Rika Wahyuni, SST, MM.
|
Dalam kurun waktu bebrapa tahun terakhir, angka inflasi masih menjadi isu hangat yang sering diperbincangkan baik di Tingkat nasional nasional maupun internasional. Kondisi ekonomi global dan kondisi geopolitik global yang masih memanas tentu berpengaruh terhadap stabilitas harga komoditas pangan dunia. Dalam beberapa tahun terakhir ekonomi dunia didera oleh goncangan demi goncangan.
Diawali oleh pandemi COVID 19 pada awal Tahun 2020, munculnya inflasi pasca pandemi, perang antara Rusia dan Ukraina, memanasnya suhu politik di wilayah Timur Tengah serta biaya pinjaman tinggi akibat kebijakan bank sentral Amerika yang memicu laju kenaikan harga konsumen. Apakah ancaman Inflasi masih akan menjadi momok bagi masyarakat global?
Dalam sebuah makalah yang berjudul “Mengapa kita tidak menyukai inflasi?” yang dirilis pada 27 Maret 2024 lalu. Stefanie Stantcheva (Nathaniel Ropes Professor of Political Economy—Harvard University) melakukan penelitian tentang persepsi Masyarakat Amerika Serikat tentang Inflasi. Hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa kebanyakan orang Amerika Serikat (AS) sangat tidak menyukai inflasi dan tidak percaya kenaikan upah telah mendekati kenaikan harga.
Masyarakat Amerika berpikir bahwa kenaikan upah jauh lebih lambat dari pada kenaikan harga barang dan jasa. Secara keseluruhan, temuannya tetap konsisten secara luas bahwa inflasi menghasilkan emosi yang kuat di antara responden, dari kemarahan hingga ketakutan tentang masa depan, dan rasa ketidakadilan. Bagaimana dengan Indonesia, apakah perkembangan inflasi menjadi sinyal perekonomian terus tumbuh atau sebaliknya?.
Tren Inflasi Nasional Tahun 2024
Terus naiknya harga barang secara umum yang ditandai dengan terjadinya inflasi, memang terkadang tidak diikuti dengan meningkatnya pendapatan masyarakat. Maka dari itu kebijakan yang tepat terhadap pengendalian angka inflasi tentunya terus dibutuhkan untuk kestabilan perekonomian suatu negara. Dalam hal ini, pemerintah Indonesia terus melakukan upaya terhadap pengendalian angka Inflasi. Hal ini ditunjukkan dengan semakin membaiknya tren angka inflasi di sepanjang tahun 2024.
Pada bulan Juli 2024 angka inflasi year on year nasional tercatat sebesar 2,13 persen, yang artinya masih berada pada rentang yang ditargetkan oleh Pemerintah bersama Bank Indonesia yaitu sebesar 2,5 +/- persen. Secara month to month pada bulan juli terjadi deflasi sebesar 0,18 persen dan ini merupakan delflasi nasional ke tiga kalinya berturut-turut sepanjang tahun 2024. Deflasi terjadi sejak bulan mei yaitu sebesar 0,03 persen dan terus bergerak lebih pada bulan berikutnya yaitu deflasi sebesar 0,18 persen pada bulan Juni dan 0,18 persen pada bulan Juli.
Beberapa pengamat ekonomi menilai terjadinya tren deflasi selama tiga bulan berturut-turut ini mengindikasikan terjadinya pelemahan permintaan atau penurunan daya beli masyarakat.
Salah satu ekonom Bhima Yudhistira menuturkan bahwa pada dasarnya indikator pelemahan daya beli kelas menengah dapat terlihat dari penurunan penjualan kendaraan bermotor, non-performing loan (NPL) KPR naik, dan tabungan perorangan yang tumbuh melambat. Namun fokusnya pernyataan beliau adalah deflasi justru menjadi indikasi adanya tekanan bagi pelaku usaha untuk menahan kenaikan harga di level konsumen.
Deflasi yang terjadi terus menerus dalam jangka waktu panjang tidak selamanya baik bagi perekonomian suatu negara. Dari sisi konsumen terjadinya penurunan harga (deflasi) merupakan hal yang dianggap menguntungkan, tetapi jika terjadi dalam waktu yang cukup lama ini menunjukkan fenomena makro ekonomi dimana kondisi ekonomi masyarakat sedang tidak berdaya untuk membeli barang-barang kebutuhannya. Dari sisi produsen, terjadinya deflasi secara terus menerus bisa berdampak buruk terhadap aktifitas produksi barang dan jasa.
Deflasi yang terlalu dalam akan dapat menggerus keuntungan yang pada akhirnya menyebabkan kerugian yang besar karena tidak bisa menutupi biaya produksinya. Hal ini tentu akan mendorong multiplier effect yang lebih besar seperti berhenti berproduksi, PHK besar-besaran, devisa negara menurun, hingga sebabkan resesi.
Tren inflasi nasional yang terus menunjukkan penurunan sejak Januari 2023 hingga Juli 2024 belum bisa secara final disimpulkan sebagai akibat dari menurunnya daya beli masyarakat yang dapat mengancam merosotnya nilai konsumsi masyarakat hingga mendorong terjadinya resesi ekonomi. Berdasarkan hasil survei Bank Indonesia (BI), (IKK) pada Juli 2024 tercatat sebesar 178,33 menguat dibandingkan dengan bulan sebelumnya yaitu 155,17. Dengan demikian, keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi tetap berada pada level optimistis (indeks > 100).
Kenaikan IKK ini didorong oleh membaiknya Indeks Ekonomi Saat Ini (IKE) dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK). Peningkatan ini didukung dengan meningkatknya aktifitas ekonomi masyarakat melalui peningkatan konsumsi masyarakat pada periode dimulainya tahun ajaran baru.
Selain itu dari sisi pertumbuhan ekonomi, pada Triwulan 1 2024 BPS mencatat perekonomian masih tumbuh sebesar 5,11 persen terhadap triwulan 1 2023 (y-ony). Dengan demikian optimisme terhadap rendahnya angka inflasi sampai dengan Bulan Juli 2024 disebabkan oleh masih terkendalinya harga barang-barang yang dikonsumsi masyarakat secara umum bisa tetap dipertahankan.
Pergerakan Inflasi Kota Pekanbaru Tahun 2024
Sejalan dengan Upaya pemerintah pusat, pemerintah daerah khususnya Kota Pekanbaru tentunya perlu terus menjaga kestabilan harga barang-barang yang ada di Kota Pekanbaru. Jika dilihat dari pergerakan angka Inflasi di sepanjang Tahun 2024, angka Inflasi Kota Pekanbaru menunjukkan tren yang cukup terkendali.
Selama dua bulan terakhir, angka inflasi kota Pekanbaru terus menunjukkan penurunan. Bahkan pada bulan Juli ini Badan Pusat Statistik Kota Pekanbaru mencatat Kota Pekanbaru mengalami deflasi sebesar 0,58 persen. Angka ini merupakan deflasi terdalam dalam kurun satu tahun terakhir, dimana terakhir kali kota Pekanbaru mengalami deflasi yaitu pada bulan Oktober 2022 sebesar 0,72 persen.Hal ini mengindikasikan bahwa harga-harga komoditas yang dikonsumsi oleh Masyarakat kota Pekanbaru masih terus terkendali.
Sempat menunjukkan tren peningkatan pada awal tahun 2024 yaitu pada bulan Februari hingga bulan bulan Mei, dimana secara month to month inflasi tertinggi terjadi pada bulan Maret yaitu sebesar 0,66 persen dan angka ini merupakan inflasi tertinggi sejak November 2023.
Namun inflasi kota Pekanbaru justru menunjukkan perlambatan pada bulan berikutnya, hingga pada periode Ramadhan mapun Hari Raya Idul Fitri. Tercatat pada bulan April 2024 inflasi kota Pekanbaru adalah sebesar 0,07 persen, bulan Mei naik ke angka 0,52 persen dan Kembali turun pada bulan Juli yaitu sebesar 0,01 persen.
Puncaknya pada bulan Juli 2024 Kota Pekanbaru mengalami deflasi sebesar 0,58 persen. Sepanjang tahun 2024 Kota Pekanbaru mengalami tujuh kali inflasi dan dua kali deflasi. Secara rata-rata tren pergerakan inflasi Kota Pekanbaru masih berada diatas angka nasional, namun demikian masih berada pada rentang angka Inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah.
Jika dilihat lebih dalam, tren inflasi kota Pekanbaru sepanjang tahun 2024 secara umum masih dipengaruhi oleh kelompok pengeluaran makanan, minuman, dan tembakau, diikuti oleh kelompok oleh kelompok pengeluaran penyediaan makanan dan minuman/restoran, serta kelompok pengeluaran perawatan pribadi dan jasa lainnya.
Sedangkan komoditas utama yang paling mempengaruhi pergerakan inflasi/deflasi kota Pekanbaru di tahun 2024 merupakan komoditas yang masuk pada kelompok volatile food diantaranya adalah cabai merah, beras, emas perhiasan, nasi dengan lauk, serta sigaret kretek mesin. Berdasarkan kelompok komoditas tersebut, komoditas pangan merupakan komoditas yang paling besar pengaruhnya terhadap pembentukan angka inflasi Kota Pekanbaru.
Selain komoditas pangan, komoditas yang juga sering masuk ke dalam komoditas berpengaruh terhadap inflasi Kota Pekanbaru adalah komoditas emas perhiasan, rokok, dan tarif angkutan udara.
Sejak Januari hingga Juli 2024, harga emas perhiasan mempengaruhi angka inflasi sebanyak lima kali, tarif angkutan udara sebanyak empat kali, dan harga rokok sebanyak satu kali. Pada tahun 2024 harga emas juga tercatat mencapai level tertinggi dalam kurun waktu lima tahun terkahir. Sebagaimana kita ketahui, selain karena faktor pemintaan dan penawaran, pergerakan harga komoditas non pangan tersebut juga dipengaruhi oleh nilai tukar rupiah terhadap dolar serta kondisi ekonomi dan politik secara global.
Peran Pemerintah Kota Pekanbaru Dalam Mengendalikan Inflasi
Berdasarkan komoditas utama yang mempengaruhi inflasi di Kota Pekanbaru, pengendalian harga komoditas pangan merupakan hal yang perlu menjadi perhatian utama Pemerintah Kota Pekanbaru. Mengingat Kota Pekanbaru bukan merupakan daerah penghasil, pergerakan harga komoditas pangan tentu sangat bergantung pada ketersediaan pasokan yang berasal dari wilayah penghasil yang berada dari luar Kota Pekanbaru.
Kelancaran distribusi barang tentu menjadi poin utama yang perlu menjadi fokus pemerintah selain faktor lain yang mempengaruhi seperti tingkat produksi daerah asal, faktor cuaca, infrastruktur dan lain sebagainya. Adanya sistem yang terkoordinir dan sistematis dalam menjaga ketersediaan barang di pasar adalah langkah yang perlu untuk terus dilakukan oleh pemerintah Kota Pekanbaru.
Penguatan sinergi dan koordinasi antar instansi atau dinas terkait dalam melahirkan kebijakan ataupun program-program pengendalian harga seperti gerakan pasar murah, kerja sama dengan produsen di wilayah penghasil, operasi pasar dan lain sebagainya, serta monitoring dan evaluasi secara berkala Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Kota Pekanbaru perlu terus dilakukan agar segala kebijakan dan program pemerintah daerah yang telah dilaksanakan tepat sasaran dalam upaya mengantisipasi kestabilan harga dan ketersediaan barang di Kota Pekanbaru.
Selain itu ketersediaan tempat yang dapat digunakan untuk menampung berbagai aktifitas transaksi dalam skala besar antara produsen dan distributor maupun pedagang besar (grosir) seperti pasar induk yang disediakan oleh pemerintah daerah mungkin bisa menjadi alternatif berikutnya guna mendukung kelancaran distribusi dan menjaga efisiensi rantai pasok di wilayah Kota Pekanbaru.
Selain faktor distribusi barang, tersedianya alternatif lahan pertanian di Kota Pekanbaru khususnya komoditas pangan akan sangat berpengaruh terhadap pengendalian harga di Kota Pekanbaru. Pengalihan fungsi lahan kosong yang selama ini lebih banyak digunakan sebagai lahan perumahan atau pusat perdagangan, menjadi lahan pertanian khususnya pada sub sektor tanaman pangan dan hortikultura perlu semakin ditingkatkan.
Pemenuhan kebutuhan komoditas pangan yang berasal dari wilayah sentra pertanian di sekitar Kota Pekanbaru juga perlu menjadi perhatian Pemerintah Kota, sehingga tidak hanya bergantung pada wilayah di luar Provinsi Riau. Karena semakin mudah akses distribusi barang antar wilayah, maka biaya transportasi akan lebih murah sehingga harga barang di Kota Pekanbaru akan lebih stabil dan angka Inflasi akan terus terkendali.
Penulis | : | Fungsinal Statistisi BPS Kota Pekanbaru, Rika Wahyuni, SST, MM. |
Editor | : | Unik Susanti |
Kategori | : | Kota Pekanbaru, Riau, Ekonomi |