Muspidauan
|
PEKANBARU (CAKAPLAH) - Emrizal, bendahara proyek penelitian 2011-2012 di Universitas Islam Riau (UIR), diperiksa di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau terkait kasus dugaan korupsi dana hibah dari Pemerintah Provinsi Riau.
Emrizal yang terjerat kasus serupa jadi saksi untuk tersangka Abdullah Sulaiman, mantan Pembantu Rektor IV UIR.
Emrizal datang ke Kantor Kejati Riau, eks Gedung ISC Pekanbaru, Jalan Arifin Achmad Pekanbaru, Kamis (19/9/2019) sekitar pukul 09.10 WIB. Dia langsung menuju ruang penyidik Pidana Khusus.
Pemeriksaan terhadap dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik di UIR berlangsung hingga sore hari.
"Hari ini dipanggil E, diperiksa sebagai saksi dalam perkara dugaan penyimpangan dana hibah tahun anggaran 2011-2012," ujar Kasi Penkum dan Humas Kejati Riau, Muspidauan.
Muspidauan mengatakan, keterangan Emrizal selaku bendahara penelitian 2011-2012 sangat dibutuhkan penyidik untuk melengkapi berkas tersangka Abdullah Sulaiman. "Banyak keterangan dari saksi yang dibutuhkan penyidik," kata Muspidauan.
Dalam perkara dana perkara dana hibah yang merugikan negara Rp 1,5 miliar ini, Emrizal juga jadi tersangka bersama Said Fhazli selaku Sekretaris Panitia yang juga menjabat Direktur CV Global Energy Enterprise (GEE). Keduanya sudah divonis masing-masing 4 tahun penjara pada 2016 silam.
Korupsi bantuan dana hibah tahun 2011 hingga 2012 terjadi ketika pihak UIR mengadakan penilitian bersama Institut Alam dan Tamandun Melayu Universitas Kebangsaan Malaysia (UKM).
Lantaran tidak memiliki dana, UIR kemudian mengajukan bantuan dana ke Pemprov Riau dan mendapat dana Rp2,8 miliar yang bersumber dari APBD Provinsi Riau tahun 2011-2012. Penelitian itu dilaksanakan dan berjalan dengan lancar.
Dalam laporannya, terjadi penyimpangan bantuan dana tersebut. Ditemukan beberapa item penelitian yang sengaja di-mark up. Emrizal dan Said Fhazli, membuat laporan dan bukti pertanggungjawaban fiktif atas kegiatan yang direncanakan.
Emrizal mencairkan anggaran dan meminta terdakwa Said Fhazli membuat laporan pertanggungjawaban (LPj) kegiatan dengan mencari bukti-bukti penggunaan kegiatan, seolah-olah kegiatan telah dilaksanakan. Hasil audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Riau ditemukan kerugian negara Rp1,5 miliar.
Perkara ini kemudian dilanjutkan kembali oleh Kejati Riau pada awal 2019. Setelah melalui penyelidikan dan penyidikan, akhirnya penyidik menetapkan Abdullah Sulaiman sebagai tersangka baru pada akhir Juni 2019.
Pada persidangan terhadap Emrizal dan Said Fhazli, terungkap Abdullah Sulaiman pernah memalsukan tanda tangan Zulhayati Lubis alias Atiek selaku General Manager (GM) Hotel Pangeran Pekanbaru dalam kwitansi nomor kas 1 April 2012, senilai Rp 16.585.000.
Munculnya nama Hotel Pangeran dalam perkara itu bermula dari perjanjian antara pihak panitia penelitian UIR dengan Universitas Kebangsaan Malaysia (UKM). Atas hal itu, Abdullah Sulaiman mengakuinya dan menyampaikan permintaan maaf yang tertuang dalam surat pernyataan yang diteken Abdullah Sulaiman, tertanggal 29 November 2013.
Dalam kontrak pertama, dinyatakan kalau pihak Hotel Pangeran akan menyiapkan kamar dan sejumlah akomodasi lainnya untuk keperluan penelian senilai, selama 2 hari dan menginap selama 3 malam senilai Rp 16.585.000.
Beberapa hari berselang, Abdullah Sulaiman selaku ketua tim penelitian mendatangani Sales Manager Hotel Pangeran Lidya. Saat itu, Abdullah Sulaiman menyatakan adanya revisi kegiatan, di mana acaranya yang akan digelar itu, hanya satu hari dan menginap selama tiga malam. Dari kontrak pertama dengan revisi perjanjian terdapat selisih biaya sekitar Rp4 jutaan.
Belakangan diketahui, kalau Abdullah Sulaiman tetap memasukkan angka Rp16.585.000 di dalam laporan pertanggungjawaban (LPJ) kegiatan. Buktinya, kwitansi yang ditandatangani Atiek Lubis dipalsukannya.
Penulis | : | CK2 |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Hukum, Pendidikan, Riau |