Kejati Riau
|
PEKANBARU (CAKAPLAH) - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau telah menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) terkait perkara penggarapan lahan di luar Hak Guna Usaha (HGU). Dalam SPDP itu mencantumkan PT Hutahaean sebagai tersangka korporasi.
Kasi Penkum dan Humas Kejati Riau, Muspidauan, mengatakan, SPDP diserahkan penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau, beberapa waktu lalu.
"Sudah kita terima," kata Muspidauan.
Saat ini, kejaksaan menunggu penyerahan berkas tahap 1 dari penyidik Polda Riau. Berkas itu akan diteliti untuk mengetahui, apakah sudah memenuhi kelengkapan perkara atau belum.
"Dari penelaahan yang dilakukan akan diketahui kekurangan dalam berkas. Kalau masih kurang, berkas dikembalikan ke penyidik untuk dilengkapi," kata Muspidauan.
Dalam kasus ini, penyidik Ditreskrimsus Polda Riau sudah memeriksa Presiden Direktur PT Hutahaean, HW Huhaean pada Senin (14/8/2017) lalu. Saat itu, pria berusia 82 tahun itu dimintai keterangan selama 8 jam.
Bos perusahaan perkebunan sawit itu dijadwalkan akan kembali diperiksa penyidik dalam pekan ini. Penetapan PT Hutahaean sebagai tersangka korporasi dilakukan setelah penyidik Ditreskrimsus Polda Riau menemukan sejumlah alat bukti. Selain itu, penyidik juga sudah meminta keterangan empat orang saksi, yakni ahli lingkungan hidup, ahli pidana, ahli pertanahan, dan ahli planalogi.
Berdasarkan keterangan ahli, ada kelebihan areal lahan yang digarap PT Hutahaean. Namun, pihak perusahaan hingga saat ini belum mengakuinya.
Lahan itu terdapat di Afdeling 8 dengan luas lahan 835 hektar yang terletak di Dalu-dalu Kabupaten Rokan Hulu.
PT Hutahaean melanggar Undang-undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Perusakan Hutan, dan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup.
Selain PT Hutahaean, Polda Riau juga membidik tiga perusahaan lain yang izinnya tidak sesuai, yakni PTPN V, PT Gandaera dan PT Seko Indah. Untuk PTPN V sudah ditingkatkan ke penyidikan.
Kasus ini berawal dari laporan 33 perusahaan oleh Koalisi Rakyat Riau (KKR) ke Polda Riau pada 16 Januari 2017 lalu. Perusahaan itu diduga menggarap lahan tanpa izin dan tak sesuai aturan.
Dalam laporannya KRR merincikan, seluas 103.230 hektar kawasan hutan dan 203.997 hektar lahan di luar HGU, diduga digarap oleh 33 perusahaan itu. Atas pelanggaran ini, KRR menaksir kerugian negara senilai Rp2,5 triliun.