MEMASUKI tahun baru 2025 publik dikejutkan dengan kebijakan pemerintah dengan menaikkan pajak PPN menjadi 12% untuk berbagai jenis barang yang telah ditetapkan oleh pemerintah dengan tanggapan dan respon yang beragam dari para pengamat, akadmeisi, pelaku usaha dan masyarakat awam. Secara umum, tanggapannya adalah bersifat negatif dalam pengertian kebijakan pemerintah yang dikenal juga dengan kebijakan yang tidak populis, lebih banyak merugikan kepada rakyat berpendapatan menengah ke bawah, walaupun tampak seolah-olah berpihak kepada rakyat miskin karena pajak yang dikenakan lebih fokus kepada masyarakat berpendapatan tinggi. Namun setelah dianalisis dan ditelisik lebih jauh dan mendalam justru rakyat awam yang paling menderita akibat kenaikan pajak PPN 12 % tersebut.
Kenaikan pajak PPN 12 % yang merupakan jenis pajak regresif secara tidak langsung menempatkan beban lebih besar kepada kelompok rentan yang berpenghasilan menengah ke bawah dibandingkan kelompok masyarakat kaya. Meskipun pemerintah telah mengecualikan beberapa barang kebutuhan pokok dari pajak, namun kenaikan biaya produksi, distribusi dan penyesuaian harga (kenaikan harga) oleh produsen akan berimbas kepada kelompok rentan dengan naiknya harga dan jasa pelayanan.
Hal ini jelas akan menimbulkan tekanan dan beban kepada kelompok berpenghasilan menengah ke bawah yang mengalokasikan sebagian besar (lebih dari 50 % dari penghasilan) untuk kebutuhan konsumsi. Dan untuk negara berkembang seperti Indonesia, daya beli masyarakat adalah penopang utama pertumbuhan ekonomi. Ketik daya beli masyarakat melemah akibat kenaikan harga, maka konsumsi dosmetik sebagai penggerak utama pertumbuhan ekonomi akan menurun. Keadaan ini diperburuk dengan masih tingginya ketimpangan pendapatan penduduk dengan angka Gini Ratio 0,38 pada tahun 2023. Kekhilafan atau kekeliruan penerapan kebijakan ini justru akan dapat menambah jurang kesenjangan sosial dan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Tentu kebijakan tersebut dikeluarkan oleh pemerintah setelah mempelajari dan mempertimbangkan secara seksama tanpa ada niat untuk menyengsarakan rakyat, di tengah kelesuan ekonomi dan stagnannya pertumbuhan ekonomi nasional yang berkutat pada angka 5% per tahun. Sementara target pertumbuhan ekonomi dari pemerintah baru di bawah kendali Prabowo-Gibran sebagaimana dalam janji kampanye serta visi dan misi adalah pencapaian pertumbuhan ekonomi 8% sampai tahun 2029. Oleh karena itu, usaha untuk mencapai target tersebut akan ditempuh berbagai kebijakan dan program untuk menggapainya. Penaikan pajak PPN 12% adalah salah satu program untuk mencapai misi tersebut, dengan harapan akan dapat meningkatkan pendapatan negara dari kenaikan pajak yang ditetapkan.
Kebijakan penaikan pajak PPN 12 % adalah langkah strategis untuk meningkatkan rasio pajak (tax ratio) yang selama ini tertinggal jauh dibandingkan negara lain serta untuk menopang kebutuhan pembangunan nasional. Dengan peningkatan pendapatan negara melalui pajak akan dapat didistribusikan secara berkeadilan kepada masyarakat melalui pembangunan infrastruktur, dan sektor prioritas yaitu pendidikan dan kesehatan serta penguatan layanan publik lainnya.
Secara ringkasnya, kebijakan penaikan pajak PPN 12 % ibarat pisau bermata dua. Menguntungkan di satu pihak dengan peningkatan pendapatan negara dari penaikan pajak PPN 12 %, yang seterusnya dapat dialokasikan untuk pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Dan di pihak lainnya jika keliru atau tidak tepat penerapannya, khususnya langkah mitigasi untuk mengurangi dampak negatif dari penaikan pajak PPN 12% tersebut serta transparansi alokasi dana hasil pajak, justru akan menambah jurang kesengsaraan masyarakat, ketimpangan sosial dan buruknya citra pemerintah di mata masyarakat. Bisakah masyarakat merasakan uang hasil pajak yang mereka bayarkan secara signifikan dan nyata dalam kehidupan keseharian mereka? Kepercayaan publik akan tumbuh jika dana digunakan untuk pembangunan dan peningkatan pelayanan kepada masyarakat secara langsung. Jadi kenaikan pajak tidak hanya sekadar untuk peningkatan penerimaan kas negara, namun yang paling penting adalah apakah kebijakan tersebut berpihak kepada rakyat banyak (pro poor).
Perputaran Ekonomi
Di tengah kecemasan pengangguran dan kelesuan ekonomi akibat kebijakan kenaikan pajak PPN 12% yang tentu dampaknya baru akan dirasakan tiga bulan ke depan, bagaimanapun kita sebagai masyarakat harus tetap optimis menjalani kehidupan ini. Hidup akan terus berlanjut, dan waktu akan terus mengalir tanpa ada yang bisa menghentikannya. Kita tentu tidak bisa hanya menyalahkan dan ‘mengutuk’ pemerintah dengan keputusan ini, yang tentu telah dipertimbangkan secara seksama dan matang. Namun di lain pihak, kita juga harus mampu untuk bertahan (survive) seraya mencari solusi dan beradaptasi dengan keadaan.
Larut dalam kemarahan dan kedongkolan kepada pemeritah juga tidak akan dapat memperbaiki keadaan. Oleh karena itu, kita harus juga mencari solusi terbaik menghadapi keadaan. Paling tidak kita harus berusaha untuk membantu diri sendiri. Sekurang-kurangnya kita bisa untuk mengatasi diri dan keluarga. Dan akan lebih baik lagi jika bisa membantu orang lain. Dengan motto tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah.
Namun jika saya perhatikan dalam 6 bulan terakhir ini, khususnya di Pekanbaru dan juga kota lainnya seperti di Taluk Kuantan, Bangkinanng menunjukkan geliat ekonomi lokal yang cukup baik dan masih terkendali. Di mana daya beli masyarakat masih terkendali, walaupun memang dirasakan dan dikeluhkan oleh banyak pelaku usaha bahwa terjadi penurunan transaksi ekonomi. Namun, secara umum masih bisa bertahan, dan sebahagian kecil ada yang gulung tikar seraya mencari usaha yang lainnya.
Untuk di daerah pedesaan di Riau, justru ekonomi tumbuh menggeliat dengan semakin meningkatnya harga komoditas sawit dan hasil pertanian lainnya. Dan juga di akhir tahun 2024 kita juga dapat berkah dengan banjirnya buah durian di Pekanbaru hingga sampai awal tahun 2025. Panen durian penghujung 2024 begitu melimpah di Sumatera Barat dan di Kampar yang membanjiri pasar di Pekanbaru dan kota lainnya di Riau. Kejadian ini jarang berlaku, dan menurut pengamatan saya ini adalah panen besar dalam 5 atau 10 tahun terakhir. Yang berimbas dengan turunnya harga durian dan berkah bagi petani durian, pedagang durian dan pencinta durian di Tanah Air, khususnya di Riau dan Sumatera Barat.
Jika dihitung nilai moneter dari transaski buah durian dan buah lainnya yang membanjiri Kota Pekanbaru, akan dapat angka yang cukup besar dan sumbangannya di dalam perputaran ekonomi di Pekanbaru dan Riau. Walaupun sifatnya musiman. Menariknya lagi, daya beli masyarakat untuk membeli durian cukup tinggi, sehingga berapapun banyaknya durian yang dipasok dari Sumbar sampai di Pekanbaru dan kota lainnya ludes dan habis.
Selain itu, di tengah kelesuan ekonomi dan kebijakan PPN 12 % juga terlihat semacam anomali ekonomi di Pekanbaru dan Riau pada umumnya, di mana pada liburan panjang akhir tahun yang bersempena dengan liburan sekolah, justru tempat-tempat rekreasi dan hiburan penuh dan disesaki oleh pengunjung. Pusat-pusat perbelanjaan dan perdagangan di Pekanbaru seperti mal, plaza dipadatai oleh para pengunjung, baik warga Kota Pekanabru dan juga dari daerah lainnya di Riau. Hotel-hotel dan restoran juga tampak ramai didatangi oleh para konsumen. Begitu juga cafe dan resto di berbagai penjuru Pekanbaru, lebih-lebih lagi pada ujung minggu (weekend) dan hari libur nasional. Dan kesemua ini bisa dicermati dengan macetnya jalan utama di Kota Pekanbaru.
Apakah ini hanya sekadar euforia akhir tahun dan menyambut tahun baru? Jawabannya akan dapat kita lihat dalam tiga hingga 6 bulan ke depan. Bagaimanapun optimisme harus terus tetap ditancapkan dalam pikiran kita. Dan semuanya pasti ada jalan keluarnya. Kita adalah bangsa besar, dan sudah banyak datang ujian dan cobaan yang menerpa bangsa dan negara, termasuk Covid-19, krisis moneter 1998, dan sebelumnya lagi peristiwa G 30 S PKI, namun kita bisa melewatinya dengan baik dan bisa bangkit kembali. Kini, kita berada dalam keadaan zaman tenang dan sudah bebas dari tsunami politik pilpres dan pilkada serentak 2024 yang mengkhawatirkan, sehingga diharapkan akan muncul pikiran jernih dan hati yang tenang untuk mengantisipasi situasi dan keadaan yang kurang menguntungkan dan menggembirakan, khususnya berkenaan dengan ekonomi dan lingkungan.
Mari kita beri kesempatan pemerintah Koalisi Indonesia Maju (KIM) di bawah kepemimpinan duet ideal, senior-junior, Parabowo-Gibran untuk mewujudkan mimpi besar bangsa yang selalu digaungkan, yaitu Indonesia Emas 2045. Mari kita dukung sepenuhnya, dan jika ada yang kurang kita berikan saran dan kritikan membangun untuk perbaikan dan kemaslahatan bangsa dan negara. Tapi bukan karena kebencian, dongkol, sakit hati, kecewa dan marah.**
Penulis | : | Apriyan D Rakhmat (Dosen Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik, Universitas Islam Riau, Pekanbaru) |
Editor | : | Delvi Adri |
Kategori | : | Ekonomi, Cakap Rakyat |