Febri Romadhon
|
BANGSA Indonesia merupakan bangsa yang heroik. Ini dapat dilihat dari kegigihan para pahlawannya merebut kemerdekaan dari penjajah. Bung Karno pernah mengatakan, “Perjuangan ku lebih mudah karena melawan penjajah. Sedangkan perjuanganmu akan lebih sulit karena akan melawan saudara mu (bangsa) sendiri”.
Setelah kemerdekaan Indonesia, ucapan Soekarno mulai terbukti. Bahkan Soekarno sendiri pun ikut merasakannya. Peristiwa kelam itu terjadi pada 30 September 1965 yang lebih dikenal dengan G30S PKI.
Gerakan 30 September PKI yang mengakibatkan 7 jenderal gugur. DN Aidit merupakan pimpinan PKI. Ia orang yang paling bertanggung jawab atas peristiwa pengkhianatan tersebut.
Kita semua harus menyadari bahwa peristiwa memilukan itu jangan sampai terulang lagi. 'Perang' saudara yang ditakuti sang Proklamator kemerdekaan Indonesia pun terjadi pada masanya menjabat sebagai orang nomor satu di negeri ini.
Akibat nafsu dan keinginan merebut kursi kekuasaan agar bisa mengatur Negara dengan tatanan yang mereka buat, harus mengakibatkan banyak korban. Menurut Benedict Anderson, sejarahwan sekaligus pakar politik internasional, korban dari rentetan peristiwa ini mencapai ratusan ribu, bahkan hingga jutaan orang.
Lihat, betapa besarnya jumlah korban yang muncul karena peristiwa ini. Baik itu dari kalangan sipil hingga militer. Seharusnya itu tidak terjadi di negara yang disatukan karena azas senasib sepenanggungan ini. Indonesia yang merupakan negara mengedepankan nilai-nilai kesatuan ini malah terpecah belah oleh orang yang berada di dalamnya hanya untuk mengejar tampuk kekuasaan.
Kita tidak berbicara siapa yang salah dan siapa yang benar. Ke depan marilah kita melihat sejarah ini. Kita harusnya mampu menjadikan peristiwa kelam itu pelajaran. Penanaman ideologi Pancasila sebagai dasar Negara dan juga semangat nasionalisme akan cinta tanah air harus kembali ditekankan kepada generasi penerus bangsa.
Kita sadar bahwa dalam kurun waktu beberapa bulan ke depan bangsa Indonesia akan menghelat demokrasi terbesar untuk Negara ini, yaitu memilih presiden dan juga legislatif sebagai perwakilan rakyat di parlemen. Kita harus sadari bahwa pesta demokrasi itu bukan hanya sekedar memperebutkan pucuk pimpinan ataupun kekuasaan saja, tetapi juga menentukan mau dibawa kemana bangsa ini, setidaknya untuk 5 tahun kedepannya pasca Pemilu.
Kita harus mampu menghargai segala macam perbedaan dan juga menyatu dengan perbedaan – perbedaan yang ada pada bangsa ini. Jangan sampai saudara sendiri dimusuhi karena perbedaan pendapat demi nafsu kekuasaan.
Penulis | : | Febri Romadhon (Ketua Bidang Perkaderan HMI Cabang Pekanbaru / Mahasiswa Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIR) |
Editor | : | Ali |
Kategori | : | Cakap Rakyat |