Ilustrasi/int
|
PEKANBARU (CAKAPLAH) - Dua kader PDI Perjuangan di Riau kalah pada Pilkada Serentak 2017 di Kampar dan Pekanbaru. Padahal, kandidat yang mereka usung digadang-gadang bakal keluar sebagai pemenang. Namun usai pemilihan, jagoan banteng moncong putih itu keok.
Banyak spekulasi mengenai kekalahan calon PDI Perjuangan ini. Salah satunya yang santer jadi perbincangan adalah kekalahan ini imbas kasus penistaan al-Quran oleh Ahok. Seperti diketahui PDI Perjuangan di DKI Jakarta menjadi pengusung dan pendukung Ahok. Akibatnya, pemilih muslim yang melek dengan kasus ini mulai lari dari PDI Perjuangan.
Apalagi, seperti di Kampar, daerah Serambi Mekkah-nya Riau, yang notabene pemilihnya banyak dari kalangan Muslim. Begitu juga Pekanbaru, negeri Melayu pemilih Muslimnya lebih dominan.
Menanggapi hal ini, Ketua DPD PDI Perjuangan Riau Kordias Pasaribu mengakui kalau kedua jagoannya kalah di Pilkada Pekanbaru dan Kampar. Namun kekalahan itu bukan karena faktor Ahok.
"Bagaimana saya bilang kekalahan itu dampak dari Ahok, sedangkan di DKI Ahok menang di putaran pertama dan masuk ke putaran kedua. Hanya orang yang tidak suka melihat PDIP saja makanya disebar isu sepeti itu," katanya.
Lebih lanjut dikatakannya, meski di Riau PDI Perjuangan tidak menang, namun secara keseluruhan, dari 101 Pilkada serentak 2017, PDI Perjuangan menang 52. "Artinya kemenangan PDIP pada Pilkada serentak 50 persen plus 1," ujar Kordias.
Lantas, apakah kekalahan PDI Perjuangan disebabkan oleh calon yang diusung tidak menjual? "Bukan juga. Calon yang diusung adalah kader PDI Perjuangan. Pak Zulher kader, begitu juga di Pekanbaru, kami usung kader partai sendiri," kata Kordias.
Kekalahan ini, lanjutnya, akibat faktor eksternal. Karena, kalau faktor internal semuanya berjalan baik. "Mesin politik jalan. Kekalahan perolehan suara ini faktor eksternal," sebut anggota DPRD Riau ini.
Penulis | : | Azumar |
Editor | : | Ali |
Kategori | : | Kota Pekanbaru, Kabupaten Kampar, Politik |