Ilustrasi/int
|
PEKANBARU (CAKAPLAH) - Sejak lokalisasi Teleju ditutup Pemerintah Kota Pekanbaru, praktik prostitusi masih tetap eksis di ibukota ini. Ada yang melakukannya secara terang-terangan namun ada pula yang mengemasnya dengan cara yang sangat rapi.
Para penjaja seks ini pun dari berbagai usia, mulai dari yang masih sangat muda hingga yang sudah baya. Dari perempuan dewasa hingga yang masih berstatus pelajar. Mereka memanfaatkan aktivitas di ibukota yang tidak pernah tidur ini.
Dari penelusuran yang dilakukan CAKAPLAH.COM, pekerja seks ini ini mangkal di berbagai tempat. Seperti terlihat di Komplek Jondul Lama, Jalan Teuku Umar, Jalan Sudirman dan sejumlah kafe remang-remang yang ada di Kecamatan Payung Sekaki.
Motif yang dilakukan Pekerja Seks Komersial (PSK) dilakukan dengan berbagai modus seperti pekerja panti pijat, menjadi pelayan warung-warung remang, hingga menjajakan langsung di pinggir-pinggir jalan di tengah malam. Bahkan di sepanjang Jalan Sudirman Pekanbaru sendiri ada beberapa titik yang menjadi tongkrongan mereka seperti di depan May Bank, depan Van Hollano dan simpang Jalan Teuku Umar.
“Kami nongkrong di sini karena kalah saing dengan cewek-cewek yang nongkrong di Diskotik dan tempat Karaoke, kalau kami di sini transaksi bisa berjalan cepat,” kata Bunga (28) salah seorang PKS yang biasa mangkal di pinggir jalan Sudirman saat ditemui CAKAPLAH.COM, baru-baru ini.
Kepada CAKAPLAH.COM, Bunga bicara blak-blakan, dirinya mengaku mendapat pemasukan yang lumayan besar dari hasil kerja di dunia hitam tersebut. Meski pendapatan setiap harinya tidak menentu, tetapi pada hari-hari tertentu seperti Sabtu dan Minggu ia bisa mendapat Rp600 ribu hingga Rp1 jutaan dalam semala. Namun tidak jarang pula ia harus gigit jari.
“Sehari saya bisa melayani beberapa tahu, bisa dua hingga tiga kalilah, kadang juga enggak ada tamu," cetusnya.
Bunga menyadari kalau pekerjaan yang dilakoninya di dunia hitam tersebut salah dan tidak benar, tetapi ia berdalih harus mencukupi kebutuhan anaknya di kampung dan mahalnya biaya hidup di Pekanbaru. “Demi anak saya berani berbuat apa saja. Karena semua orang belum tentu peduli kepada saya dan anak saya,” sesal Bunga yang masuk dunia hitam karena ditinggal oleh suami.
Kian Larut Makin Murah
Penelusuran selanjutnya dilakukan di sejumlah tempat panti pijat yang ada di lokasi Perum Jondul Lama. Kawasan ini sudah dikenal sebagai tempat kosan Texas dan tempat sejumlah panti pijat esek-esek. Pada malam hari, komunikasi atau transaksi yang dilakukan tepat di depan panti pijat esek-esek itu. Sekalipun razia dilakukan, di kawasan ini tidak susah untuk mencari hiburan seks dengan modus panti pijat sehat.
"Mereka hanya sembunyi kalau dirazia oleh Polisi dan Satpol PP, kalau sama yang lain mah pastilah tidak sembunyi,” ujar seorang warga yang enggan menyebutkan namanya yang tinggal tak jauh dari lokasi esek-esek itu.
Soal tarif, lagi-lagi menyebut paket hemat. “Cukup dengan beberapa lembar ratusan ribu aja,” ujarnya.
Dia memberikan tips, kalau mau mendapatkan harga murah maka datanglah pada tengah malam. “Kian larut kian murah,” ujarnya sambil tersenyum.
Terakhir CAKAPLAH.COM mengunjungi sejumlah tempat hiburan malam besar yang tersebar di banyak tempat di Pekanbaru. Di tempat hiburan besar ini, penampilan mereka lebih cantik dan sensual. Apalagi dengan balutan rok mini dan pakaian seksi serba menggoda.
Sebutan bagi wanita ini adalah pemandu lagu alias PL. Sering juga disebut purel atau kadang Lady Escort alias LC. Tapi semua nama itu artinya sama saja. Tugas wanita-wanita ini menemani tamu berkaraoke ria dan menyuguhkan minum beralkohol. Mereka ini dikomandoi para mami atau papi, julukan buat sang mucikarinya.
Untuk menarik tamu, para wanita muda ini berpakaian seksi. PL adalah daya tarik utama sebuah tempat karaoke. Selain cantik, PL yang ramah dan pandai menyanyi dan disukai para tamu karaoke. Mereka rata-rata tamatan SMA bahkan para mahasiswi yang masih kuliah.
Menurut sumber, harga cas mereka bervariasi tergantung tempat karaokenya. Sekali cas para LC ini berkisar Rp550 hingga Rp600 ribu perenam jam, itu pun diluar tips mereka.
Nah, seringnya wanita pemandu lagu ini juga bisa dibooking. Setelah suasana panas dalam ruang karaoke, biasanya berlanjut ke hubungan yang lebih intim ke hotel. Parahnya lagi, sejumlah tempat karaoke besar di Kota Pekanbaru ini malah menyediakan kamar tidur tempat untuk berhubungan intim.
Diakui seorang Pemandu Lagu, Putri (25), memang karaoke hanya pemanasan. Wanita berparas cantik dan rambut sebahu asal Jawa Barat ini sudah biasa dirangkul atau dicolek tamu di dalam room karaoke. "Biasanya mereka penasaran, dan mengajak hubungan lanjut. Saya lihat-lihat orangnya tapi biasanya saya tawarin Rp1 juta sampai Rp1,5 juta sekali sort time. Ya kurang dikit bolehlah, untuk sekali main, itu semua diluar harga cas sebagai LC," kata Putri kepada CAKAPLAH.COM.
Putri mengaku belum setahun bekerja sebagai LC. Sebelumnya dia hanya ibu rumah tangga, setelah bercerai seorang teman mengajaknya bekerja di karaoke di Pekanbaru. Setelah dicoba, Putri kerasan dengan profesi barunya. Alasannya apalagi kalau bukan uang demi menghidupi anaknya yang tinggal bersama orang tuanya.
"Ya inginnya sih enggak kerja kayak gini, tapi terpaksa dikerjain saja. Susah cari kerja, apalagi saya janda anak satu," ucap Novi.
Pengamat: Ada Oknum Pejabat yang Menikmati
Menurut Pengamat Sosial dan Doktor Antropologi M Rawa El Amady, perkembangan kota di seluruh dunia, terutama kota dagang seperti Pekanbaru, memang tidak bisa lepas dari masalah sosial, salah satunya adalah pedagangan manusia berupa transaksi seks.
Permasalahan tersebut bisa dikurangi jika Pemerintah Kota mempunyai konsep kota yang bisa mengurangi masalah sosial tersebut.
"Dalam pandangan saya, Kota Pekanbaru baru berkembang secara alamiah yang diatur oleh pemilik modal tanpa perencanaan. Apalagi misi sebagai yang manusia dan sebagai kota Islami yang ada identik dengan Melayu-nya," ujar Rawa.
Ia menilai pemerintah kota tidak ikut campur terhadap perkembangan kota. Kebijakan untuk Kota Pekanbaru sepenuhnya ditentukan oleh pasar atau kapital. "Apalagi perdagangan manusia dan perjudian merupakan alat akumulasi modal yang paling mudah," kata M Rawa saat dimintai pendapatnya Rabu (2/8/2017).
Bahkan, lanjut Rawa, bisa diduga oknum pejabat di Pekanbaru ikut menikmati akumulasi modal dari bisnis seks tersebut. Karena Pekanbaru sebagai kota datang, orang berdatangan dari mana-mana, maka sumber daya seks juga tersedia dengan mudah.
Jadilah perkembangan bisnis seks sangat pesat di Pekanbaru. Untuk mengurangi maka, pada kota baru harus dimulai dari pemerintah. "Jika Walikotanya concern terhadap masalah ini maka dipastikan bisa dikurangi seperti di Surabaya misalnya," katanya.
Penulis | : | Dagen |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Kota Pekanbaru, Serba Serbi |