JAKARTA (CAKAPLAH) - Bank Indonesia memperkirakan perekonomian Indonesia tahun depan masih berpotensi untuk tumbuh dan menguat. Hal ini mengingat pertumbuhan ekonomi tahun ini cukup baik.
Asisten Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter, Handri Adiwilaga, pada acara Capacity Building Wartawan Wilayah Kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia Riau di Jakarta, Kamis (13/12/2018), mengatakan perekonomian global masih mempengaruhi perekonomian sejumlah negara, terutama adanya perang dagang antara Tiongkok dengan Amerika Serikat, akan banyak negara mengalami tekanan terhadap perekonomian dan mata uang.
"Namun akan berbeda dengan Indonesia," ucapnya.
Dikatakan Handri, tahun 2018 ini terjadi perang dagang Amerika Serikat dengan Tiongkok hingga menimbulkan ketidakpastian ekonomi hingga menyebabkan resiko ancaman krisis masih tinggi.
"Beberapa negara bahkan telah mengalami krisis, Argentina terjadi krisis begitu juga dengan Turki," cakapnya.
Hendri melanjutkan, perang dagang AS Tiongkok juga menyebabkan volume perdagangan dunia melambat, termasuk harga komoditas juga melambat. "Sentimen kondisi perang dagang tersebut juga menyebabkan harga CPO, karet, dan kopi menjadi turun," katanya.
Situasi ketidakpastian juga menyebabkan harga minyak pada awal tahun sempat naik, namun berangsur turun pada akhir tahun ini, tekanan harga minyak mereda di penghujung tahun sebagai imbas dari pengurangan sanksi AS terhadap Irak.
"Turunnya harga minyak dunia tidak lepas dari berkurangnya sanksi ekonomi terhadap Irak dan beberapa negara penghasil lainnya," kata Hendri.
Selanjutnya, kata dia, surat utang pemerintah sejauh ini terus meningkat hingga dinamikanya adalah perang dagang AS Tiongkok menyebabkan ketidakpastian yang begitu tinggi.
Tensi dagang ini, lanjut dia, disebabkan indeks kenaikan atau penguatan dollar yang memang dirasakan di semua negara termasuk di Indonesia.
Selanjutnya, kemudian ada perundingan positif terkait dagang antara AS dengan Tiongkok, kondisi itu membuat nilai tukar mata uang kembai membaik.
"Seperti diketahui, pada tahun 2017 arus modal masuk ke IMF besar sekali, memasuki 2018 tekanan untuk pengembaliannya juga cukup besar sekali," katanya menambahkan.
Hal itu yang kemudian, lanjut dia, membuat banyak negara-negara mengetatkan aturan atau kebijakan perbankan dan penekanan suku bunga, bahkan AS sudah melakukannya 4 kali.
"Tapi sejauh itu, walau telah terjadi krisis di beberapa negara dunia, namun perkembangan ekonomi Indonesia terus membaik, dan terus positif dengan ditopang oleh konsumsi domestik yang kuat termasuk investasi yang kuat," katanya.
Dikatakannya, harga komoditas ekspor Indonesia memang masih belum menggembiarakan, tetapi ekonomi Indonesia ditopang dengan konsumsi yang naik.
"Belum lagi ditambah dengan faktor Pemilu juga turut memacu tumbuhnya perekonomian," pungkasnya.
Penulis | : | Unik Susanti |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Ekonomi |