CAKAPLAH - Saat ini Bangsa Indonesia yang merupakan Bangsa yang besar di dunia sedang dihadapkan dengan berbagai persoalan persiapan menjadi Bangsa yang menjelma menjadi Negara yang menuju ke arah kemajuan. Berbagai macam persoalan Bangsa saat ini sudah menunjukkan titik terang pemecahan masalahnya. Dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi, saat ini semua hal yang terjadi di dunia bisa langsung menjadi konsumsi masyarakat, terserah itu mau terjadi dimana saja, sejauh terekam dalam jejak digital, informasi tersebut akan sampai ke tangan para pengguna smartphone yang berlangganan internet didalamnya. Ini juga sedang terjadi di Republik ini, dengan sangat mudah setiap informasi digital tersebut akan didapat, apakah itu melalui media massa online, ataupun media sosial.

Begitu juga dengan kondisi Negara Indonesia saat ini, kita sudah maklum bahwa sejak terbukanya “peperangan” politik yang terpolarisasi akibat dari lahirnya dua kubu 5 tahun silam (2014), hingga kini dinamikanya terus mengalami fluktuasi tanpa menunjukkan dimana berhentinya pada titik equilibrium fluktuasi tersebut. Berbagai macam isu selalu dilontarkan oleh kedua belah pihak yang tampak masih malu-malu untuk akur, ini terjadi bukan hanya di level grassroot, namun juga menjadi amunisi menarik untuk saling sindir di level elit.

Kini, di tahun 2018, yang merupakan tahun penghujung dari lustrum periode kekuasaan politik Indonesia, berbagai macam isu semakin banyak yang bermunculan. Salah satunya adalah persoalan Blok Rokan yang akan habis masa penguasaannya oleh Kontraktor Migas yang beroperasi saat ini pada tanggal 8 Agustus 2021. Ketika pertanyaan diberikan soal kenal tidaknya Blok Rokan kepada masyarakat, bisa dipastikan banyak masyarakat yang tidak asing dengan Blok Migas primadona yang dimiliki oleh Indonesia ini. Mulai produksi yang pernah mencapai puncak hingga 1,5 juta barel per hari hingga 210 ribu barel perhari, tetap menjadi yang terbanyak di Indonesia.   

Di titik ini, dimana Rakyat Indonesia berterima kasih kepada kekayaan alam yang diberikan Allah SWT yang terkandung di bumi Riau, kini berada di penghujung berakhirnya kontrak pengelolaan oleh perusahaan yang beroperasi untuk lapangan migas Blok Rokan ini. Pertanyaan besar lalu muncul, pelelangan yang akan dilakukan ulang untuk Blok migas yang masih menyimpan Migas terbesar ini akan diberikan ke siapa?

Sungguh jawaban akan pertanyaan tersebut sederhana saja, hanya ada dua pilihan jawaban yang akan dipilih salah satunya; dikelola oleh Negara (BUMN/BUMD) atau dikelola oleh perusahaan asing? Cuma, efek dari memilih salah satu dari jawaban tersebut yang membuat Pemerintah menjadi dilematis. Ibarat memakan buah simalakama, kata orang.

Jika pemerintah masih mempercayakan kepada pihak asing, maka ini menjadi perjudian penting yang akan bergulir bagi pemerintahan sekarang. Sama-sama kita mahfum bahwa saat ini Blok Rokan dikelola oleh perusahaan asing, dan sama-sama kita maklumi bahwa tahun ini merupakan tahun politik, yang jika pemerintah yang berkuasa saat ini salah dalam mengambil langkah, bisa jadi ini menjadi amunisi tambahan buat pihak lain. Sudah barang tentu, pihak lain tentu akan lebih cenderung dan sangat menginginkan penguasaan Blok Rokan ini dikuasai oleh perusahaan pelat merah, ada BUMN dan BUMD yang cemerlang di bidang migas Indonesia ini, bahkan salah satu BUMD migas yang ada di Riau menjadi BUMD terbaik sebagai perusahaan pelat merah yang mengelola usaha di bidang migas. Lalu bagaimana jika dikelola oleh perusahaan seperti BUMN atau BUMD? Saya melihat, ada beberapa isu yang dikembangkan oleh segelintir pihak yang tidak bisa dipertanggung jawabkan kebenarannya, misalnya, kekurangan SDM, kekurangan teknologi dan lain-lain. Tudingan ini tentu saja tidak benar, sebab sama-sama kita ketahui bahwa perusahaan migas di Indonesia rata-rata dijalankan oleh anak bangsa, bahkan ada pendapat ekstrim yang membantah tudingan ini sebagai suatu bentuk penghinaan terhadap kemampuan Bangsa sendiri. Jadi, tudingan tersebut bisa terpatahkan dengan sendirinya.

Akan kah penguasaan Blok Rokan ini akan menjadi perjudian politik Pemimpin di Indonesia? Tentu saja kita menunggu keputusan dari Pemerintah terhadap siapa yang akan menguasainya. Jika kita mengacu kepada UUD 1945, tentu saja Negara harus mengelolanya sendiri.