Dr. (H.C.) H. Sofyan Siroj Abdul Wahab, LC, MM.
|
"Sesungguhnya Allah tidak melihat rupa dan harta benda kalian, tetapi Dia melihat hati dan amal perbuatan kalian." (Hadits Riwayat Muslim)
Sabda Nabi Muhammad SAW di atas menegaskan bahwa semua manusia setara dihadapan Tuhan. Hanya ketakwaan dan amal pembeda. Berangkat dari paradigma, maka tiap manusia hendaknya memperoleh kesetaraan hak dan kewajiban serta peluang untuk melakukan hal terbaik dalam hidupnya. Tanpa diskriminasi dan perbedaan. Oleh karena itulah di hari Peringatan Disabilitas Internasional yang jatuh pada 3 Desember, perlu menyegarkan kembali urgensi dukungan, perhatian, perlindungan dan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas.
Teruntuk Indonesia, kesetaraan isu utama. Laporan resmi menunjukan bahwa Indeks inklusivitas Indonesia tergolong rendah di kawasan ASEAN, yaitu di peringkat 125. Di bawah Filipina, Vietnam, Singapura dan Thailand.
Sebagai informasi, peringkat indeks inklusivitas dihitung berdasarkan pengukuran holistik pengembangan kebijakan inklusif yang salah satu fokusnya kesetaraan penyandang disabilitas. Peringkat tadi alarm sekaligus pengingat dan pendorong untuk terus meningkatkan aksesibilitas bagi kelompok rentan termasuk penyandang disabilitas. Sikap kepedulian bukan wujud keluasan hati dan rasa kasihan. Inklusivitas kunci mewujudkan pertumbuhan dan kemajuan bangsa. Karena masing-masing kita mempunyai potensi dan ruang berkontribusi. Melalui pembangunan inklusivitas dan pelibatan akan muncul rasa saling memiliki. Seumpama bangunan, tak akan berdiri kokoh tanpa material yang berpadu dan saling memperkuat.
Pendekatan makin penting mengingat sekitar 28,05 juta atau lebih dari 10 persen total penduduk di Indonesia merupakan penyandang disabilitas. Secara persentase jumlah signifikan. Banyak kalangan penyandang disabilitas memiliki kemampuan dan prestasi. Dalih inilah yang mendorong kami di Komisi V DPRD Riau menyambut baik rencana penggabungan SMA Olahraga dengan PPLP Riau menjadi Sekolah Keberbakatan Olahraga (SKO). Kita ingin disabilitas diberi porsi. Diharapkan Riau proyek percontohan nasional pembinaan atlit disabilitas. Apalagi mereka punya iven kejuaraan tersendiri secara nasional maupun internasional. Bahkan capaian terbilang luar biasa. Sempat viral Timnas Persatuan Sepakbola Amputasi Indonesia (PSAI) yang berhasil lolos ke Piala Dunia Sepakbola Amputasi 2022 di Turki.
Lebih hebat lagi mereka tanpa dukungan Pemerintah. Kembali ke konteks Riau, ini kesempatan lahirkan talenta daerah. Ditambah belum lama berselang (29/9/2023), Riau mendapat kehormatan sebagai tuan rumah Coaching Clinic Nasional SOIna dan Kejurprov Senam Gymnastics dan TOT Nasional dan Kejurprov Senam Ritmik dan Artistik. Kegiatan yang ditaja Special Olympics Indonesia (SOIna) Pengprov Riau itu dibuka oleh Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga (Kadispora) Riau. Special Olympics merupakan organisasi internasional yang diakui International Olympic Committee, satu-satunya Olimpiade Olahraga khusus para penyandang disabilitas intelektual di dunia.
Regulasi
Bicara tataran kebijakan, Negara memang telah memberi atensi. Sebut saja lahirnya Undang-Undang (UU) nomor 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas yang ditindaklanjuti aturan turunan diantaranya: Peraturan Presiden (Perpres) No 67/2020 tentang Syarat dan Tatacara tentang Pemberian Penghargaan terhadap Pemenuhan Hak Difabel; Pembentukan Komisi Nasional Disabilitas (Perpres No 68/2020); Peraturan Pemerintah (PP) No 39/2020 mengenai akomodasi layak bagi penyandang disabilitas dalam proses peradilan; Kesetaraan bidang Pendidikan (PP No 13/2020); Permukiman yang layak (PP No 42/2020); Urusan ketenagakerjaan (PP No 60/2020); Penghargaan kepada pihak yang memenuhi hak disabilitas (PP No 75/2020); dan PP No 52/2019 tentang penyelenggaraan sosial penyandang disabilitas meliputi perlindungan sosial, pemberdayaan sosial, jaminan sosial dan rehabilitasi sosial.
Di luar itu terdapat pula peraturan setingkat menteri, seperti Peraturan Menteri Sosial No 2/2021 tentang Kartu Penyandang Disabilitas; Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No 3/2021 tentang Pedoman Pemberian Penghargaan Nasional kepada Perusahaan dan BUMN yang Mempekerjakan Tenaga Kerja Penyandang Disabilitas. Adapun tindak lanjut di level daerah, berdasarkan data sebagian sudah memiliki Peraturan Daerah (Perda) terkait penyandang disabilitas. Salah satunya Provinsi Riau yang sudah menerbitkan Perda No 18/2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Penyandang Disabilitas berikut aturan turunan Peraturan Gubernur (Pergub) No 106/2015 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perda 18/2013. Sesuatu yang patut disyukuri. Wujud kepedulian dan respon daerah atas hak penyandang disabilitas. Dukungan regulasi modal penting. Tinggal sekarang bagaimana bisa konsekuen menerapkan di lapangan. Sehingga instrumen yuridis bukan formalitas belaka. Tidak sebatas di atas kertas atau hitam di atas putih.
Terlebih realita masih jauh dari ekspektasi. Bappenas di tahun 2021 melaporkan bahwa 71,4 persen pekerja penyandang disabilitas bekerja di sektor informal. Sungguh kontras dibanding pekerja nondisabilitas. Angka tadi selaras dengan temuan Organisasi Buruh Internasional (ILO) di tahun 2020 bahwa proporsi penyandang disabilitas yang mempekerjakan diri sendiri (self-employed) lebih tinggi daripada non-penyandang disabilitas. Fenomena tersebut tak berarti penyandang disabilitas lebih memilih mandiri.
Namun tidak ada pilihan asbab tingginya diskriminasi perlakuan dari pelaku usaha atau perusahaan. Merespons fenomena, di tahun 2021 Pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpes) No 53/2021 tentang Rencana Aksi Nasional HAM 2021-2025. Pemerintah mencanangkan peningkatan akses pelayanan hak-hak dasar bagi penyandang disabilitas. Mencakup penyerapan tenaga kerja penyandang disabilitas di sektor formal; peningkatan aksesibilitas, informasi, dan kualitas pelayanan publik; serta perlindungan hukum dan sosial.
Sinkronisasi
Tapi lagi-lagi ikhtiar harus sinkron mulai atas ke bawah begitu sebaliknya. Pendekatan kebijakan untuk mewujudkan kesetaraan tak cukup layanan rehabilitasi sosial yang menggunakan pendekatan keluarga, komunitas dan resedensial. Aspek paling mendasar yang dinginkan saudara kita penyandang disabilitas adalah pemenuhan dan aksesibilitas hidup layak. Kendati skala Riau perlahan memperlihatkan progres, jalan membangun provinsi/kota/kabupaten yang inklusif masih panjang. Boleh dibilang setakad ini keberhasilan program tergantung inisiatif dan itikad Kepemimpinan di daerah. Artinya belum terkoordinasi secara sistematis dan komprehensif. Di sinilah idealnya Pemerintah Provinsi (Pempov) Riau memainkan peran. Mengacu ke dokumen RPJMD, sudah dituangkan ke dalam Standar Pelayanan Minimal Pendidikan (SPM) bidang pendidikan terkhusus peserta didik penyandang disabilitas beserta penambahan dan peningkatan sarana prasarana pendidikan disabilitas di 12 kabupaten/kota se-Provinsi Riau.
Di samping itu rehabilitas sosial dasar penyandang disabilitas telantar di dalam panti sosial. Upaya tentu tak sebatas itu. Pemenuhan hak-hak mereka mesti terus diperluas di ranah publik. Selain pendidikan dan kesehatan juga akses ke barang publik dan sarana publik lainnya. Jangankan kabupaten, selevel ibukota Provinsi yaitu Pekanbaru fasilitas publiknya belum memadai dan ramah ke kalangan penyandang disabilitas. Puskesmas, kantor pelayanan publik termasuk halte TMP. Menyoal halte kita sama-sama tahu dan merasakan, kebanyakan tidak dilengkapi dengan bidang miring untuk pengguna kursi roda, tanda isyarat untuk tuna rungu serta pegangan jalur khusus untuk tuna netra. Sebagian halte sebatas anak tangga tidak dilengkapi tempat duduk dan peneduh. Bukan saja tak ramah disabilitas namun ke seluruh pengguna. Semestinya fasilitas umum berpedoman pada standar kenyamanan, keamanan dan keselamatan teristimewa penyandang disabilitas.
Terakhir, semua langkah, program dan kebijakan membutuhkan pijakan yang kuat. Diawali data yang mumpuni dan mutakhir lalu terpenting diiringi pelibatan aktif dari kalangan penyandang disabilitas sejak tahapan perencanaan, pengawasan dan pelaksanaan. Bicara data, contoh perihal pendataan anak disabilitas intelektual. Ini satu dari sekian persoalan yang mengemuka di Provinsi Riau yang belum maksimal hingga saat ini.
Problem semakin kompleks akibat minimnya relawan dan rendahnya kesadaran orangtua yang cenderung tidak terbuka. Menganggap disabilitas sebagai aib pemikiran keliru. Sebab keterbatasan fisik atau kekurangan belum tentu membuat seseorang lemah secara keseluruhan. Sebagaimana disinggung di bagian sebelumnya, mereka dianugerahi keunggulan serupa orang-orang pada umumnya. Pada momen hari Peringatan Disabilitas Internasional, kita ingin supaya semua pemangku kepentingan terlibat aktif dalam upaya memperkuat penyandang disabilitas lebih produktif dan berpartisipasi di segala lini kehidupan. Lebih progresif lagi, mendorong dan memperkuat kepemimpinan dari generasi muda penyandang disabilitas.
Penulis | : | Dr. (H.C) H. Sofyan Siroj Abdul Wahab, LC, MM (Anggota Komisi V DPRD Provinsi Riau) |
Editor | : | Ali |
Kategori | : | Cakap Rakyat |