PEKANBARU (CAKAPLAH) - Ketua DPRD Kabupaten Rokan Hulu, Riau, Kelmi Amri, mengklarifikasi pemberitaan yang menyebutkan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanda Daerah (APBD) Rohul tahun 2018 ditolak.
Menurutnya, tidak benar APBD Rohul ditolak oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Yang benar itu adalah APBD Rohul sudah diverifikasi Pemprov Riau namun belum bisa digunakan karena ada persoalan kepastian hukum yang belum selesai.
"Tidak benar Mendagri menolak APBD Rohul. Hanya saja, APBD Rohul 2018 saat ini belum bisa digunakan karena ada persoalan hukum yang belum selesai, yakni terkait SK Pemberhentian Bupati Rokan Hulu Suparman," jelas Kelmi kepada CAKAPLAH.COM, Jumat (23/2/201).
Dijelaskan Kelmi, Mendagri mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Pemberhentian Suparman sebagai Bupati Rohul tertanggal 5 Januari 2018. Dan dalam surat tersebut dikatakan bahwa SK pemberhentian berlaku surut dari tanggal vonis Mahkamah Agung terhadap kasus Suparman, yakni 8 November 2017.
"Nah, pada klausul SK berlaku surut itulah letak persoalannya. Tentunya, karena berlaku surut, maka semua kebijakan Suparman dari tanggal 8 November 2017 dianggap tidak sah karena dianggap bukan bupati lagi, termasuk terkait dengan APBD Rohul ini. APBD Rohul itu kita sahkan tanggal 28 November 2017," jelas Kelmi.
Padahal, menurut Kelmi, Pemprov Riau pernah disurati oleh Kemendagri tanggal 4 Desember 2017. Dalam surat tersebut, Kemendagri meminta Pemprov Riau mengajukan surat pemberhentian Suparman sebagai Bupati Rohul kepada Mendagri.
"Ini kan aneh. Tanggal 4 Desember 2017, Kemendagri minta ke Pemprov Riau agar Pemprov Riau mengajukan surat usulan pemberhentian Suparman sebagai bupati. Tapi pemberlakuan SK Pemberhentian Bupatinya berlaku dari tanggal 8 November sehingga berimplikasi terhadap keabsahan kebijakan yang diambil Suparman sejak tanggal 8 November lalu, termasuk kebijakan terkait APBD," kata Kelmi heran.
Padahal, menurut Kelmi, dalam undang-undang nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, bupati dinyatakan sah berhenti jika yang bersangkutan sudah menerima SK pemberhentian. Jika belum menerima, maka dia masih dibenarkan untuk menjalankan tugasnya.
"Tentunya, polemik SK pemberhentian bupati ini tidak hanya ada di persoalan APBD saja, di bidang lain pun mendapatkan imbasnya. Misalnya, Suparman setelah tanggal 8 November 2017 itu ada membuat SK-SK bupati. Nah, sekarang kalau begini jadinya, kita juga enggak tahu bagaimana nasib SK-SK tersebut, termasuk SK pengangkatan pejabat," papar kader Partai Demokrat ini.
Untuk menyelesaikan persoalan ini, Kelmi Amri mengaku dirinya dan sejumlah pejabat di Rokan Hulu dan Pemprov Riau melakukan konsultasi ke Kemendagri.
"Bagi kita, yang penting itu adalah kepastian hukum dan kehati-hatian. Makanya, untuk mencari solusi atas persoalan ini, kita konsultasi ke Kemendagri supaya jelas," tutup Kelmi.
Penulis | : | Alzal |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Pemerintahan, Kabupaten Rokan Hulu |