![]() |
PEKANBARU (CAKAPLAH) - Bupati Kepulauan Meranti nonaktif Muhammad Adil memerintahkan ajudannya Restu Prayogi untuk membuka sejumlah rekening bank. Rekening itu diduga untuk menyimpan potongan 10 persen uang persediaan (UP) dan ganti uang (GU) yang disetor dari organisasi perangkat daerah (OPD).
Hal itu diungkapkan Yogi ketika menjadi saksi dugaan korupsi pemotongan UP dan GU dengan terdakwa untuk M Adil di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Pekanbaru, Rabu (8/11/2023). Yogi bersaksi bersama Fadil Maulana selaku pengawal M Adil, dan sejumlah saksi lainnya.
Yogi menjelaskan, dirinya beberapa kali diperintah oleh M Adil untuk menjemput uang kepada kepala OPD. Jumlah uang yang dijemput bervariasi, dari puluhan hingga ratusan juta. Di antaranya dari Kepala Dinas PUPR Kepulauan Meranti, Fajar Triasmoko, Plt Kepala Dinas Sosial Syukri, Plt Kadipora, Juwita Ratnasari dan lainnya.
Setelah uang diambil, Yogi mengaku langsung pergi ke rumah dinas bupati di Jalan Dorak, Selatpanjang. Uang yang diambil langsung diberikan kepada M Adil. "Saya tidak tahu sumber (uang). Saya hanya disuruh mengambil saja," kata Yogi.
Selain menjemput uang, Yogi juga membuka empat rekening bank atas nama Restu Prayogi. Tiga rekening digunakan untuk menyimpan uang milik M Adil, sedangkan satu rekening lainnya murni milik Yogi untuk pembayaran gajinya.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencecar Yogi tentang kepemilikan rekening tersebut. "Tujuan membuka rekening untuk mempermudah penyimpanan uang GU dan UP?" tanya JPU.
Atas pertanyaan itu, Yogi tidak membantahnya. "Ya," jawab Yogi.
Menurutnya, pembuatan rekening itu juga agar transaksi yang dilakukan M Adil tidak terpantau oleh Laporan Hasil Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) di KPK. "Gi, buat rekening agar (transaksi) tidak terpantau LHKPN," kata Yogi menirukan perintah M Adil.
Tidak jarang, Yogi juga mengirimkan uang kepada M Adil melalui rekening yang dibuatnya. Namun, jumlah uang yang dikirim dipecah-pecah dalam jumlah kecil. "Kenapa kirim kecil-kecil?" tanya JPU.
Yogi kembali menegaskan kalau hal itu atas perintah M Adil. "Sesuai BAP (Berita Acara Pemeriksaan) Pak, agar tidak terbaca (oleh LHKPN)," ucap Yogi.
OPD juga dibuat seolah berutang kepada M Adil. Peminjaman dilakukan melalui Yogi dengan potongan pinjaman sebesar 10 persen dan utang itu dibayar ketika UP dan GU cair. "Misalnya, dipinjam Rp50 juta, nanti diberi Rp45 juta. Pembayaran ditagih saat UP dan GU," kata Yogi.
Menurut Yogi, uang yang dipinjam itu berasal dari M Adil. Uang itu diserahkan kepada Yogi untuk selanjutkan diberikan kepada OPD yang meminjam. "Uang diambil dari ruang kerja," ungkap Yogi.
M Adil juga menelpon Yogi siapa saja dinas yang meminjam uang kepada dirinya. Setelah mengetahui dinas tersebut, M Adil meminta agar Yogi mengambil uangnya yang telah dipinjam.
"Dia (bupati) bertanya, dinas-dinas mana saja yang pinjam uang melalui saya. Saya sebutkan orang-orang yang meminjam. Terus dia (bupati) bilang, dinas ini sudah GU, nanti ambilkan uang saya," tutur Yogi menceritakan percakapannya dengan M Adil.
"Terus tanya lagi, siapa lagi (yang minjam), saya sebut Setwan. Terus dibilang kalau itu belum cair GU-nya," kata Yogi.
Yogi mengungkapkan utang diberikan sebelum pencairan. "Setelah pencairan dibalikkan, sumber dari UP dan GU. Semua seperti itu," pungkas Yogi.
Mengenai utang tersebut, JPU KPK, Budiman Abdul Karim, menduga hal itu dilakukan seolah-olah utang. "Dengan kata lain, kami menduga uang tersebut diberikan seolah-olah utang. Padahal itu uang yang telah dikumpulkan mereka," ungkap Budiman.
Sementara, Fadil Maulana dalam keterangannya menyebut, dirinya bertugas sebagai pengawal pribadi M Adil pada 2022. Ia menyebut, pernah diberikan catatan oleh M Adil yang berisi catatan nama-nama kepala OPD dan camat di Kepulauan Meranti.
"Ada 17 orang, 9 camat, dan sisanya kepala OPD," kata Fadil.
"Saya dikasih catatan, saya bilang Pak saya mohon petunjuk. Dijawab (bupati), hubungi saja (nama-nama di catatan)," kata Fadil.
Setelah mendapat catatan itu, Fadil mengaku langsung menghubungi nama-nama yang tertulis. Di antaranya ada Kepala Dinas Kependudukan, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Kepala Dinas Kominfo, Kepala Dinas Penanaman Modal, Kepala Dinas Perkim dan lainnya.
"Saya disuruh datang ke kantor masing-masing," ucapnya.
Fadil menyatakan awalnya tidak mengetahui kalau kepala dinas tersebut memberi uang karena uang dibungkus dengan amplop. Hal itu baru diketahuinya setelah M Adil meminta Fadil mengumpulkan semua pemberian dari kepala dinas.
"Ada juga yang langsung ke rekening bupati. Saya tahu (uang) karena Pak Bupati perintahkan agar segera kumpulkan. Setelah itu, uang saya masukkan di tas punggung, dan disimpan di rumah dinas bupati. Saat Pak Bupati kembali dari luar kota, saya kasihkan," jelas Fadil.
Dakwaan pertama tetang pemotongan sebesar 10 persen setiap pembayaran UP dan GU kepada kepala OPD di lingkungan Pemkab Kepulauan Meranti. Total yang diterima terdakwa sebesar Rp17.280.222.003,8.
Dakwaan kedua, M Adil menerima suap dari Fitria Nengsih selaku kepala perwakilan PT Tanur Muthmainnah Tour (TMT) di Kepulauan Meranti sebesar Rp750 juta. PT TMT merupakan perusahaan travel haji dan umrah yang memberangkatkan jamaah umrah program Pemkab Kepulauan Meranti.
Dakwaan ketiga, M Adil dan Fitria Nengsih pada Januari hingga April 2023, memberikan suap kepada Ketua Tim Auditor BPK Riau M Fahmi Aressa sebesar Rp1 miliar. Uang itu untuk pengondisian penilaian laporan keuangan Pemkab Kepulauan Meranti agar mendapatkan opini WTP.**
Penulis | : | Ck2 |
Editor | : | Delvi Adri |
Kategori | : | Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau, Hukum |










































01
02
03
04
05




