ONGAH Prof Dr Tabrani Rab, dah bertahun sakit. Tokoh yang sangat dikenal masyarakat Riau ini, kini terbaring tak berdaya. Kondisi tubuhnya lemah; ingatannya sering hilang. Ongah tak mengenal lagi sahabat-sahabatnya, pun anak-anaknya. Meski orang-orang yang mencintainya berulangkali mengunjungi, Ongah tetap diam. Hanya matanya yang setajam elang, menatap lama!
Ongah memang tak seperti dulu lagi. Kini Ongah memasuki 78 tahun; pasrah membiarkan dunia berputar. Waktu bagi Ongah adalah detak jantung yang makin melemah. Tak seperti dulu, Ongah adalah lelaki garang yang ingin Riau berdiri di kaki sendiri. Riau yang kaya dan raya, kata Ongah; harus merdeka! Merdeka dari kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan dan merdeka dari "jajahan" Pemerintah Pusat.
Ongah bukanlah lelaki biasa. Dia "manusia langka" yang dimiliki Riau. Dia Profesor (guru besar) kedokteran, budayawan, seniman, tokoh masyarakat, pejuang kemanusiaan. Menguasai sedikitnya empat bahasa asing; Inggris, Perancis, Jerman dan Latin. Kadang-kadang dia menulis puisi di senggang waktu, melepas birahi marah dan kekesalannya.
Salah satu petikan puisi Ongah adalah; We are beginning to think/we are writing the new chapter of history/to demmand our right/
take on our duties/and defend our identity/and our tradition with peace (15 Mart 1999). Puisi ini, kemudian dia jadikan pula "senjata" bagi Riau Merdeka; perlawanan panjang Ongah dan rekan-rekan terhadap pemerintah pusat yang dianggapnya "zalim" kepada Riau.
Kisah kasih Ongah kepada Riau, memang tak terhingga. Lelaki yang lahir di Bagansiapiapi dan memiliki tiga istri serta empat anak ini, memang dibesarkan untuk rakyat negerinya. Kecintaan Ongah kepada Rakyat Riau, kata mantan Gubri Saleh Djasit, tak akan tertandingi. "Dia adalah pahlawan negeri ini. Dia mewakafkan seluruh hidupnya untuk kemuliaan bangsa Riau," kata Saleh Djasit yang adalah sahabat dekat, sekaligus musuh berdebat Ongah.
Meski terkadang terkesan kontroversial, sikap Ongah tak mengurangi rasa hormat masyakarat kepadanya. Kata Saleh Djasit, orang-orang selalu datang ke rumah atau kantornya untuk meminta bantu macam-macam. Mulai dari masalah tanah ulayat, konsesi hutan adat, perlakuan pemerintah yang tak adil, sampai-sampai minta biaya menikahkan anak, berobat gratis dan beasiswa sekolah ke luar negeri.
Karena itu pula, dalam kondisi sakit, hampir seluruh rakyat Riau maupun para sahabat, termasuk dari mancanegara, mendoakan agar Ongah segera sembuh. Kalaupun Ongah tak pulih seperti sediakala, kembalikanlah ingatannya agar dia "pulang" ke Rabbnya dengan menyebut nama Allah dan melihat dengan kesadaran penuh, senyuman ikhlas dari rakyat Riau dan anak-anaknya.
Cerita tentang Profesor yang dipanggil Ongah ini, memanglah tak sudah-sudah. Bak tali layangan, makin diulur makin panjang. Ditarik keras, layang pun putus. Baiknya, dikumpal saja lambat-lambat; Angin tak marah, layang-layang selamat sampaikan pulang. Dan salah satu "pemgumpal" hidup Ongah adalah Dr. dr. Susiana Tabrani Rab MPd.
Susiana adalah anak kedua Ongah. Dia sejak kecil diajar menjadi wanita tangguh dan mandiri oleh ayahnya. Ongah mempersiapkan Susiana dan tiga saudaranya menjadi pejuang kemanusiaan seperti dirinya. Ongah selalu menanamkan nilai pendidikan dan keagamaan kepada mereka. Dan hasilnya, Susiana "menyalin penuh" sebagian besar sikap baik, kecerdasan, kepintaran dan kedermawanan ayahnya.
Kini, hampir semua pekerjaan dan tanggung jawab Ongah beralih ke pundak Susiana dan saudara-saudaranya. Sebagai tumpuan harapan, sepertinya Susi sangat paham bahwa perjuangan ayahnya belum selesai. Masih banyak cita-cita Ongah terhadap negeri ini yang harus dia lanjutkan. Susi adalah perwujudan baru dalam melakoni peran Tabrani Rab. Implementasi dari kebesaran nama Ongah, Susiana terus bergerak maju, maju, maju dan melaju.
Menurut Budayawan Riau, HA Aris Abeba, Susi kini, adalah jelmaan Tabrani Rab dalam bentuk yang lain. "Dia adalah nafas tambahan Tabrani. Sikap dan karakternya, persis sang ayah. Saya seperti melihat Tabrani 30 tahun lalu pada diri Susi. Bagi saya, Tabrani tidaklah berbaring sakit, apalagi tak bisa berbuat apa-apa. Telah datang Susiana, wanita tangguh yang berdiri di tempat Tabrani berdiri," kata Aris.
Ditambahkan Aris, darah Profesor Tabrani yang mengalir di tubuh Susiana, adalah "Roh" yang sama yang menggenangi tanah dan sungai-sungai di Riau. Dia juga seorang dokter dan doktor yang peduli dan paham dengan masalah-masalah krusial negeri ini. Dia seorang ilmuan, praktisi kesehatan, kebudayaan, kesenian serta mengerti saint dan teknologi. Susi pun bergelar master di bidang pendidikan. Lebih dari itu, dia juga muslimah yang taat," jelas Aris, juga seorang penyair nasional yang dimiliki Riau.
Di mata Praktisi Pendidikan Riau, Fakhrunnas MA Jabbar, apa yang dikatakan Aris Abeba, bukanlah hal yang dilebih-lebihkan. Karena saat ini, Susiana memimpin lima lembaga pendidikan, mulai dari perguruan tinggi Universitas Abdurrab, sampai sekolah Tahfiz Al Quran untuk anak-anak. Dia juga mengelola tiga Rumah Sakit, mendirikan At Tabrani Center, Susiana Convention Hall, sebagai pusat dan lembaga kajian di berbagai bidang. Mulai kajian sosial, budaya, ekonomi dan pendidikan keagamaan. Dia juga menampung dan mendidik anak-anak tak mampu dari berbagai pelosok Riau. "Ya, Tabrani Rab telah lahir kembali pada sosok Susiana," kata Fakhrunnas, Dosen senior Universitas Islam Riau (UIR) yang juga sahabat dekat Profesor Tabrani.
Sesungguhnyalah Susiana memang langsung bergerak. Berbagai kegiatan yang mengingatkan orang akan ayahnya, terus dia lakukan. Minggu lalu misalnya, Susiana meresmikan Galery Tabrani Rab dan Sanggar Tabrani Rab. Peresmian dua lembaga kajian ini merupakan cita-cita ayahnya yang belum terwujud. Dalam peresmian ini, selain Tengku Lukman Jaafar, Edy Saputra Rab, Fakhrunnas MA Jabbar, Aris Abeba dan lainnya, juga hadir dua mantan Gubernur Riau; H. Saleh Djasit dan H. Wan Abu Bakar.
Yang menarik dari peresmian ini, hadir enam orang undangan khusus dari Malaysia. Mereka adalah Shamsudin Osman (Dinsman) Presiden Seniman Paksi Rakyat, Yassin Salleh (Presiden Ziarah Karyawan/Kesenian Nusantara), Zainal Abdul Latiff (Guru Besar dan Pengkaji Teater Universiti Saint Malaysia), Syed Sahrir Syed Muhammad (Mantan Senator), Kasim Mohammad (Praktisi Pusat Teater Islam Dunia-PTID) dan AC Jeffrey, seorang Budayawan. Para undangan khusus ini, mengaku mendapat kehormatan besar bisa hadir langsung di At Tabrani Center dan berdialog dengan Susiana.
Pada acara ini pula, ditandatangani MoU (memorandum of understanding) antara Dinsman dari Seniman Paksi Rakyat mewakili PTID dengan Yayasan Abdurrab. Salah satu kesepakatan itu adalah, digelarnya Festival Teater Islam Dunia di Pekanbaru awal Desember 2019 mendatang. Penandatanganan ini, sekaligus memperkuat kerjasama pengembangan sumber daya manusia, terutama yang berkaitan dengan kajian seni dan kebudayaan.
Usai tanda tangan MOU, wajah Susiana tampak sumringah. Senyum mengembang dari bibirnya. "Alhamdulillah, cita-cita Ayah, satu demi satu kita laksanakan," ujarnya. Dia mambahkan, galery dan Sanggar Tabrani Rab didirikan untuk mengingatkan dan menjaga semangat dan ketokohan Prof Tabrani dalam pengabdiannya di berbagai bidang.
"Ayah bukan saja milik kami. Tapi milik semua orang. Dia adalah spirit perjuangan daerah ini," tegas Susiana yang usai acara mengajak para cendekiawan serta undangan, melihat dan mendoakan bagi kesembuhan Prof Tabrani Rab yang hanya bisa berbaring di tempat tidur.
Syahdan, dengan bergulirnya waktu; telah datang kembali semangat Prof Dr Tabrani Rab. Dia lahir melalui darah di tubuh Susiana yang didukung penuh oleh tiga saudaranya dan keluarga besar Abdurrab. Kamipun mendukungmu Susiana. Teruslah berjuang bagi kemaslahatan Rakyat Riau, agar berdiri di kaki sendiri; seperti dicita-citakan Tabrani Rab. Merdeka! ***
Penulis | : | Dheni Kurnia: Editor in Chief Harian Vokal dan Ketua DKP PWI Riau |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Cakap Rakyat, Riau |