PEKANBARU (CAKAPLAH) - DPRD Provinsi Riau menanggapi serius perintah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada Pemerintah Provinsi Riau yang meminta untuk segera menindaklanjuti temuan adanya hutan yang dirambah menjadi lahan perusahaan yang jumlahnya lebih kurang 1 juta hektare.
Wakil Ketua DPRD Riau, Asri Auzar mengatakan, pihaknya bergerak cepat untuk melakukan sidak, sesuai dengan temuan pansus monitoring beberapa waktu lalu. setelah melakukan sidak, salah satu perusahaan yang terindikasi melakukan perambahan hutan adalah PT Padasa Enam Utama yang beroperasi di perbatasan Kampar dengan Rohul yang diduga merambah lahan hutan Lindung Bukit Suligi menjadi kebun sawit.
"Salah satu di antaranya yang kami indikasi dengan temuan pansus monitoring adalah PT Padasa, hasil pantauan kami di lapangan perusahaan perkebunan kelapa sawit ini diduga melakukan perambahan Hutan Lindung Bukit Suligi di Kampar," tegas Asri, Sabtu (10/8/2019).
Asri menjelaskan, dari hasil temuannya PT Padasa Enam Utama ini diduga telah merambah 3.500 hektare kawasan Hutan Lindung Bukit Suligi di Kampar.
Asri menambahkan, PT Padasa Enam Utama diduga mengatasnamakan Kredit Koperasi Primer Anggota (KPPA). Dengan itu, PT Padasa Enam Utama mengatasnamakan masyarakat untuk kedoknya merambah 3.500 hektare Hutan Lindung Bukit Suligi.
Ketua Demokrat Riau ini menambahkan, dalam hal pola KKPA seharusnya bukan dengan membeli hasil perkebunan garapan masyarakat secara ilegal. Tetapi kewajiban bagi perusahaan untuk menyediakan lahan sekitar 20 persen dari HGU yang dimiliki. Diketahui luas lahan HGU PT Padasa seluas 7.700 hektare lebih.
"KKPA itu adalah usaha dibuat perusahaan untuk masyarakat dimana yang haknya telah diatur oleh undang-undang 20 persen dari luasan lahan HGU milik perusahaan. Tetapi di situ tidak, justru di luar dari HGU. Perusahaan membeli dari masyarakat," kata Asri.
Untuk itu, pihaknya akan merekomendasikan temuan ini ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Riau untuk segera diproses hukum.
"Kami akan meminta Dirkrimsus Polda Riau mengusut perambahan ini. Kalau terbukti melakukan kegiatan di kawasan hutan lindung, sesuai UU Republik Indonesia Nomor 41 Tentang Kehutanan dan UU Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, ancamannya pidana delapan tahun penjara dan denda Rp12 miliar," tegasnya.
"Ini kan jelas dengan semangat KPK yang meminta kita untuk menertibkan 1 juta hektare lebih lahan yang dirambah ilegal. Juga komitmen pak Syamsuar yang berjanji untuk menuntaskan penggarapan liar perusahaan ini," tukasnya.
Sementara itu, Manejer Operasional PT Padasa Enam Utama, Suryanto Efendi mengatakan pihaknya memang memiliki HGU 7.700 hektare dan KPPA 3.500 hektare. Namun, dia mengaku tidak tahu menahu soal KPPA seluas 3.500 hektare tersebut.
"Itu mulai tahun 2000. Saya tak tahu persis seperti apa, karena sudah hampir 20 tahun lalu," jawabnya.
Sebagaimana diketahui, gubernur Syamsuar dalam pidatonya pada paripurna hari jadi Riau ke 62 mengatakan, masalah yang harus diselesaikan ke depan adalah penertiban hutan kebun ilegal di Riau. Sebagaimana temuan DPRD ada 1,4 juta hektare lahan ilegal di Riau.
"Sejalan dengan temuan anggota DPRD terkait kebun ilegal, kita siapkan tim penertiban hutan dan kebun ilegal, yang didukung TNI, Polri, Kanwil pajak dan semua pihak yang bersama ingin menuntaskan pemasalahan ini," paparnya.
Penulis | : | Satria Yonela |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Lingkungan, Hukum, Riau |