
![]() |
PEKANBARU (CAKAPLAH) - Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri Pekanbaru menetapkan Feri Iskandar (53) dan Sumantri (56) sebagai tersangka dugaan korupsi penyaluran kredit fiktif di salah satu bank BUMN di Kota Pekanbaru yang merugikan negara Rp7,9 miliar. Kedua tersangka langsung ditahan.
"Tersangka FI dan S. Kedua tersangka merupakan debitur yang mengumpulkan KTP (Kartu Tanda Penduduk) masyarakat," ujar Kepala Seksi (Kasi) Tindak Pidana Khusus Kejari Pekanbaru, Niky Junismero, didampingi Kasi Intelijen, Effendi Zarkasyi, dan Kepala Subbagian Pembinaan, Sumriadi, Selasa (11/2/2025) petang.
Niky mengatakan, penetapan tersangka baru ini merupakan pengembangan dari dua tersangka sebelumnya yakni Syahroni Hidayat dan Vanni Setiabudi. "Jadi, total empat orang telah kita tetapkan sebagai tersangka," kata Niky.
Menurut Niky, Feri Iskandar dan Sumantri diduga berperan dalam mengumpulkan 14 KTP tanpa sepengetahuan pemiliknya untuk mengajukan kredit. "Orang-orang yang KTP-nya dipinjam rata- rata tidak mengetahuinya," jelas Niky.
Kedua tersangka ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas I Pekanbaru sebagai titipan Jaksa selama 20 hari ke depan. Keduanya dijerat Pasal 2.ayat (1) dan Pasal 3 Undang-undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Niky menyebut, dalam pengungkapan kasus ini penyidik telah meminta keterangan 28 orang saksi. Dari pemeriksaan terhadap saksi dan tersangka, diketahui kalau uang kredit yang diterima tidak digunaan untuk kepentingan pribadi. "Uang digunakan untuk pembelian kebun kelapa sawit," ungkap Niky.
Namun, Niky belum mau mengungkapkan berupa jumlah uang yang dinikmati masing-masing tersangka. "Nanti diungkapkan di persidangan saja," ucapnya.
Untuk diketahui, kasus berawal ketika bank memberikan fasilitas kredit investasi kepada 16 debitur untuk pembelian kebun kelapa sawit yang berlokasi Kecamatan Logas Tanah Darat, Kabupaten Kuantan Singingi seluas lebih kurang 102 hektare.
Agunan kredit berupa 48 Surat Hak Milik (SHM) dan 3 Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR) dengan nilai kredit sebesar Rp8 miliar. "Kenyataannya, calon debitur yang datang hanya dua orang," kata Niky.
Kedua orang yang hadir tersebut membawa nama dan identitas 14 calon debitur lainnya. Belasan calon debitur itu tidak mengetahui kalau nama mereka digunakan untuk mendapatkan fasilitas kredit. "Sebanyak 14 dari 16 orang (yang KTP dipinjam) tidak mengetahui kalau itu untuk pengajuan (kredit). Namanya dicatut," jelas Niky.
Selanjutnya sekitar akhir Januari 2011, Syahroni selaku kepala cabang memerintahkan Vanni selaku AO untuk memproses permohonan kredit. Ketika itu, Vanni menyampaikan kepada Syahroni selaku kepala cabang bahwa proses kredit untuk 16 calon debitur tidak sesuai aturan atau tidak layak dan berlangsung cepat.
Kendati begitu, dana kredit Rp8 miliar tetap dicairkan dan disalurkan kepada 16 debitur. Namun, dalam perjalanannya kredit tersebut mengalami kemacetan.
"Posisi kredit 16 debitur sampai saat ini Desember 2024 dalam keadaan macet sebesar Rp 7.976.080.428 hingga menjadi kerugian negara. Kredit yang sudah dibayarkan sebesar Rp23.919.573,94," tutur Niky.**
Penulis | : | CK2 |
Editor | : | Delvi Adri |
Kategori | : | Hukum, Kota Pekanbaru |









































01
02
03
04
05



