PEKANBARU (CAKAPLAH) - Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau menetapkan tiga orang tersangka baru kasus dugaan korupsi anggaran perjalanan dinas tahun 2015-2016 di Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Riau. Mereka akan diperiksa sebagai tersangka dalam waktu dekat.
"Benar, kita sudah tetapkan tiga tersangka baru dalam kasus itu (Bapenda)," ujar Asisten Pidsus Kejati Riau, Sugeng Riyanta, Rabu (24/1/2018).
Namun, Sugeng belum mau mengungkapkan identitas ketiga tersangka tersebut. Pasal, ketiga tersangka belum dipanggil untuk dimintai keterangannya sebagai tersangka.
"Nanti diperiksa dulu. Minggu depan ya (diperiksa)," kata mantan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Muko-muko, Provinsi Bengkulu ini.
Sugeng menjelaskan, penetapan ketiga tersangka tersebut dilakukan dalam gelar perkara. Sebelum jadi tersangka, ketiganya sudah beberapa kali dipanggil sebagai saksi oleh penyidik Pidsus Kejati Riau.
Perkara ini merupakan pengembangan dari kasus terdakwa Deliana dan Deyu yang sedang bergulir di Pengadilan Tipikor Pekanbaru. Berdasarkan fakta di persidangan, Pidsus Kejati mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) baru.
Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Februari 2015, terdakwa Deliana memanggil terdakwa Deyu untuk datang ke ruangannya. Di ruang itu juga hadir Bendahara Pengeluaran dan Bendahara Pembantu di masing-masing bidang.
Di antaranya, Deci selaku Bendahara Pengeluaran Bidang Pajak, Deli selaku Bendahara Pembantu Bidang Pengelolaan Data, Anggraini selaku Bendahara Pembantu Bidang Retribusi, dan Tumino selaku Bendahara Kesekretariatan.
Terdakwa Deliana memberitahukan kalau dana UPT segera cair. Namun dari dana itu akan ada pemotongan sebesar 10 persen dari Uang Pengganti (UP) dan Ganti Uang (GU) di masing-masing bidang.
Pencairan dilakukan pada Maret hingga Desember 2015 melalui juru bayar, Akmal. Untuk melaksanakan instruksi Deliana, terdakwa Deyu meminta Akmal memotong 10 persen kepada bendahara.
Setelah terkumpul, dana itu disimpan ke dalam brankas yang diketahui oleh terdakwa Deliana dengan tulisan uang pemotongan UP dan GU. Uang itu dikeluarkan atas persetujuan terdakwa untuk membayar operasional seperti bahan bakar minyak, tivi kabel, honor, tiket pesawat, makan bersama dan lain-lain.
Pemotongan serupa juga dilakukan pada tahun 2016.
Pemotongan ini berdampak pada masing-masing bagian di Dispenda (saat ini bernama Badan Pendapatan Daerah) Riau. Perjalanan dinas tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Akibat perbuatan itu negara dirugikan Rp1,23 miliar. Uang itu tidak bisa dipertanggungjawabkan terdakwa dan membuat Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) tidak sesuai prosedur.
Tersangka dijerat Pasal 2 jo Pasal 3 jo Pasal 8 jo Pasal 12 huruf e Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.