"Disupervisi KPK," ujar Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Riauan Sugeng Riyanta, di Pekanbaru, kemarin.
Menurut Sugeng, supervisi yang dilakukan KPK tidak hanya sebatas pengawasan saja. Ahli yang terlibat dalam penyidikan pun juga dimintakan dari lembaga anti rasuah tersebut.
Kebijakan itu dilakukan sebagai bentuk profesionalitas dan memaksimalkan hasil penyidikan yang selama ini tidak kunjung tuntas. "Yang penting alat bukti kuat. Kita dibantu KPK, melibatkan banyak pihak, ahlinya pun bantu untuk kredibilitas," tutur Sugeng.
Dalam kasus ini, jaksa telah menetapkan dua tersangka, yakni mantan Kepala Dinas PU Rohil, Ibus Kasri dan mantan Sekdakab, Wan Amir Firdaus. Sejak penetapan tersangka tiga tahun lalu, perkara tak kunjung dilimpahlan ke pengadilan.
Belum lama ini jaksa penyelidik Kejati kembali melakukan gelar perkara, mengundang Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) RI Perwakilan Riau. BPKP kembali diminta menghitung kerugian negara, karena mereka mengaku belum melakukan perhitungan. "Yang terakhir kemarin ada kesepakatan dengan BPKP menghitung kerugian negara," kata Sugeng.
Sugeng nebyatakaan, penyidik akan melakukan pendalaman penyidikan terhadap perkara ini. Meski begitu, ia tidak berani memberi target penuntasan penyidikan perkara ini.
"Yang penting perkara sampai pengadilan. Perkara ini rumit," tambahnya.
Proyek Jembatan Pedamaran I dan II dianggarkan menggunakan dana APBD 2008-2010. Dana dikucurkan berdasarkan kesepakatan kontrak awal Nomor: 630/KONTRAK-JPI/MY/2008/47.80, dimana PT Waskita Karya menawarkan harga proyek itu sebesar Rp422,48 miliar.
Diduga anggaran yang turun lebih besar dari penawaran harga PT Waskita Karya. Selain itu pengerjaan Jembatan Pedamaran I dan II 2008-2010 seharusnya sudah selesai 66,48 persen.
Dari data lapangan pengerjaan pembuatan Pedamaran I baru 62,75 persen dengan dana Rp147,40 miliar. Dari dana itu kerugian negara diduga mencapai Rp8,77 miliar.
Untuk pembangunan Jembatan Pedamaran II, dana yang cair Rp 156,42 miliar dengan bobot pengerjaan harus mencapai 68,18 persen, ternyata hasilnya baru 48,27 persen dengan jumlah dana Rp 110,75 miliar sehingga negara diduga dirugikan Rp 45,67 miliar.(ck6)
Penulis | : | Bhimo |
Kategori | : | Hukum |