang dalam daftar penyumbang adalah perusahaan dan setelah didatangi alamatnya ternyata hanya rumah biasa, dan banyak lagi lainnya.
“Saat kami melakukan penelusuran ke lapangan dari daftar penyumbang yang ada di LPPDK, ternyata ada yang fiktif, tak wajar, dan ada juga yang tidak sesuai datanya dimana laporannya adalah perusahaan dan ternyata bukan dan banyak lagi lainnya,” kata Triono.
Penulis | : | Delvi Adri |
Editor | : | Ali |
Kategori | : | Politik |