JAKARTA (CAKAPLAH) - PT Modern Sevel Indonesia (MSI) telah mengibarkan bendera putih dalam mengelola serta mengembangkan 7-eleven (Sevel) di Indonesia. PT Modern International Tbk (MDRN) selaku induk usaha mengumumkan penutupan seluruh gerai sevel di Indonesia per 30 Juni 2017.
Apa penyebabnya ? Menurut Akademisi dan Praktisi Bisnis Universitas Indonesia, Rhenald Kasali mengatakan, lebih dikarenakan tidak pahamnya pemerintah dalam hal ini Kementerian Perdagangan dengan bisnis model yang diterapkan oleh Sevel.
Rhenald menceritakan, Sevel masuk ke Indonesia melalui generasi ke-3 Modern Internasional yang mendapat lisensi dengan bisnis model yang baru, yaitu menjadi lokasi berkumpul atau sosialisasi masyarakat.
"Sayangnya bisnis modelnya ini tidak dipahami oleh regulator," kata Rhenald, Sabtu (24/6/2017).
Bisnis model yang dikembangkan Sevel juga sempat menjadi pemberitaan halaman depan media di Amerika Serikat, yang pada saat bersamaan juga memberikan dampak kepada ritel-ritel yang sudah eksis lebih dahulu di Indonesia.
"Itu tidak dipahami regulator, jadi gagalnya sevel di Indonesia itu pertama itu karena regulator tidak merestui mereka," ungkap dia.
Dia melanjutkan, saat masih segar-segarnya Sevel menginjak di Indonesia, pihak Kementerian Perdagangan langsung melakukan razia dengan mempertanyakan bisnis yang dijalankan ini untuk izin ritel atau restoran. Sebab, aturan di Indonesia sendiri belum ada yang memfasilitasi bisnis model seperti Sevel.
"Ruang geraknya Sevel itu sudah diteror regulasi pada zaman itu. Jadi dia dipersulit, padahal ini tempat anak muda nongkrong, bukanya 24 jam berada di kisaran Ibu Kota dengan cepat dia menciptakan lapangan pekerjaan, karena dia membikin nasgor, sosis, itu sampai mereka punya pusat pasokannya sendiri, dan mempekerjakan sekitar 2.500 karyawan," jelas dia.
Selain tidak pahamnya pemerintah, masalah selanjutnya juga banyaknya organisasi masyarakat (ormas) yang menekan manajemen Sevel untuk memberikan jatah parkiran.
"Muncul kelompok ormas yang menekan mereka, karena mereka minta jatah parkir, karena anak muda kumpul banyak, parkirannya menarik," kata dia.
Masalah selanjutnya, kata Rhenald, adanya tindakan yang tidak adil dari pemerintah kepada Sevel atau minimarket lainnya.
"Karena supermarket itu diizinkan untuk menjual minuman beralkohol yang di bawah 5% misalnya bir, tiba-tiba dikatakan mereka tidak boleh jual bir, karena bukan supermarket," tutup dia.
Editor | : | Jef Syahrul |
Sumber | : | Detik.com |
Kategori | : | Ekonomi |