Erisman Yahya
|
JIKA ada yang bertanya, sejak kapan fitnah itu ada? Barangkali dapat kita pastikan bahwa fitnah itu sama tuanya dengan sejarah umat manusia. Jika kita sepakat mengatakan bahwa fitnah itu adalah tuduhan atau tudingan yang tidak berdasar, yang tidak jelas kebenarannya, maka bolehlah kita katakan bahwa tudingan Syetan tentang kehinadinaan Nabi Adam AS (manusia pertama) karena tercipta dari tanah sebagai suatu fitnah yang sangat keji.
Karena toh di mata Allah SWT, kemuliaan itu tidaklah diukur dari apa ia berasal, apakah dari tanah atau dari api (asal penciptaan Syetan). Tapi justru sejauhmana ia tunduk dan patuh mengikuti perintah Allah SWT. Sekali lagi, jika kita sepakat dengan analisa itu, maka sesungguhnya fitnah itu sudah ada sejak awal penciptaan manusia. Itulah asal-muasal fitnah di zaman old...
Lalu, bagaimana fitnah di zaman now? Tentu corak dan ragamnya sudah jauh lebih berkembang sesuai dengan perkembangan zaman itu sendiri. Jika di zaman old, fitnah relatif menyebar hanya dari mulut ke mulut. Di zaman now, fitnah bersileweran jauh lebih canggih dari itu. Fitnah setiap hari bisa masuk ke ruang-ruang pribadi kita tanpa ada yang bisa menghambat. Fitnah bisa menyebar melalui media televisi, online, media cetak dan yang paling dahsyat tentu saja melalui media sosial (medsos). Sehingga kini kita mengenal ada istilah hoax (berita atau kabar yang tidak berdasar alias fitnah yang sangat keji).
Pertanyaan selanjutnya, yang mungkin lebih substansial adalah, apakah Anda pernah difitnah atau justru Anda tukang fitnah? Kalau Anda pernah difitnah, saya yakin Anda pernah merasakan bagaimana sakitnya difitnah, sehingga Anda (mudah-mudahan) akan berfikir seribu kali untuk melakukan hal yang sama atau memfitnah orang lain karena tidak ingin orang lain merasakan bagaimana sakitnya kena fitnah. Tentang sakit atau dampak dari fitnah, bukankah kita sering mengatakan, "fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan!"
Segitu besarnya kah dampak dari fitnah? Iya, pasti! Nabi Muhammad SAW saja, yang kita yakini sebagai manusia pilihan, dalam syirahkenabian pernah diceritakan sangat terguncang ketika mendengar gunjingan atau berita tentang istri beliau, Ummul Mukminin Aisyah RA yang dituduh melakukan zina ketika pulang dari suatu peperangan. Dikisahkan bahwa Nabi tidak berkenan duduk di samping Aisyah dan Aisyah sempat pulang ke rumah orang tuanya Abu Bakar Asshiddiq AS (sahabat dekat Nabi) selama sebulan.
Hingga akhirnya Allah SWT menurunkan wahyu dan membersihkan nama baik Ummul Mukminin Aisyah RA. Kisah fitnah yang sangat keji itu diabadikan Allah dalam Al-Quran surat An-Nur ayat 11-21.
Lalu, bagaimana sebaiknya kita bersikap di tengah banyaknya fitnah yang bersileweran? Islam kemudian membuat atau merumuskan sikap yang sangat jelas dan tegas. Dalam Al-Quran surat Al-Hujurat ayat 6 ditegaskan: "Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasiq membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti berita tersebut agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu."
Di ayat lain, Allah berfirman: "Janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak ketahui. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati semuanya akan dimintai pertanggungjawabannya." (QS. Al-Isra' ayat 36).
Melalui dua ayat tersebut, para ulama sepakat menyatakan, bahwa apapun berita atau informasi yang kita terima, baik yang membawa berita tersebut orang fasiq atau bahkan orang alim sekalipun, kita wajib mencari tahu lebih dulu kebenarannya. Jangan ditelan mentah-mentah, karena bisa saja itu menjadi fitnah yang akan berakibat fatal bagi orang lain.
Di Indonesia, setahu saya Nahdhatul Ulama (NU) sudah sejak lama membuat semacam Lembaga Tabayyun, yang bertindak mengklarifikasi berbagai info, isu atau kabar miring yang menerpa anggota atau petinggi NU. Tradisi NU ini saya kira patut menjadi contoh bagi kita, manakala menerima suatu berita atau info yang mungkin kurang mengenakkan, kita bisa berkomunikasi dengan orang atau pihak yang diberitakan atau diisukan itu, bagaimana sebenarnya duduk soalnya. Sehingga pada akhirnya kita bisa memahami dengan baik dan tidak menjadi fitnah yang keji!
Jika kita mengaku muslim yang taat, maka sudah sepatutnya kita tidak latah dalam menerima setiap berita atau informasi yang ada. Jangan setiap postingan yang masuk ke HP kita, dengan segera kita sar-ser kemana-mana, padahal kita sendiri tidak bisa memastikan kebenaran (validitas) dari postingan itu.
Sudah saatnya kita umat Islam dan seluruh warga negara Indonesia bersikap bijak dan hati-hati dalam menerima setiap informasi di tengah dunia medsos yang sedang menggila. Apalagi di musim Pilkada atau menjelang Pilpres. Tentu banyak isu yang bisa "digoreng", yang kalau tidak kita sikapi dengan bijak, pasti akan menjurus kepada fitnah. Ingat, fitnah itu SANGAT KEJAM, kawan..!
Penulis | : | Erisman Yahya |
Kategori | : | Cakap Rakyat |