(CAKAPLAH) - Pendidikan politik bagi masyarakat adalah aspek penting dalam membangun pemahaman yang matang tentang demokrasi (Pemilu). Pendidikan politik dapat berasal dari berbagai kalangan, diantaranya: partai politik, sektor pendidikan, penyelenggara pemilu, pemerintah, media dan simpul-simpul masyarakat yang memiliki kepedulian terhadap jalannya proses pemilu yang demokratis, jujur, dan adil. Jelang hari pencoblosan tanggal 27 November 2024 nanti, upaya pendidikan politik yang baik sangat diperlukan. Pendidikan politik berperan penting dalam memupuk kesadaran masyarakat akan perannya sebagai elemen kunci dalam kehidupan demokrasi yang sehat dan adil. Pendidikan politik yang baik tentu akan dapat meningkatkan partisipasi politik masyarakat pada saat pencoblosan pemilu.
Pada masa kampanye politik ini, masyarakat diharapkan dapat lebih jeli membaca, menganalisis dan kritis terhadap berbagai aktivitas kampanye politik yang dilakukan oleh para kandidat pada pilkada Riau 2024. Masyarakat harus peka terhadap upaya kandidat dan tim suksesnya dalam menarik perhatian. Pada masa ini potensi kecurangan dinilai cukup massif, diantaranya: politik uang dan hoaks. Kedua bentuk kecurangan dan pelanggaran pemilu ini perlu diantisipasi melalui Pendidikan politik di masyarakat.
Fenomena politik uang bukanlah hal baru dalam setiap pemilu. Kasus politik uang di pemilu presiden 2024 juga masih santer terdengar di berbagai daerah di Indonesia, termasuk di Riau. Hasil wawancara penulis bersama informan riset dikatakan bahwa nilai uang yang beredar jelang pemilu presiden lalu pada angka 100 ribu – 300 ribu, bahkan diakui ada yang membagikan dalam bentuk barang yakni magic com, kipas angin, sepeda, dan TV.
Dalam kesempatan yang berbeda, penulis juga mendapatkan informasi bahwa masyarakat memang menunggu kandidat dengan uang atau barang-barang tersebut. Miris. Sesungguhnya regulasi terkait praktik politik uang ini telah diatur dalam UU Pemilu No 07 tahun 2017 7 tahun 2017 tentang pemilihan umum. Dimana salah satu larangan kampanye disitu disebutkan tidak melakukan praktik politik uang, baik bagi calon beserta tim suksesnya. Politik uang dapat berbentuk pemberian uang secara langsung, pemberian barang, pelayanan dan aktivitas dan proyek pemerintah. Salah satu pasalnya Pada Pasal 523 Ayat (1) UU Pemilu, yang berbunyi “Setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim Kampanye Pemilu yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta Kampanye Pemilu secara langsung ataupun tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 Ayat (1) huruf j dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp. 24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah). Maraknya Praktik money politic ini diduga karena lemahnya penegakan hukum dan kandidat tak cukup waktu untuk kampanye di masyarakat, sehingga melakukan hal instan untuk membujuk masyarakat dengan politik uang.
Fenomena lain yang juga sangat perlu Pendidikan politik yang baik adalah maraknya peredaran hoaks di media sosial. Era media digital hari ini memberikan ruang yang luas untuk dapat memupuk subur peredaran hoaks. Tren pemberitaan politik (hoaks) menjadi paling dominan jelang pemilu. Hoaks ini dapat berupa kampanye negative dan kampanye hitam. Konten-konten yang bermuatan hoaks ini terus diproduksi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk menghancurkan proses demokraasi melalui pemilu. Masyarakat perlu mewaspadai dengan meningkatkan literasi digital yang baik dalam penggunaan media sosial pada masa kampanye. Media hadir dalam semua tahapan pemilu, mulai dari masa sosialisasi kandidat, kampanye, masa tenang, masa pencoblosan bahkan masa penghitungan dan penetapan pemenang pemilu. Semua tahapan tersebut akan berpotensi untuk diproduksi pesan hoaks yang dapat memecahbelah masyarakat. Oleh karena itu pesan yang diterima harus dibaca dengan seksama, dianalisis dan dilakukan kroscek sebelum pada akhirnya memutuskan untuk melakukan share ke orang lain. Jika pada akhirnya harus memutuskan untuk melakukan share pihak lain, maka perlu sangat mempertimbangkan UU ITE yang telah berlaku di Indonesia.
Masyarakat yang berpendidikan politik memiliki pemahaman yang lebih kritis terhadap janji-janji politik, mampu menilai secara rasional, dan tidak mudah terpengaruh oleh bujuk rayu money politic dan informasi yang bersifat manipulatif (hoaks). Dengan semakin matangnya pendidikan politik masyarakat, diharapkan masyarakat tidak hanya menjadi partisipan dalam proses politik, tetapi juga menjadi penggerak perubahan sosial yang positif. Masyarakat yang memahami hak dan kewajibannya akan cenderung lebih aktif dalam mengawal kebijakan, menuntut akuntabilitas, dan berperan dalam menjaga integritas demokrasi.
Penulis | : | Associate Professor Dr. Fatmawati, Dosen dan Peneliti Kampanye Politik Universitas Islam Riau |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Cakap Rakyat, Politik |