PEKANBARU (CAKAPLAH) - Koalisi Masyarakat Sipil di Riau menilai Pansel KPK yang sejak awal banyak ditolak, terlibat konflik kepentingan dan diragukan integritasnya.
Koalisi ini merupakan gabungan dari Senarai, Jikalahari, Fitra Riau, LBH Pekanbaru – Grasi, Walhi Riau, Marwah, dan Lakspedam NU PW Riau.
Koalisi menilai beberapa orang Pansel KPK diragukan integritasnya. Tidak hanya Pansel yang diragukan, beberapa calon pimpinan KPK hasil seleksi Tim Pansel juga bermasalah.
Tiga dari 20 nama calon pimpinan KPK yang diumumkan Tim Pansel diantaranya, Irjen Antam Novambar diduga pernah mengancam
Direktur Penindakan KPK Kombes Endang Tarsa.
Kemudian Irjen Firli Bahuri diduga pernah bertemu terperiksa saat menjabat Deputi Penindakan KPK. Ada lagi M Jasman Panjaitan, bekas jaksa, diduga terima duit dari terdakwa pembalakan hutan DL Sitorus.
"Presiden Jokowi harus mengambil tindakan tegas jika ingin Indonesia bebas dari korupsi. Koalisi Masyarakat Sipil di Riau tidak ingin segelintir elit yang punya rekam jejak buruk masuk dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi. Sebab, kepercayaan publik di Riau dengan kinerja KPK sangat memuaskan," jelas Suryadi, juru bicara Senarai saat menggelar jumpa pers Jumat (30/8/2019).
Ia mengatakan Survei Polling Center bersama Indonesia Corruption Watch dan Fitra Riau pada 2017 memberi angka 83 persen pada KPK. Hanya penegak hukum berintegritas yang berani menangkap para elit korup. Jangan sampai calon pimpinan KPK yang terbukti tak berintegritas masuk dan memimpin KPK karena itu akan berpengaruh terhadap kinerja KPK yang sudah dipercaya publik selama ini.
Senarai melihat, selama ini kinerja polisi di Riau memberantas korupsi hanya menyentuh pelaku kecil dan kurang berani pada elit politik atau pejabat publik.
"Senarai, menolak calon pimpinan KPK dari unsur kepolisian. Polisi cukup membenahi kinerjanya di Direktorat Tindak Pidana Korupsi bila ingin serius memberantas korupsi di Indonesia. Tidak perlu ikut campur dalam urusan KPK apalagi hendak melemahkannya. Presiden Jokowi harus tegas dan memilih pimpinan KPK berdasarkan integritas dan tidak pernah melanggar kode etik," jelasnya.
Selain itu, menurut Jikalahari, Presiden Jokowi harus mencoret calon pimpinan KPK pilihan
Pansel yang bermasalah dan mengusulkan nama-nama yang berintegritas ke DPR RI. Jika
tidak, penanganan korupsi di Riau yang tengah berjalan di KPK akan terancam berhenti dan Riau akan tetap berada pada zona merah korupsi.
"Korupsi akan terus terjadi, mengganggu pelayanan publik dan langgengnya bencana ekologis seperti banjir dan Karhutla. Setidaknya terdapat beberapa kasus korupsi besar yang tengah ditangani KPK, mulai dari pejabat hingga korporasi. Selain nama-nama kepala daerah dan direksi perusahaan di atas tadi, KPK tengah menangani laporan Koalisi Anti Mafia Hutan terkait 20 korporasi Hutan Tanaman Industri sebagai pelaku suap terhadap mantan Bupati Siak Arwin AS dan Mantan Bupati Pelalawan Tengku Azmun Jaafar untuk menerbitkan izin korporasi," cakap Juru Bicara Jikalahari, Aldo.
Selanjutnya menurut Fitra Riau, apa yang dilakukan KPK selama ini sudah menunjukan upaya dan tekad kuat untuk menjadikan negeri ini bebas dari rasuah.
Tetapi, masih ada segelintir elit berupaya melemahkan KPK termasuk hendak menyerang dari dalam internal KPK. Maka dari itu, Pimpinan KPK yang ditetapkan presiden nantinya harus berintegritas, tidak cacat hukum apalagi punya rekam jejak buruk.
"Presiden selaku kepala negara harus berdiri pada lingkaran penyelamat KPK. Karena KPK saat ini masih dibutuhkan oleh negara untuk menjawab tantangan pemberantasan korupsi di Indonesia, bukan sekedar pencegahan," jelas Jubir Fitra, Taufik.
Untuk itu, Koalisi Masyarakat Sipil Riau Selamatkan KPK meminta kepada Presiden Jokowi agar mengevaluasi kinerja Pansel KPK yang tetap meloloskan nama-nama Capim KPK bermasalah.
Presiden Jokowi juga harus berani mencoret nama-nama bermasalah itu dan memilih Capim KPK yang punya integritas serta keberanian pada siapapun yang korup. Serta melindungi orang-orang yang peduli dan dan menyuarakan pendapat terhadap keselamatan KPK dan pemberantasan korupsinya.