PEKANBARU (CAKAPLAH) - Berkas perkara dugaan korupsi anggaran perjalanan dinas di Sekretariat DPRD Riau dengan tersangka TFT telah dilimpahkan ke jaksa peneliti. Kelengkapan berkas ditelaah.
TFT merupakan mantan Pelaksana tugas (Plt) Sekretaris DPRD Riau periode September - Desember 2022. Dia diduga melakukan korupsi anggaran perjalanan dinas sebesar Rp2,3 miliar.
Mantan Kepala Dinas Pendidikan Riau itu ditetapkan sebagai tersangka oleh Jaksa Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau pada Rabu (15/5/2024). Pada hari itu juga, dia ditahan di Rutan Klas I Pekanbaru.
Sejak saat itu, penyidik terus berupaya melengkapi berkas perkara tersangka. Selanjutnya, berkas perkara dilimpahkan ke Jaksa Peneliti atau atau tahap I.
"Sudah tahap I pada tanggal 22 Juli kemarin," ujar Kepala Seksi (Kasi) Penerangan Hukum (Penkum) dan Humas Kejati Riau Zikrullah, Selasa (30/7/2024).
Saat ini, jaksa peneliti tengah menelaah berkas perkara untuk memastikan kelengkapan syarat formil dan materilnya. Jika lengkap, akan dinyatakan P-21 dan jika belum berkas akan dikembalikan ke penyidik untuk dilengkapi sesuai petunjuk atau P-19.
"Kini, menunggu sikap (jaksa) peneliti terhadap berkas perkara tersangka TFT (Tengku Fauzan Tambusai,red)," tutur mantan Kasi Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun) Kejaksaan Negeri (Kejari) Pekanbaru itu.
Untuk diketahui, penyidik menetapkan TFT sebagai tersangka, setelah mengantongi alat bukti yang cukup berdasarkan Pasal 184 ayat 1 KUHAP.
Atas perbuatannya, TFT dijerat Pasal 2 UU Nomor 20 tahun 2021 atas perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, subsidair Pasal 3.
Adapun modus yang dilakukan tersangka, ketika menjabat Plt Sekwan Riau adalah memerintahkan bawahannya untuk mempersiapkan dokumen pertanggungjawaban kegiatan perjalanan dinas periode September - Desember 2022 di Sekretariat DPRD Riau.
Di antaranya, nota dinas, surat perintah tugas (SPT), surat perintah perjalanan dinas (SPPD), kwitansi, nota pencairan perjalanan dinas, surat perintah pemindahan buku dana overbook, tiket transportasi, boarding pass, dan bill hotel.
Setelah semua dokumen terkumpul, tersangka selaku Pengguna Anggaran (PA) menandatangani dokumen pertanggungjawaban tersebut dan memerintahkan K selaku pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK) dan MAS selaku bendahara pengeluaran untuk mengajukan pencairan anggaran ke Bank Riau tanpa melalui verifikasi EN selaku Kasubbag atau Koordinator Verifikasi.
Setelah uang kegiatan perjalanan dinas masuk ke rekening pegawai yang namanya dicatut atau dipakai dalam perjalanan dinas fiktif tersebut, setiap pencairan dilakukan pemotongan sebesar Rp1,5 juta dan diberikan kepada nama-nama pegawai yang dimaksud, sebagai upah tanda tangan.
Selebihnya uang pencairan perjalanan dinas fiktif tersebut total Rp2,8 miliar lebih, setelah diberikan sebagian pencairan kepada nama-nama yang dicatut tersebut, menjadi Rp2,3 miliar lebih.
Sisa itu diterima oleh tersangka yang digunakan untuk kepentingan pribadi tersangka, bukan untuk kepentingan perjalan dinas yang belum dibayarkan, namun anggarannya tidak ada.
Perbuatan tersangka bertentangan dengan Permendagri Nomor 77 Tahun 2020 Tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah.
Tersangka diduga mengambil uang yang bersumber dari APBD Pemerintah Riau kepada Sekretariat DPRD Provinsi Riau, dengan total Rp2,3 miliar lebih.**