CAKAPLAH - Di tengah semua orang membicarakan Piala Dunia, tiba-tiba saja nama Indonesia jadi perbincangan di dunia internasional. Bukan soal sepakbola namun pada bidang atletik. Zohri berhasil mempecundangi atlet atletik asal Amerika Serikat Anthony Schwartz di lintasan atletik Kejuaraan Dunia IAAF U20 yang berlangsung di Tampere, Finlandia Rabu (11/7/2018) kemarin.

Bayangkan saja, Schwartz melaju ke final dengan modal catatan waktu 10,19 detik di semifinal. Sementara Zohri hanya mencatat waktu 10,24 detik dan berada di lintasan 8, sebuah lintasan yang paling tidak populer untuk nomor sprint.

Eloknya, lantaran dianggap enteng Zohri luput dari perhatian lawan. Banyak yang memperkirakan pemenang nomor ini akan jatuh ke tangan pelari Amerika serikat. Tapi dengan tampil tanpa beban Zohri akhirnya melesat bak anak panah menjadi yang nomor satu.

Tak heran bila kemudian orang bertanya-tanya siapa Zohri. Prestasinya yang mentereng itu telah mencengangkan banyak orang. Viral di media sosial dan diikuti pula oleh media online untuk mengulik siapa Zohri.

Selidik punya selidik, diketahuilah kalau Zohri adalah anak muda asal Dusun Karang Pangsor, Desa Pemenang Barat, Kecamatan Pemenang, Nusa Tenggara Barat (NTB). Debutnya diawali dengan mengikuti Asian Junior Athletic yang diselenggarakan di Gifu, Jepang belum lama ini. Zohri pun sukses meraih medali emas setelah menaklukkan pelari asal berbagai negara.

Zohri berasal dari keluarga tidak mampu yang hidupnya sangat memprihatinkan. Kalau pulang ke rumah ia tidur rumah bedek peninggalan orang tuanya.

“Kami sudah usulkan bantuan program rumah kumuh dari pemerintah Lombok Utara, namun belum ada kabar sampai saat ini,” kata Ma’rif, kakak Lalu Muhammad Zohri kepada wartawan.

Pria kelahiran 1 Juli 2000 ini merupakan anak ketiga dari pasangan Saeriah dan Lalu Ahmad. Kedua orangtuanya sudah meninggal dunia. Semasa hidup, orang tua Zohri, Lalu Ahmad bekerja sebagai nelayan dan melakukan pekerjaan sampingan sebagai buruh tani untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Sedangkan ibunda Zohri, Saeriah meninggal saat Zohri duduk di bangku SD. Ayahnya menyusul menghadap Sang Pencipta hampir setahun lalu. Kala itu Zohri sedang di luar daerah melakukan persiapan menghadapi salah satu kejuaraan bergengsi. Namun terpaksa pulang untuk melihat orang tuanya terakhir kali.

“Semasa hidup, orangtua kami sangat mensupport Zohri untuk terus mengukir prestasinya. Alhamdulillah amanat itu dijalankan dan sekarang telah mengharumkan nama Indonesia. Kami sangat bersyukur,” ungkap Ma’rif menambahkan.

Menurut Ma’rif, pertama kali ditawari mengikuti kejuaraan, Zohri sempat menolak. Alasannya banyak. Salah satunya persoalan biaya yang dikhawatirkan. Namun dengan support orangtua yang mengharapkan Zohri tetap ikut, akhirnya semangatnya muncul dan ia menerima tawaran tersebut.
Zohri kecil mengenyam pendidikan di SDN 2 Pemenang Barat, dan melanjutkan di SMPN 1 Pemenang. Belum tuntas menjalankan study di SMP itu, Zohri mendapat tawaran untuk ikut dalam kejuaraan. Ia dianggap berpotensi dan berhasil hingga beberapa kali menoreh prestasi.

“Dulu saat SMP, Johri terbilang siswa yang malas. Beberapa kali dijemput ke rumah untuk bisa sekolah oleh gurunya, dan bahkan pernah tidak naik kelas satu kali,” kata sang kakak.

Dengan prestasi yang ditoreh Zohri saat ini, Ma’rif pun berpesan agar tetap mempertahankannya demi mengharumkan nama bangsa Indonesia. Event paling dekat yang akan diikutinya adalah Asian Games 2018 yang akan berlangsung bulan depan.

Namun di tengah kehidupannya yang memprihatinkan, Ma’rif sangat berharap pemerintah memberikan perhatian atas prestasi adiknya. Sebagai kakak, ia berharap Zohri tidak menikah dengan waktu yang cepat saat ini. Karena menurut dia perjalanan Zohri masih panjang untuk mengharumkan nama Indonesia.

“Saya sering komunikasi dengan Zohri, saling menanyakan kabar. Maeskipun dalam keadaan sibuk ia menyempatkan diri untuk menghubungi kelurganya di Lombok Utara,” kata Ma’rif penuh harap.