(CAKAPLAH) - Harta karun dari Abad ke-9 Masehi itu diangkat dari kapal yang karam di perairan Belitung, Indonesia. Gerabah dari emas, perak, cermin perunggu dan artefak lain dari masa Dinasti Tang ditemukan pada 1998 lalu.
Isi kapal itu secara ajaib terlindung dari dari erosi dan kerusakan di dasar Laut Jawa.
Harta karun tersebut untuk kali pertamanya dijadwalkan dipamerkan di Amerika Serikat, di Museum Kota New York.
Namun, pameran tersebut menuai kontroversi. Sehari sebelum pameran dibuka, pada 6 Februari 2017 penentangan datang dari pihak Advisory Council on Underwater Archaeology.
Mereka mengirimkan surat kepada Asia Society, lembaga non-profit yang menjadi penyelenggara pameran.
Alasannya, pundi-pundi itu tak diperlakukan sebagai warisan berharga, bukan diambil melalui ekskavasi yang semestinya, melainkan lewat perburuan harta karun.
"Museum yang memamerkan harta karun itu memang tak berniat mempromosikan perburuan harta karun. Tapi itulah dampaknya," kata Marco Meniketti, arkeolog dari San Jose State University di California yang mengepalai Advisory Council on Underwater Archaeology, seperti dikutip dari situs Nature, Kamis (9/2/2017).
Itu bukan penolakan pertama. Pada 2012 lalu, artefak dari bangkai kapal di Belitung (Belitung Wreck) itu juga akan dipamerkan di Sackler Gallery di Washington DC. Namun, acara tersebut batal setelah mendapat penentangan dari para ilmuwan Smithsonian Institution.
Memamerkan hasil ekskavasi komersial, menurut Filipe Castro, arkeolog di Texas A&M University, sama saja dengan mendukung perburuan harta karun, "yang membungkam semua pertanyaan yang bisa dijawab dari bangkai kapal pengangkutnya".
Pertanyaan yang dimaksud adalah data-data sejarah, yang berguna untuk menguak kehidupan dan budaya masa lalu.
Sebelumnya, penyelenggara pameran di New York, Asia Society mengatakan, penonton Amerika Serikat harus menyaksikan pameran bertajuk, Secrets of the Sea: A Tang Shipwreck and Early Trade in Asia itu. Karena maknanya.
"Isi dari kapal karam Belitung adalah saksi bisu dari skala dan kemajuan kontak antara umat Islam dan Buddha pada masa lalu, lebih dari seribu tahun lalu, demikian dikutip dari situsAsia Society.
Sementara, Seabed Explorations, perusahaan yang melakukan ekskavasi juga membela diri. "Tanpa eksplorasi Seabed Explorations, tak akan ada data tentang kapal karam Belitung," kata Tilman Walterfang.
Editor | : | Hadi |
Sumber | : | Liputan6.com |
Kategori | : | Serba Serbi |