Ilustrasi/int
|
SELATPANJANG (CAKAPLAH) - Kabupaten Kepulauan Meranti baru saja mendapatkan penghargaan Kota Layak Anak (KLA) dengan predikat Pratama dari Pemerintah Pusat, namun di sisi lain, angka kekerasan terhadap anak justru meningkat.
Penyerahan penghargaan itu langsung dilakukan oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PP-PA) Republik Indonesia, Prof Dr Yohana Susana Yambise kepada Bupati Kepulauan Meranti Drs H Irwan di Makassar, Selasa (23/7/2019) lalu.
Sebelumnya, Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (P3APPKB) Kabupaten Kepulauan Meranti mencatat, sejak Januari hingga Juni 2019 ini, pihaknya sudah menerima 13 laporan terkait kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Selang beberapa hari diterimanya penghargaan tersebut, pada Kamis (25/7/2019) telah terjadi dugaan tindak persetubuhan terhadap anak di bawah umur.
Korban yang berinisial SR berumur 13 tahun warga Desa Alai Selatan Kecamatan Tebingtinggi Barat telah menjadi korban perbuatan persetubuhan oleh BS (18) warga Jalan Dorak, Gang Khalifah Umar, Kelurahan Selatpanjang Timur, Kecamatan Tebing Tinggi. Ia dicabuli di lapangan Sepakbola di Gang Permai Dorak, Keluarahan Selatpanjang Timur.
Saat ini tersangka sudah diamankan di Mapolres Kepulauan Meranti.
Kapolres Kepulauan Meranti AKBP La Ode Proyek SH MH, melalui Kasat Reskrim AKP Ario Damar SH, Ahad (28/7/2019) siang membenarkan penangkapan tersebut.
"Pelaku telah diamankan di Mapolres Kepulauan Meranti untuk proses lebih lanjut," ujarnya.
Dijelaskan Ario Damar, pelaku dikenakan Pasal 81 Ayat 2 Jo 81 ayat 5 Jo Pasal 76 D UU RI nomor 17 tahun 2016 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU nomor 1 tahun 2016 tentang perubahan ke dua atas UU nomor 22 tahun 2002 tentang perlindungan anak.
Melihat hal tersebut, Kepala Dinas Sosial P3APPKB Kabupaten Kepulauan Meranti, Asroruddin menilai bahwa ini merupakan pekerjaan rumah Kepulauan Meranti untuk lebih bekerja dalam menekan angka kekerasan kepada anak.
"Kita sangat menyayangkan hal ini, selaku orang tua haruslah mengawasi anak- anaknya, termasuk masyarakat. Yang jelas ini tugas kita untuk menangani hal tersebut, karena ini tidak gampang," ujar Asrorudin.
Dia berjanji, ke depannya akan bekerja maksimal untuk menekan angka kekerasan terhadap anak melalui program-programnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi III DPRD Kepulauan Meranti, Hafizan Abbas mengatakan bahwa gelar KLA tidak dibutuhkan, namun yang dibutuhkan adalah langkah kongkrit terhadap anak, agar kasus serupa tidak terjadi lagi.
"Tidak butuh gelar itu, yang dibutuhkan itu adalah menteri yang bisa membantu hal yang bersifat kongkrit terhadap anak agar kasus ini tidak terjadi lagi," kata Hafizan.
Dikatakan Hafizan, Kepulauan Meranti merupakan daerah dengan kasus pelecehan anak terbesar di Provinsi Riau, makanya penghargaan yang didapat dinilai sangat tidak pantas.
"Meranti merupakan daerah dengan kasus pelecehan anak terbesar di Riau. Karena ini sifatnya rahasia jadi tidak dibuka makanya saya heran darimana datangnya gelar dan penghargaan itu, kita tak bisa sebut, namun datanya masih akurat sampai hari ini. Jadi bisa saya katakan berhentilah mengejar gelar itu karena gelar itu bisa dicari dan diminta, gelar itu mahar dan seremonial saja," ujar politisi PKB ini.
Ke depannya, Hafizan berharap pemerintah daerah harus fokus memperjuangkan hal ini dengan mengalokasikan dana untuk penanganannya.
"Dana untuk penangganan di bidang anak itu harus ditambah, kami sudah memperjuangkan itu, namun Pemda harus serius untuk mengalokasikan dana di situ," ungkapnya.
Penulis | : | Ck4 |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Hukum, Kabupaten Kepulauan Meranti |