PEKANBARU (CAKAPLAH) - Sejak 2015, PT Chevron Pacifik Indonesia (CPI) nunggak bayar Pajak Kendaraan Bermotor (PKB). Perkiraan tagihan pajak terutang itu mencapai ratusan miliar dari 352 unit kenderaan.
"Data yang kita terima itu ada 352 unit kendaraan. Kalau memang ada tunggakan kita kejar. Karena ini pajak daerah harus dibayar tentu kita tagih ke Chevron," kata Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Riau, Indra Putra Yana, kepada CAKAPLAH.com, Kamis (16/8/2018).
Meski begitu, pihaknya belum bisa memastikan satuan berapa tunggakan pajak Chevron, karena saat ini pihaknya melalui UPT Duri masih menghitung. Namun diperkirakan ratusan miliar karena sudah berjalan tiga tahun ini.
"Angka pastinya masih kita hitung. Sudah kita tagih tunggakan pajak itu. Kemarin mereka melakukan verifikasi seolah-olah tidak mengaku. Mereka mengaku tapi mengatakan kendaraan itu sudah tidak layak lagi dan proses penghapusan," ujarnya.
"Tapi sudah saya tegaskan, sepanjang kendaraan itu belum dihapuskan pajak tetap harus dibayar. Ini yang sedang kita debatkan, karena penghapusan itu tidak menghilangkan kewajiban hutang," tambahnya.
Karena itu, pihaknya akan terus menagih hutang pajak kendaraan Chevron sampai dapat. Apalagi tahun 2021 Chevron akan meninggalkan Riau, karena pemerintah sudah menunjuk Pertamina pengelola Blok Rokan yang baru.
"Pokoknya kita tagih terus. Apalagi mereka mau meninggalkan Riau, enak kali mereka mau meninggalkan hutang," tegasnya lagi.
Lebih lanjut disampaikan Indra, dari 352 unit tersebut sebanyak 79 unit kendaraan sudah dibayar pajaknya di UPT Kota Pekanbaru, sedangkan sisanya 273 belum dibayar.
"Jadi yang 273 unit itu berdasarkan berita acara rapat bersama Chevron, agar dilakukan verifikasi data terlebih dahulu antara Chevron dan Bapenda. Itu target Juli kemarin, tapi sampai sekarang belum karena kita menunggu kesiapan Chevron mengumpulkan kendaraan tersebut," paparnya.
Kendaraan besar milik Chevron tersebut merupakan kendaraan tua keluaran tahun 1998 sampai 2005 yang memiliki kubikasi 14-16 ribu cc.
Berdasarkan rapat dengan Chevron, lanjut Indra, kesimpulannya harus dilakukan verifikasi data lapangan, benar tidak ada keberadaan kendaraan tersebut masih beroperasi. Kalau tidak layak beroperasi, maka Chevron mengajukan penghapusan aset dari daftar barang milik negara.
"Kalau kita minta harus dibayarkan. Kalau memang terjadi harus penghapusan aset, namun tak menghilangkan kewajiban mereka untuk membayar pajak terutang," tukasnya.
Penulis | : | Amin |
Editor | : | Ali |
Kategori | : | Riau, Pemerintahan, Ekonomi |