Setelah 16 Juli 2019 lalu DPR-RI menetapkan sembilan orang anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat Periode 2019-2022. Hari ini telah dilakukan serah terima jabatan.
Proses seleksi calon Komisioner KPI Pusat telah memasuki tahap akhir, Fit and Proper Test dilakukan oleh Komisi 1 DPR-RI yang berlangsung sejak tanggal 10 hingga 12 Juli 2019 lalu. Hasilnya, sembilan orang Komisioner telah terpilih. Yuliandre Darwis, Agung Suprio, Nuning Rodiah, Hardley Stefano, Aswar Hasan, Mulyo Hadi Purnomo, Irsal Ambia, Muhammad Reza, dan Mimah Susanti.
Jika dikulik satu per satu, sembilan nama tersebut memang sudah tidak diragukan lagi dan layak untuk menjadi juaranya. Empat nama pertama merupakan petahana alias komisioner KPI saat ini (periode 2016-2019), empat nama selanjutnya adalah mantan komisioner KPI Daerah Sulawesi Selatan, Jawa tengah, Gorontalo, Nangroe Aceh Darussalam (masih aktif) dan yang terakhir adalah mantan Ketua Bawaslu DKI Jakarta. Artinya, jika ditelusuri rekam jejaknya maka mereka adalah putra-putri terbaik bangsa ini yang memang layak untuk deiberikan amanah mengurusi bidang penyiaran.
Seperti kita tahu, dalam proses seleksi Komisioner KPI periode kali ini cukup menyita perhatian banyak pihak, ada yang pro dan ada pula yang kontra. Mulai dari penelusuran rekam jejak para kandidat yang dianggap banyak masalah dan tidak mumpuni, persoalan transparansi proses seleksi, munculnya kegaduhan akibat dari beredarnya 27 nama calon di media massa sebelum dikeluarkan secara resmi oleh DPR-RI, hingga persoalan yang menjurus pada persoalan asal usul harta kekayaan sang calon. Namun pada akhirnya, meskipun sempat tertunda beberapa waktu lamanya, Panitia Seleksi (Pansel) telah menyerahkan 34 nama kepada Komisi 1 DPR-RI untuk selanjutnya dilakukan uji kompetensi tahap akhir, dan hasilnya terpilih sembilan nama.
Saya yakin, kita semua paham, bahwa dalam suatu tahapan seleksi apapun itu hampir bisa dipastikan akan selalu diwarnai dengan berbagai trik dan intrik. Tentu saja hal itu dianggap sah-sah saja selagi masih dalam batas kewajaran, dengan demikian nantinya akan melahirkan para pemangku jabatan yang tangguh dalam menghadapi berbagai persoalan yang akan dipikulnya jika kelak ia dipercaya menduduki jabatan itu. Meskipun tidak sedikit juga yang sampai menyerang hingga masuk ke wilayah pribadi sang calon.
Akhirnya “Pertempuran” telah usai, yang kalah jangan berkecil hati, yang menang jangan jumawa, kalah atau menang adalah hal biasa dalam suatu kompetisi, karena sesungguhnya dalam proses ini tidak ada yang harus merasa dimenangkan dan tidak ada yang harus merasa dikalahkan, karena semuanya merupakan putra-putri terbaik bangsa yang berniat mewakafkan dirinya untuk bersama-sama membangun negeri ini melalui bidang penyiaran. Mari bersatu kembali, merajut puing-puing yang telah berserakan selama ini demi penyiaran yang lebih baik di masa yang akan datang.
Rekonsiliasi menjadi sebuah keharusan demi meradam ketegangan “politik” yang sempat memanas belakangan ini, lupakan semuanya, yang terpenting adalah membangun penyiaran ke depan. Sinergi antara KPI Pusat dengan KPI Daerah sangat penting. Walau mungkin saja ada yang sepakat dan tidak sepakat dengan hasil ini. Namun seorang ksatria sejati adalah mereka yang mau menerima kekalahan demi kemajuan bersama.
Mari bergandengan tangan kembali, tugas kita adalah mengemban amanah dalam menjamin masyarakat untuk memperoleh informasi yang layak dan benar sesuai dengan hak asasi manusia, disamping ikut membantu pengaturan infrastruktur bidang penyiaran, selain ikut membangun iklim persaingan yang sehat antarlembaga penyiaran dan industri terkait, dan memelihara tatanan informasi nasional yang adil, merata, dan seimbang. Inilah sesungguhnya tugas berat yang menanti kita bersama.
Tentunya masih banyak persoalan yang belum terselesaikan oleh komisioner periode sebelumnya dan ini menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi komisioner yang baru. Mulai dari hak siar yang hingga saat ini belum jelas regulasinya, dan masih banyak lagi yang mesti kita harus duduk bareng dalam menyelsaikan persoalan penyiaran, hingga persoalan banyaknya konten-konten siaran yang dinilai melanggar norma-norma ketimuran.
Sebagaimana yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran, KPI merupakan wujud peran serta masyarakat yang berfungsi mewadahi aspirasi serta mewakili kepentingan masyarakat di bidang penyiaran. Mari lupakan kompetisi, utamakan kepentingan masyarakat demi tercapainya tujuan penyiaran Indonesia.
Selamat atas kepada sembilan komisioner terpilih, harapan besar kami pikulkan dipundak mereka, semoga mampu mewadahi aspirasi masyarakat dan membawa penyiaran Indonesia yang lebih baik.
Penulis | : | Warsito SIKom, Komisioner KPID Riau Bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran, Mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Riau. |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Cakap Rakyat |