Aksi pasukan Israel saat mencoba memasuki Gaza, Kamis (2/11/2023). | IDF
|
(CAKAPLAH) – Letnan Kolonel Salman Habaka (33 tahun), dari Yanuh-Jat, seorang komandan di Batalyon ke-53 dari Brigade Lapis Baja 188, tewas dalam pertempuran di Jalur Gaza utara. Ia adalah korban ke-18 dari pihak tentara Israel yang tewas dalam operasi serangan darat ke Gaza.
Jerusalem Post mengumumkan kematiannya merujuk pernyataan militer Israel (IDF) pada Kamis (2/11/2023). Ia tewas dalam pertempuran antara pasukan darat IDF dan pejuang Hamas pada Rabu malam.
Habaka disebut memimpin unit lapis bajanya sambil melindungi tentara dari Brigade Golani. IDF mengumumkan, Habaka tewas di tempat akibat serangan Hamas. Ia adalah perwira dengan pangkat tertinggi di IDF yang terbunuh sejauh ini.
Menurut Jerusalem Post, Habaka adalah salah satu yang pertama tiba di lokasi saat Hamas melancarkan Operasi Badai al-Aqsa pada 7 Oktober lalu. Ia memimpin pasukan melakukan pertempuran dengan pejuang Hamas di Kibbutz Be'eri, di selatan Israel.
Habaka mengeklaim berhasil menewaskan puluhan pejuang. Dalam video yang dikirim dari lapangan, Habaka menggambarkan pertemuan pertama unitnya dalam pertempuran dengan pejuang Hamas., "Menuju kemenangan! Kita tidak punya pilihan lain selain memenangkan perang!" kata dia dilansir Jerusalem Post.
The Times of Israel melansir, di antara barang-barang yang ditemukan pada tubuh pejuang Hamas yang terbunuh dalam serangan pada 7 Oktober adalah peta dan alamat perwira senior IDF yang tinggal di komunitas perbatasan.
Menurut laporan dalam salah satu kasus, para penyerbu tiba di rumah seorang petugas, namun pasukan di sana berhasil mengusir mereka. Para pejuang yang menyerbu pangkalan militer memiliki peta markas para perwira dalam upaya untuk menangkap para perwira senior, kata laporan itu.
Israel mengeklaim, sekitar 1.400 orang tewas dalam serangan terhadap komunitas dan pangkalan militer di Israel selatan. Dari jumlah itu, lebih dari 300 adalah pasukan IDF dan lebih dari 200 disandera dan dibawa ke Gaza.
Middle East Eye melaporkan, Hamas sedianya hanya menyasar para petinggi militer Israel dalam Operasi Badai Al-Aqsa. Banyak dari sandera tidak dimaksudkan untuk dibawa kembali ke Gaza ketika operasi tersebut direncanakan oleh Brigade Izzudin al-Qassam, sayap militer Hamas.
Salah satu sumber yang mengetahui kejadian pada tanggal 7 Oktober mengatakan: “Al-Qassam bermaksud menyandera antara 20 dan 30 orang. Mereka tidak melakukan tawar-menawar atas runtuhnya Divisi Gaza [Israel]. Hal ini memberikan hasil yang jauh lebih besar.”
Sumber kedua membenarkan hal ini. Dia mengatakan Hamas mengirim 1.500 pejuang, dan diperkirakan sebagian besar akan terbunuh. “Sekitar 1.400 pejuang kembali,” kata salah satu sumber.
Namun, dalam serangan itu perlawanan dari pasukan Israel runtuh sehingga pasukan ini terus bergerak maju, menyerang lokasi-lokasi yang tidak ada dalam daftar target awal. Mereka kemudian berhasil mengambil sandera dalam jumlah yang jauh lebih besar dari yang mereka rencanakan.
Pasukan penyerang awal memiliki intelijen yang akurat. Mereka tahu di mana para komandan tertinggi Divisi Gaza tinggal dan pergi ke alamat mereka. Ia mengetahui tata letak pangkalan militer dan lokasi pos pemeriksaan.
Selain itu, pihaknya mengetahui waktu pergantian jaga di barak Divisi Gaza setelah berakhirnya liburan Sukkot pada 6 Oktober.
Mereka melancarkan serangan satu jam setelah pergantian jaga. Banyak tentara yang terjebak di tempat tidur mereka. Sumber menyebutkan sebanyak 20 perwira senior disandera dengan cara ini.
Middle East Eye meminta komentar dari tentara Israel tetapi belum menerima tanggapan. Rencana awal penyerangan, menurut beberapa sumber, adalah menyerang sasaran militer dan kemudian melakukan penarikan cepat.
Hamas ingin mempermalukan Netanyahu dan mendapatkan sesuatu yang bisa ditawar untuk pembebasan tahanan massal.
“Rencananya adalah menyerang Divisi Gaza dan bukan kibbutz, karena tujuan Qassam adalah menangkap tentara dan petugas untuk menyelesaikan daftar tahanan,” kata salah satu sumber yang mengetahui rencana operasi tersebut.
“Jumlah warga sipil yang disandera adalah akibat dari rangkaian pertempuran ketika banyak orang (yang bukan merupakan pasukan Hamas) melintasi perbatasan.”
Editor | : | Ali |
Sumber | : | Republika.id |
Kategori | : | Internasional |